Qiya sampai rumah dengan ekspresi wajah yang kusut banget. Pokonya gak enak dipandang. Yasir memperhatikan Qiya dengan intens. Rasanya tadi siang ekspresi Qiya masih biasa saja, sekarang sudah kusut kaya nahan sesuatu.
"Lo mau boker ya?" Tanyanya asal.
Qiya mendelik tajam kemudian melangkah ke dapur untuk meminum air dingin. Badan, tenggorokan dan otaknya panas sekali.
Setelah mendinginkan tenggorokannya Qiya jalan dengan sedikit terburu-buru ke kamarnya. Ia sudah tidak mampu lagi menahan air mata yang entah sejak kapan membendung di pelupuk matanya.
Setelah masuk ke kamar, Qiya menutup pintu dan langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur. Kepalanya ia tenggelamkan di atas bantal agar suara isak tangisnya sedikit teredam. Kenapa rasanya seperti ini?
Qiya jadi semakin bingung dengan perasannya. Kadang, Qiya merasa mulai menerima Bara. Tapi ia juga tidak rela jika harus selesai dengan Irham. Salahkan jika Qiya akhirnya menginginkan keduanya?
"Gue gak suka cinta-cintaan! Gue gak suka!!!! Pusiing!"
"Echaaannn.... gue mau jadi pacar lo aja serius, biar gak usah ngerasa kaya gini. Cuma sama lo aja gue gak pernah nangis" ucapnya ketika manik Qiya mendapati poster Haechan NCT idolanya di dinding kamar.
"Bubuuuu... tolong marahin si Irham tuh!! Udah bikin gue nangis kaya gini!!" Adunya pada poster yang tertempel di samping poster Haechan. Itu adalah poster Taeyong NCT yang juga menjadi idolanya.
Qiya sudah seperti orang gak waras karena mengadu ke poster sang idola.
Qiya menatap pintu kamar yang dibuka oleh Yasir. Ia segera mengusap air matanya ketika melihat tatapan aneh dari Yasir. Intinya, Qiya gengsi ketauan nangis oleh sang kakak.
"Kenapa lo?"
Yasir berjalan mendekati Qiya, lalu duduk di sisi kasur Qiya.
"Kepo!" Jawabnya sinis.
"Cerita sini ceritaa..."
Qiya diam beberapa saat sebelum akhirnya mulai mengadukan tentang percakapannya dengan Irham tadi.
"Semua cowok emang gak pernah ngertiin cewek! Nyebelin."
"Menurut gue sih, kayaknya nih yaa.. si Irham lagi cape kali dapetin hati lo. Makanya jadi cewek jangan batu-batu amat."
"Kok gue yang disalahin?! Adek lo siapa sih?"
"Realistis aja. Gue kalo jadi Irham juga mendingan mundur dan biarin lo sama Bara. Bukan karena Bara temen gue nih ya. Tapi lo emang akhir-akhir ini kaya mulai buka hati ke Bara bukannya ke Irham."
Qiya mendengus. Menurut Qiya mereka tidak ada yang mengerti perasaannya. Tapi apa yang Yasir bilang tidak salah juga. Ia mengakui hal itu.
"Ka-kalau guee... eum..."
"Apa?" Tanya Yasir yang tidak sabar mendengar lanjutan ucapan adiknya. Ia sudah tidak tahan ingin membuang adiknya yang sialan ini.
"Kalau gue suka sama dua-duanya gimana? Kalau gue buka hati ke dua-duanya gimana? Kalau gue mau sama du--"
"STOP?!!! Gue gak mau denger pertanyaan bodoh lo lagi. Sekarang terserah lo, terserah Irham dan terserah Bara! Terserah perasaan kalian! Pusing gue pusiingg!!!"
Setelah mengucapkan itu Yasir memilih pergi meninggalkan Qiya. Bisa-bisa ia jadi darah tinggi mendengar curhatan Qiya. Yasir semakin gak ngerti lagi, bagaimana bisa ia punya adik kaya Qiya. Mau rukiyah aja rasanya.
.......
Qiya berjalan gontai ke kelas. Sekarang jam 8 pagi dan baru kali ini Qiya datang sesiang ini. Minggu depan libur karena kelas 12 mau ujian, dan Qiya pikir hari ini akan sedikit free walaupun disekolah ini rasanya setiap hari juga free.
Tapi ternyata saat sampai di depan pintu kelas, ia mendengar suara bu Widya sedang menjelaskan materi pelajaran Matematika. Sial sekali, moodnya sedang tidak baik dan sekarang pelajaran Matematika rasanya Qiya ingin kabur saja ke rumah Raiya. Sayangnya Raiya juga pasti sedang sekolah.
Dengan langkah malasnya Qiya masuk ke dalam kelas, mencium punggung tangan bu Widya dan sedikit mendengarkan wejangan ringan dari gurunya.
"Tumbenan murid kesayangan ibu dateng telat?" Tanya bu Widya.
Qiya mendengus mendengar kata murid kesayangan yang bu Widya katakan. Bagaimana bisa beliau menyebutnya murid kesayangan, padahal hampir setiap jadwal pelajaran Matematika Qiya selalu saja cari gara-gara. Membolos ataupun mendebat, entahlah yang pasti membuat bu Widya kadang ngambek dan gak mau masuk kelas Qiya.
"Lemes banget ini, sarapan belum kamu?"
"Ibu perhatian banget sama Qiya. Nanti Qiya baper bu!" Jawabnya santai lalu melangkah ke bangkunya.
Bu Widya hanya terkekeh, ia sudah kebal dengan ucap-ucapan Qiya. Hampir satu tahun bu Widya mengajar Qiya, ia sudah hapal tentang anak muridnya yang satu itu.
Selama pelajaran Matematika Qiya tidak terlalu fokus memperhatikan penjelasan bu Widya. Ia hanya mendengarkan materinya dengan kepala yang di rebahkan di atas meja mengarah ke bangku Irham.
Matanya menatap sendu sang pacar. Eh, pacar atau mantan? Pokonya Qiya masih menganggap mereka pacaran!
"Rasain aja! Nyesel lo pasti udah nyuruh gue ninggalin lo kemarin!" Gumam Qiya yang hanya bisa di dengar oleh Rissa.
Rissa tau Qiya sedang dalam mood yang tidak bagus, semalam saja di grup chat mereka Qiya marah-marah terus. Sudah bisa dipastikan sekarang emosinya masih sebelas dua belas dengan semalam. Mana berani Qiya menyenggol buaya betina ini. Takut dimakan tanpa ampun.
"Ca, belakangan dong duduknyaa" rengek Qiya.
"Yaa kalo gue dudul belakangan gue susah nulisnya Qiyaaa!!!"
Qiya menghela nafas pasrah. Irham jadi kehalangan sama Rissa, karena Rissa duduknya maju-maju terus. Tapi yaudahlah nanti juga kalau Rissa nulis lengkap, bukunya bisa ia pinjam untuk menyalin materi hari ini yang tidak ia mengerti sama sekali.
......
Bel istirahat baru saja berbunyi. Setelah guru yang mengajar di jam pelajaram kedua sebelum istirahat meninggalkan kelas, Qiya mulai membuka kotak bekal yang ia bawa dari rumah. Entah kerasukan apa sampai Qiya mau membawa bekal.
"Wiihhh tumbenan nihhh," ucap Rissa.
"Mau irit gu--"
Belum selesai ia menjawab ucapan Rissa, kotak bekalnya sudah direbut oleh seseorang. Dan tanpa tau malunya orang itu membawa bekalnya ke luar kelas, kayaknya di bawa ke warung belakang tempat orang itu suka nongkrong.
"IRHAAAAAMMMMM!!!!!! NGESELIN BANGET SIH LO!!!!" Teriak Qiya dengan kaki yang di hentak-hentakan.
Rissa dan Rendi yang melihat kelakuan Irham tertawa keras, apalagi saat mereka melihat ekspresi Qiya yang lucu.
"Diem lo!" Kata Qiya dihadapan Rissa.
"Rendi!! Gue santet juga lo."
Rendi berlari mengejar Irham daripada kena marah Qiya. Ia tak henti-henti tertawa. Bahkan suaranya masih bisa Qiya dengar saat Rendi sudah keluar kelas.
"Yaudah.. ke kantin aya yok! Hahahah" ajak Rissa yang masih saja tertawa.
Qiya mendengus lalu beranjak pergi ke kantin meninggalkan teman-temannya yang masih menertawakan nasibnya.
"Besok-besok gue gak akan bawa bekal lagi!!!" Ucap Qiya.
Sekarang mereka sudah duduk di bangku kantin menikmati pesanan masing-masing. Qiya masih saja misuh-misuh karena acara ngiritnya gagal total.
Sudah cape-cape ia masak nasi goreng pagi-pagi, eh malah diambil dan di makan orang. Awas aja Irham, nanti Qiya beneran tinggalin nangis tau rasa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Seniors
Teen FictionGadis manis tapi jutek bernama Qiya, hatinya tertambat kepada seorang cowok cuek bernama Fatur. Namun perasaannya tidak semulus yang ia harapkan, ketika Qiya justru didekati oleh Bara yang merupakan sahabat dari Fatur. Tidak cukup sampai disitu. So...