Papa memukulnya tanpa alasan yang jelas. Bukan hanya rasa sakit di tubuh, rasa sakit di hati, tetapi juga kebingungan.
Dan kembali, disaat dia ingin Verner ada di sampingnya, cowok itu selalu saja ada urusan lain. Meski kali ini Mina melihat jelas alasan Verner pergi darinya, yaitu menghampiri guru karena dia melihat langsung Verner dipanggil guru tersebut.
Mina mendorong pintu rooftop dan memandang dengan tatapan kosong tempat yang sering dia datangi. Tempat yang pijakannya memiliki banyak lumut sehingga tak ada yang menjadikan itu sebagai tempat nongkrong.
Kecuali mereka. Mina dan Darga.
Mina melihat Darga yang sibuk dengan game di ponselnya. Kemudian dia melangkah ke dekat ujung rooftop, duduk tanpa alas dan menikmati suasana dari atas sana.
Darga menutup aplikasi game dan berpindah tempat agak di dekat Mina.
"Bibir lo ... kenapa?" Akhirnya, pertanyaan yang dia tahan sejak pagi tadi terealisasikan juga.
"Habis jatuh dari tangga."
"Kayaknya itu alasan yang terlalu klasik untuk nyembunyiin apa yang sebenarnya."
Bahu Mina terangkat, baru saja tertawa. Darga menoleh diam. Tiga detik kemudian Mina menangis kencang. Darga gelagapan. Baru kali ini melihat Mina menangis dengan suara kencang.
Tangan Darga terangkat, lalu dia bingung harus melakukan apa. Dia menurunkan tangannya lagi.
Mina tak berhenti menangis. Darga tahu beberapa hal yang sudah Mina lewati, tetapi dia tak tahu masalah Mina yang lain. Darga memberanikan diri menyentuh pundak Mina, lalu menepuknya bagai menepuk pundak lelaki.
Dia membiarkan Mina menangis sampai Mina tenang.
Saat Mina berhenti menangis, raut wajahnya berubah drastis. Mina melihat ke awan yang tak berbentuk. Ada beberapa masalah yang datang bertubi-tubi dan tangisan tadi cukup membuatnya lega.
"Gue mau ngelakuin sesuatu."
"Apa?"
"Ke hadapan Devan."
[]
Tepat setelah guru keluar, Mina langsung menarik tas dari kursi dan buru-buru pergi.
"Mina!" panggil Darga, menghentikan langkah Mina.
"Lo yakin mau temuin dia?" tanya Darga khawatir. Mina mengangguk, meski sejujurnya dia sangat muak berhadapan dengan Devan. Mina tak tahan Devan masih enak berkeliaran tanpa rasa bersalah di sekolah itu. Melihat Devan tertawa bersama teman-temannya, Mina marah karena merasa tak adil atas apa yang sudah terjadi pada Agnia.
"Lo tahu nggak boleh sendirian, kan?" tanya Darga pelan. Mina hanya terdiam. Darga memimpin perjalanan. "Gue harus temenin lo."
Mina memandang punggung Darga kemudian tersenyum kecil. Dia menghampiri Darga dan berjalan di belakang cowok itu. Darga membantunya menemui Devan lebih mudah. Setelah Darga mengirim pesan kepada Devan, hal yang Mina tahu selanjutnya adalah mereka bertemu di sebuah ruangan yang sepi.
Ketika memasuki ruangan itu, Devan memandang Darga penuh dendam. Gara-gara Darga, dia jadi punya bekas luka di kepala. Devan memiringkan kepala melihat di belakang Darga ada seseorang. Menyadari itu Mina, Devan mengernyit heran.
Pandangan Devan beralih kepada Darga. "Ngapain dia ikut?"
"Gue cuma mau lo minta maaf ke orangtua Agnia." Mina menggeser tubuhnya, berdiri di samping Darga. Meski sulit mengatakan ini, tetapi ini yang bisa dia lakukan. "Gara-gara lo, mereka harus kehilangan anak satu-satunya."
![](https://img.wattpad.com/cover/273182404-288-k761096.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...