EPISODE 62

1.2K 38 2
                                        

             Di bandara ramai orang tengah menunggu keberangkatan dan turun dari penerbangan mereka. Tak lain Adistia juga Fabricia yang tengah duduk di kursi bandara menunggu jadwal keberangkatan. Air matanya tetap mengalir meskipun ia menahan. Tapi luka hatinya terlalu dalam. Meskipun hatinya sakit dan berat untuk melangkah, namun ia tetap harus pergi demi kebaikan semuanya.

       Sungguh berat melepas orang yang mencintai juga dicintai. Apalagi ia sekarang mengandung benih cinta mereka. Haruskah ia memisahkan anak dari ayahnya? Semakin beratlah kebimbangan yang dirasa. Namun masih tergiang dengan jelas pengkhianatan yang dilakukan Andra. Biarlah untuk kali ini ia mengikuti ego. Ah entahlah apakah ini sebuah ego yang benar atau salah. Bagaimana pun melihat orang yang dicintai bermalam bersama wanita lain sangat menyakitkan.

       Bagaimana ia bisa bertahan bila harus berjuang sendiri. Mendirikan kembali tiang yang sudah roboh oleh badai. Ah,,, dia sudah tak mampu untuk bertahan. Banyak tekanan kanan kiri yang ia terima. Mungkin semua akan baik-baik saja ketika kepergiannya. Biarlah rasa sakit ia rasakan sendiri.

"Dis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dis.... Kalau lu merasa berat kita bisa batalin penerbangan ini? " (Sebuah tepukan ringan melayang dipundak Adistia).

"Nggak Fa... Ini sudah keputusan gw... Mas Andra akan lebih bahagia tanpa gw... Mereka akan baik-baik saja... Gw lah bumerang dikeluarga mereka Fa.. Lu nggak usah khawatir gw fine. "

"Ya udah kalau gitu... Tapi lu makan dulu ya daritadi perut lu belum ke isi.. Gw bawain makanan nih. "

"Nggak usah Fa... Gw nggak lapar. "

"Dis lu bisa nahan laper tapi nggak dengan bayi lu... Sekarang lu nggak sendiri Dis.. Pikirin janin yang ada dikandungan lu.. Lu sayang kan sama dia... Kalau lu sayang, lu harus makan. "

"Iya.. " (Adistia akhirnya mau makan meskipun dengan perasaan terpaksa).

         Hati Fabricia ikut terenyuh menyaksikan Adistia makan dengan berderai air mata. Pandangannya pun terlihat kosong dan muka yang pucat karena terlalu banyak pikiran. Fabricia ikut menitikkan air mata. Ia tahu betul bagaimana hancurnya perasaan sahabatnya sekarang. Tapi dirinya tak mampu berbuat banyak kecuali menemaninya.

"Fa gw udah kenyang... Eh lu nangis? "

"Hah... Nggak.. Gw nggak nangis. "

"Jangan bohong! "

"Dis lu yang kuat ya.. Suatu saat gw yakin lu akan bahagia.. Gw yakin lu mampu nglewatin ujian ini. "

"Gw nggak berharap kebahagiaan, selama ini gw terbiasa dengan derita dan lara. "

"Udah... Ayo pesawat kita mau take off. "

"Iya.. "

 "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY BELOVED DOCTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang