Bodo Amat

6K 480 60
                                    

Mobil yang disupiri oleh Pak Uyag berjalan membelah jalanan kota yang sangat padat di siang hari ini, banyaknya roda dua dan roda empat yang terus berlalu lalang membuat jalanan menjadi macet. Bukan kota Jakarta namanya jika tidak ada kata macet.

Aku menghela nafas sangking bosannya terus duduk dan duduk, mata ku tak bisa terpejam karena aku terlalu cepat tidur tadi malam dan bangun sangat lama. Berbeda dengan Agre yang sudah terlelap dari satu jam sebelumnya. Bahkan tubuhnya sampai ikut bergoyang kesana kemari saat tikungan kami lewati, namun bukannya terusik ia malah tetap nyaman dengan tidurnya.

Saat mobil mulai memasuki kawasan perumahan mewah, aku langsung mengalihkan pandangan ku ke arah rumah-rumah mewah dengan berbagai gaya arsitekturnya masing-masing itu. Tak ada satupun diantaranya yang terbilang sederhana. Pagar-pagar yang tinggi seolah memberi tahu bahwa pemiliknya harus selalu aman karena mereka bukan orang sembarangan.

Aku berdecak kagum melihat itu semua, ini memang bukan pertama kali aku melihatnya namun selalu sukses membuat ku terkagum-kagum dan jadi ingin memiliki rumah yang seperti itu.

Ah, sepertinya tidak mungkin.

Mobil memasuki sebuah halaman rumah yang tak kalah mewah dari rumah-rumah yang sedari tadi aku lewati. Berhenti tepat di depan sebuah air mancur yang mengalir tanpa henti.

Aku mengguncang tubuh Agre agar dia terbangun, dia langsung mengucek matanya lalu membenahi rambutnya yang sudah sangat berantakan.

"Udah sampai?" tanyanya dengan suara agak serak.

"Udah, lo tidurnya berasa di hotel mewah kali ya. Sampai-sampai badan lo udah terombang-ambing kayak di tiup angin juga lo gak bangun-bangun. Pake acara mangap lagi" ujar ku lalu memakai kembali tas kecil ku.

"Serius lo gue mangap?" Agre dengan tatapan terkejut dan mata yang hampir keluar, tampilannya itu membuat ku ingin tertawa.

"Iya, lihat tuh di dagu lo ada jejak sungai yang mengering" ujar ku lalu turun dari mobil, sedangkan di dalam Agre langsung meraih HP-nya dan berkaca disana. Dia mendengus kesal lalu langsung turun, mendaratkan sebuah pukulan di lengan ku membuat ku terkejut.

"Lo suka banget ngerjain gue, asu" ujarnya membuat ku akhirnya tertawa

"Tapi gue bener anjir, lo tidurnya kayak orang ga bernyawa"

"Itu mah udah sering terjadi, tapi kalau tidur sambil mangap trus ileran, gue ga pernah anjing"

"Wish, tumben ngomong kasar"

"Siapa yang ngomong kasar, 'anjing' itu nama hewan. Bodoh"

"Tapi kalau lo lagi ngobrol gini, sama aja lo lagi ngomong kasar"

"Beda elah, ni bocah satu"

"Coba lo ngomong gitu ke ayah, lo berani gak?"

"Ya enggak lah, gila lo"

"Yaudah, berarti tadi tu lo ngomong kasar"

"Serah lo deh anak kijang, gue mah gak pernah menang kalau debat sama lo" ujarnya lalu mendengus.

"Nah itu tahu, ahahah" aku tertawa sambil  memukul lengan Agre. Biasalah ya namanya perempuan, kalau lagi ketawa suka sekali memukul orang yang ada di dekatnya.

Beruntungnya aku tidak pernah bertemu dan berdiri langsung di samping pak Presiden. Bayangkan saja jika itu terjadi, apalagi Pak Jokowi suka bikin ketawa, bahaya dong kalau beliau di dekat ku, bisa-bisa saat aku tertawa malah mukul Pak Jokowi.

Pak Jokowi mungkin tidak marah, tapi ajudannya yang bertubuh besar itu. Wehhh serem juga.

"AUNTY NESS" aku tersentak degan teriakan dua bocah yang tampak berlari kearah ku. Aku berjongkok lalu merentangkan kedua tangan ku dengan lebar.

UNEXPECTED [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang