Happy reading 🦠
*+*+*+*
Kain yang melilit kepala tepat di bagian mata itu perlahan-lahan di buka,, gadis yang sedang duduk diatas tempat tidur rumah sakit itu meremas jemarinya karena perasaan khawatir.
"Baik, ayo perlahan coba buka matanya." ujar Dokter spesialis mata itu sambil tersenyum tipis.
Mengikuti perintah dokter, Agnes mulai membuka matanya secara perlahan. Jantungnya berdetak kencang saat ia melihat setitik cahaya mulai terlihat oleh matanya. Kelopak matanya terus terbuka hingga ia melihat dengan jelas wajah dokter dan suster yang berdiri di hadapannya.
Air mata penuh haru itu jatuh, ia tak pernah menyangka bahwa semua ini akan terjadi.
Kegelapan itu telah pergi, telah usai. Kini cahaya itu datang kembali, menggantikan kegelapan yang telah usai.
Agnes menutup mulutnya menggunakan tangan kanannya, ia tak pernah menyangka semua ini akan terjadi di hidupnya. Air mata penuh haru itu masih terus mengalir membasahi pipinya.
"Apa anda sudah busa melihat dengan jelas?" tanya dokter itu. Agnes mengangguk sebagai jawaban.
"Terimakasih dokter" ujarnya dengan terbata-bata, "terimakasih kak Susan" batinnya penuh haru.
Sekarang ia berjanji tidak akan menyia-nyiakan penglihatan ini. Ia harus memanfaatkan penglihatan ini dengan sebaik-baiknya.
"Kalau begitu kami permisi, kami akan panggilkan keluarga anda yang sedang menunggu di luar."
Agnes mengangguk.
💣
Aku melihat dengan jelas, tiga orang manusia melangkah masuk ke dalam ruangan ini. Pria tampan dengan senyuman tipis dengan gadis kecil berada di gendongannya dan gadis kecil lain tampak berjalan disebelah pria tampan itu.
"Mamama..." sudah sejak lama aku tidak bisa melihat raut wajah si pemilik teriakan itu. Kini aku bisa kembali melihat betapa sumringahnya wajah pemilik suara itu.
"Ziena...." Aku langsung menerima Ziena dari Daren, memeluk anak itu dengan penuh kasih sayang dan mendaratkan beberapa kecupan di pipinya. Ia tampak tersenyum lebar lalu membalas ciuman ku.
"Kakak..." Aku menoleh ke kanan, ku tatap si pemilik suara itu dengan wajah penuh haru.
Bagaimana mungkin ada anak baik, nan manis se-tegar dia, bagaimana mungkin ada anak se-dini dia yang mau meminta maaf atas kesalahan yang tak ia perbuat.
"Yani..." ujarku sambil mengelus puncak kepala Yani dengan tangan kanan ku.
"Sini naik." Aku sedikit menggeser posisi duduk ku lebih ke kiri. Daren langsung mengangkat Yani dan mendudukkan anak itu tepat di sebelah kanan ku.
Aku memeluk Yani dari samping dan mencium puncak kepalanya. Aku memang tidak tahu bagaimana rasanya di posisi Yani, tapi aku yakin hanya orang tertentu yang kuat jika berada di posisi dia.
"Maafin ayah Ya–"
"Gausa minta maaf terus," potong ku, aku tak suka Yani terus-menerus meminta maaf padahal ia tak melakukan kesalahan.
"Mereka berdua di peluk, gue kok enggak?" Aku menoleh ke arah Daren dengan pandangan yang susah ku jelaskan. Entah mengapa jantung ku jadi berpacu cukup kencang saat dia menatap ku begitu intens.
"Makasih ya Daren." Aku tersenyum. Mengingat semua yang telah pria itu lakukan, hatiku jadi menghangat.
Daren bergerak lalu duduk di tepian brankar, ia tersenyum tipis lalu menganggukkan kepalanya. Entah sejak kapan sifatnya sedikit berubah, seingat ku ia jarang sekali tersenyum dan berbicara seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED [SELESAI]
RomanceBerawal dari ke-sokjagoannya dalam hal melempar, Agnes jadi mendapat musibah. Tanpa sengaja botol yang ia lempar malah mengenai sebuah mobil yang kebetulan melintas. Pemilik mobil memintanya mengganti rugi, namun beruntungnya saat orang itu hendak m...