"Kamu ga papa kan?" tanyanya dengan suara yang terdengar khawatir. Aku membalas pelukan itu lalu menggeleng pelan.
Setelah pelukan itu terlepas, aku menatap Daren dari bawah sampai atas, "kamu kok bisa masuk?" tanya ku, pasalnya gerbang depan akan selalu terkunci, dan pemilik kunci hanya orang-orang yang tinggal di kosan ini.
Daren menarik pelan lengan ku menuju sofa, "kebetulan tadi ada orang yang mau masuk juga, jadi aku bilang mau ketemu pacar aku. Kebetulan dia pernah lihat aku jadi dia ijinin." Ucap daren membuat ku mengangguk.
"Kamu kenapa? Pas aku telepon tadi ngakunya gak mood, emang kenapa?" Tanya pria itu dengan nada suara yang terkesan khawatir dicampur penasaran.
Aku menghela nafas, "Deva meninggal." jawabku, aku menoleh ke arah Daren yang tampak terkejut.
"Kapan?" tanyanya. Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "tadi pagi sekitar jam 11 kurang."
"Jadi karena itu kamu ga mood ngomong sama aku?"
Aku meringis lalu menganggukkan kepala, "sedih tahu, apalagi kalau aku ingat Deva pernah cerita kalau dia suka sama kamu, aku jadi ngerasa bersalah gimana gitu padahal aku ga salah. Iya ga?" tanya ku di akhir kalimat.
Pria itu terkekeh lalu mencubit kedua pipiku dengan kedua tangannya, "kamu ga salah kok, aku juga ga pernah suka sama dia, bukan berarti aku benci dia. Tapi kamu tahu 'kan rasa suka, cinta dan benci itu gak bisa di paksakan." Aku mengangguk.
"Kamu udah makan?" Tanyanya.
Aku menggeleng tak bersemangat, aku sedang tidak selera makan dan memang sedang tidak lapar.
"Kita makan dulu di–"
"Enggak ah, ga laper." Ujar ku memotong ucapan Daren. Pria itu tampak menghela nafas.
"Ziena mana?"
"Dia udah tidur, aku kesini 'kan karena khawatir sama kamu aku kira kamu kenapa-kenapa."
Aku tersenyum, merasa bahagia karena diperhatikan oleh pria setampan Darendra. Tidak jadi Ratu di hatinya Sehun, jadi ratu di hati Daren juga tak masalah.
"Daren ke pasar malam yok," ajak ku dengan wajah memohon agar pria itu setuju.
"Ngapain, kayak anak-anak." Tolaknya membuat ku menggerutu.
"Yaudah sana pulang, aku mau tidur aja kalau gitu." aku menggeser sedikit tubuhnya agar agak menjauh dari ku, tetapi gerakan ku itu malah membuat tubuh ku sendiri yang bergerak sedikit mundur dan menjauh dari Daren.
"Yaudah aku pulang ya." Dia berdiri, menatap ku dengan tatapan serius sehingga membuat ku ingin menonjok wajah tampannya.
"Yaudah sana, gausa kesini lagi." Ketus ku. Detik berikutnya aku malah mendengar suara tawa yang menggelegar, pria itu langsung mengapit wajah ku dengan kedua tangannya.
"Lucu banget sih kalau ngambek," ucapnya sambil mensejajarkan tinggi badannya dengan tinggi ku. Aku melepas paksa tangannya.
"Aaa... Sana pulang!" ujar ku dengan nada sedikit meninggi, bukannya takut dia malah semakin tertawa sembari mengangkat tubuhku kedalam gendongannya.
Aku terkejut dengan mata yang membola, dengan refleks aku mengalungkan tangan ku pada leher pria bertubuh jangkung itu.
"Kita pergi sekarang." ujarnya lalu berjalan menuju pintu keluar, aku memukul pundaknya dengan cukup kuat dan meminta untuk diturunkan.
"Turunin Daren! Malu dodong!" Pinta ku dengan penuh penekanan.
"Katanya mau ke pasar mal–"
"Iya tahu, tapi ga digendong kayak gini juga." Potongku
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED [SELESAI]
RomanceBerawal dari ke-sokjagoannya dalam hal melempar, Agnes jadi mendapat musibah. Tanpa sengaja botol yang ia lempar malah mengenai sebuah mobil yang kebetulan melintas. Pemilik mobil memintanya mengganti rugi, namun beruntungnya saat orang itu hendak m...