32. ditembak

5.1K 513 287
                                    

PADA ON GAK NIH?

katanya mintaaa cepet uppp

NIH KEY UDAH UP,

SIAP RAMEIN YAAA?!
ramein di setiap partt!!

kalau gak rame yaaa, apa hayo

selamaaaat membaca!

---

Kini Vega tengah berada di dalam sebuah kamar. Ia baru saja selesai mengobati Naren. Lelaki itu kini tengah berbaring di atas kasur. Sepertinya karena kelelahan dan terlalu nyaman diobati Vega, lelaki itu tertidur. Vega menghela napasnya sebentar. Ia segera merapikan kotak P3K nya. Setelah itu matanya kembali menatap wajah tenang Naren yang kini dipenuhi luka. Tangannya gatal ingin mengusap halus rambut Naren, namun ia tidak ingin memabangunkan lelaki itu. Akhirnya Vega memutuskan untuk keluar dari kamar bernuansa abu itu. Pandangannya langsung tertuju pada Ale yang sedang bersandar pada punggung sofa. Vega berjalan, memutuskan untuk menghampiri Ale. 

"Al,"

Ale hanya melirik sekilas, namun tangannya bergerak mempersilahkan Vega duduk di sampingnya. Vega pun langsung duduk di sebelah Ale. Tatapannya mengedar ke sekeliling, mencari keberadaan orang-orang. Namun sepertinya, kini hanya ada Ale dan Vega. 

"Thanks shh Ve, gara-gara lo gue gak jadi mati." ujar Ale sedikit kesakitan karena luka di ujung bibirnya yang terasa perih.

"Lebay amat sampai mati." celetuk Vega membuat Ale terkekeh kecil.

Vega mengernyit melihat Ale terkekeh, namun ia tidak ingin mengambil pusing. "Lo udah di obatin belum sih?" Luka dan lebam di wajah Ale terlihat seperti belum di obati. 

Ale mengangguk, "Udah sama Janu."

Vega mengernyit, "Gak bener itu obatinnya, sini gue obatin lagi." Tangan Vega langsung bergerak mengambil beberapa obat-obatan yang berada di atas meja depan mereka.

"Eh gak usah, sssh sial." Ale menahan tangan Vega, "Cowok lo nanti marah."

"Apaansi, Naren? bukan cowok gue." Vega tetap ingin mengobati Ale.

Ale menggeleng, "Ck, belum aja. Tapi Naren- Ve, gue bakal habis kalau dia liat lo obatin gue."

Vega mengedikkan bahunya acuh, "Sini mukanya,"

Ale menghela napas pasrah ketika Vega mendekat, dan wajahnya diambil alih paksa oleh Vega. Ale yang awalnya ogah melihat Vega, kini matanya tertarik untuk melihat Vega. Wajah perempuan itu bersih, dan Ale akui Vega cantik. Ale mengerjap ketika sadar apa yang baru saja ia lakukan. Ia mengalihkan pandangannya. 

"Jangan baper ya Al, hati gue tetep buat Naren soalnya." ujar Vega yang masih serius mengobati Ale. 

"Udah baikkan jadinya?" tanya Ale membuat Vega menghentikkan tangannya sesaat. "Lo tau gue beratem?"

"Ya tau lah. Gue juga tau, gara-gara Letta kan?" 

Vega menurunkan kedua tangannya. Membirkan kapas tipis itu di genggaman Vega. "Jadi.. Naren cerita?"

Alendra mengangguk, "Udah lama Naren gak galau, keren lo Ve bisa bikin Naren galau sampai gue kesel liat dia galau terus."  

"Gue.. boleh nanya soal Letta gak?" Vega amat sangat berharap Ale akan memberi tahunya. Sehingga ia tidak perlu mengungkit soal Letta lagi jika nanti bersama Naren.

Ale diam sebentar, "Sebenernya.. ah ya udah gak pa-pa. Naren tuh pergi ninggalin lo karena dia emosi sama kedatangan Letta. Bukan karena suka sama Letta dan milih pergi ninggalin lo."

Vega mengernyit, "Kenapa?"

"Ya karena dulu pas SMP, dari awal Letta deketin Naren sampai mereka jadian. Naren cuma dijadiin taruhan sama Letta dan temen-temennya." jelas Ale membuat Vega mengerutkan dahinya. 

VEGANDRA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang