50. Caca Gapapa.

7.5K 426 14
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.

Aku tidak seperti karang, yang tetap kokoh walaupun di hantam berjuta kali oleh ombak. Aku hanya sebuah pohon kecil, yang sering kali tumbang oleh hembusan angin kencang.

Coretanbutterfly.

Setelah empat hari full Caca dirawat kini pukul 19. 20 ini Caca sudah di perbolehkan pulang. ralat, lebih tepatnya Caca yang merengek meminta pulang, bahkan ia mengancam pada dokter Sintia jika tidak di perbolehkan pulang ia tidak akan mau meminum obat.

"Inget pesan dokter jangan banyak pikiran bawa happy dan tetap tersenyum. Obatnya di minum dan makanannya juga di jaga."  Caca hanya mengangguk mengerti.

"Sebelum keadaan kamu benar-benar pulih, jangan sekolah dulu, nanti aku yang buat surat nya," tutur Raffi lagi. Caca tidak bisa lagi menahan senyumnya, Pipinya memanas, jantungnya berpacu dengan cepat, bisa-bisa ia salting karena sebuah ucapan saja.

"Huuh, siap laksanakan komandan!" Seru Caca sembari mengangkat tangannya bak upacara bendera.

"Kalau ada apa-apa telpon aku."

"Jangan bergadang dulu."

Caca menghela nafas panjang, gemas sekali rasanya, "Iya Raffi iya, Caca paham. lagian emangnya aku kenapa? Cuman sakit gini doang, jangan berlebihan," sahut Caca jengah.

"Udah sana kamu pulang, udah malam, nanti Oma sama bunda khawatir, putra nya yang manja belum pulang," ledek Caca cekikikan.

"Ngusir? Hmm?" Balas Raffi cemberut, membuat tangan Caca mengangkat naik untuk mencubit pipi Raffi gemas. "Gemesin ih."

Caca tertawa mendengarnya, "pacar Caca jelek ih kalau lagi cemberut, nggak suka!" Sontak bibir Raffi membentuk lengkungan indah.

"Nah gitu kan ganteng!"

"Yaudah aku pulang, ingat apa pesan aku barusan, abis ini langsung istirahat." Caca mengangguk, sembari tersenyum, "iya sayang.."

Raffi memalingkan wajahnya, sial dia salting, "cie salting.." ledek Caca, membuat Raffi mengendus sebal, ia mendekatkan tubuhnya pada Caca dan Caca pun mundur.

Tubuh Caca menegang saat melihat seringai Raffi, "Ja-ngan ma—"

Raffi tertawa melihat wajah Caca yang pucat pasi, ia pun menyentil kening gadis itu sehingga mengaduh, "mikir apa, Hmm?"

"Mikir yang aneh, aneh ya?" Goda Raffi, Caca malu ya ampun! Bisa-bisa ia mikir Raffi akan menc— Agh lupakan!

"Enggak!" Elak Caca. Ia pun mendorong dada bidang Raffi agar masuk kedalam mobilnya, "sana pulang!" Cetus Nya.

"Cie pikiran nya negatif Mulu," goda Raffi lagi, membuat Caca mencak-mencak di tempat. "Diem! Pulang sana!" Usir nya lebih tepatnya Caca salting.

Raffi tertawa, masuk kedalam mobilnya, "yaudah aku pulang, assalamualaikum," pamit Raffi. Caca mengangguk, "hati-hati sayang—" setelah berucap Caca lari terbirit-birit karena malu.

"Masyaallah, gemesin banget kamu Ca." Gumam Raffi sembari memegangi dadanya yang berdetak tidak karuan.

setelah sampai di depan pintu Caca menghela nafas panjang, ia pejamkan matanya sejenak, ia tidak boleh takut.

Sebelum membuka pintu Caca tersenyum, ia meyakinkan darinya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tidak perlu ada yang di takutkan.

Ceklek...

"Darimana aja Lo?" Tidak bukan Caca yang membuka pintu, melainkan Abangnya—Aldi, yang telah membukanya terlebih dahulu.

Caca hanya tersenyum membalasnya. Berlalu begitu saja melewati Abang nya, namun langkahnya kembali terhenti saat Aldi mencekal lengan nya, "gua belum selesai ngomong!" Cetus Aldi kesal.

CACA GAPAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang