Setelah perutnya sudah terisi semua, para siswa-siswi satu-persatu meninggalkan kantin. Ada yang langsung menuju ke kelasnya, ada yang sekedar duduk di tangga dan mengobrol bersama temannya, dan ada juga yang bermain bola di lapangan. Sehingga kondisi kantin agak sedikit longgar.
Begitu juga dengan Aster dan Mentari yang akan beranjak pergi dari kantin, setelah membayar makanannya yang dibeli kepada penjual di kantin.
Mereka berdua berjalan menyusuri koridor kelas sambil berbincang-bincang.
"Mentari, lo punya mimpi nggak?" tanya Aster.
Mentari mengangkat satu jari telunjuknya dan meletakkan di dagu seperti orang yang sedang berpikir.
"Hmm, apa ya?" Mentari masih belum tahu dengan mimpinya.
"Satu mimpi yang menurut lo mudah digapai dalam waktu dekat," ujar Aster.
"Gue pengen dapet nilai rapot seratus," kata Mentari dengan semangat.
"Wow, lumayan bagus sih mimpi lo," puji Aster.
Mentari yang mendapat pujian itu hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya sembari tersenyum.
Mereka berdua berjalan dari arah koridor kelas menuju ke taman sekolah yang lumayan indah. Di sana ada air mancur yang keluar dari mulut singa, dan berbagai bunga di dalam pot yang tertata rapi disekitar air mancur.
Memang sekolah mereka itu adalah sekolah elite yang sebagian besar muridnya dari kalangan orang kaya. Tapi ada juga dari kalangan orang bawah yang bisa masuk di sekolah itu dengan adanya beasiswa.
"Kalau mimpi lo sendiri apa?" tanya Mentari.
"Mimpi gue sederhana. Gue pengen menjadi orang yang berguna bagi diri gue sendiri dan orang lain. Gue juga pengen membahagiakan ibu gue." Kata Aster sembari duduk di bangku taman.
Sementara Mentari ikut duduk dan bertepuk tangan setelah mendengar jawaban yang cukup keren dari mulut Aster.
"Wah, hebat juga mimpi lo. Sederhana tapi sungguh bermakna. Keren keren," puji Mentari sembari bertepuk tangan.
"Terus mimpi paling tinggi yang pengen lo gapai apa, Aster?" tanya Mentari.
Aster tersenyum. Ia memandang ke arah air mancur sambil membayangkan salah satu mimpinya. Andai saja ia bisa menggapai mimpinya suatu saat nanti.
"Nggak ada kok mimpi paling tinggi. Yang ada itu mimpi terbesar," kata Aster.
"Terus apa bedanya?"
"Bedanya ada kata paling. Tinggi ada palingnya. Paling tinggi. Sementara terbesar, nggak ada palingnya," jelas Aster membuat Mentari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sama aja kali. Penjelasan lo terlalu detail buat gue pahami."
Mereka berdua langsung tertawa bersama. Perbincangan yang sederhan bisa membuat mereka tertawa lepas. Menghilangkan rasa bosan dan dapat meningkatkan daya imun serta mengurangi rasa stres.
"Jadi mimpi paling tinggi lo apa? Ehh, terbesar maksudnya," ralat Mentari.
"Jadi orang sukses yang bisa berguna bagi diri sendiri dan orang lain," jawab Aster.
"Yang serius, dong." Mentari merasa belum puas dengan jawaban dari Aster.
"Gue udah serius."
"Orang sukses doang. Semua orang juga bisa sukses. Impian terbesar lo yang benar-benar ingin lo gapai," ucap Mentari geregetan.
Bukannya menjawab pertanyaan Mentari. Aster malah senyum-senyum sendiri.
"Lo pengen tau impian terbesar gue apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Aster
Roman pour AdolescentsAster Aleisha Castarica, seorang gadis cantik yang dilahirkan di tengah keluarga yang memiliki segalanya. Setelah kejadian yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu, semua kehidupannya menjadi berubah. Aster menjadi anak dari keluarga sederhana dan ti...