Perahu Aster 9

76 37 151
                                    

Hampir satu jam Aster menunggu di dalam  ruang olahraga sambil membaca bukunya untuk mengurangi rasa bosan. Lama-lama perutnya berbunyi yang menandakan rasa lapar telah tiba.

Aster mendesah pelan, lalu memasukkan bukunya ke dalam tas. Ia menatap kosong ke arah dinding bercat putih yang berada di depannya sambil memegangi perutnya yang terus berbunyi keroncongan.

Beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah kaki yang berjalan masuk ke dalam ruang olahraga serta deru napas yang tak beraturan. Aster menoleh ke arah suara tersebut dan terlihat Samudra sudah berada di dalam ruangan. Aster bergegas berdiri dari duduknya lalu mengambil satu botol aqua dan menyerahkannya kepada Samudra.

"Thanks." Samudra langsung meminum air tersebut hingga tersisa sedikit di botol.

Aster melihat pelipis Samudra yang sudah dibanjiri oleh keringat. Aster bingung apakah ia harus mengelap keringat itu atau tidak.

"Ambilkan gue handuk kecil di laci sebelah kiri," perintah Samudra. Lalu Aster langsung bergegas mengambil handuk kecil untuk Samudra.

"Ini." Aster menyodorkan handuk kecil ke arah Samudra. "Gue yang ngelapin atau lo sendiri?" tanya Aster.

Samudra mengambil handuk kecil itu dari tangan Aster.

"Gue sendiri aja," jawab Samudra.

Susana nampak hening. Keduanya tidak ada yang membuka suara. Aster masih berdiri di samping Samudra seperti patung hidup. Ia menunggu perintah selanjutnya dari Samudra, karena itu ia tidak duduk sebab ia malas kalau harus duduk lalu berdiri lagi dan itupun berulang kali. Pasti capek kan.

"Ngapain lo berdiri terus?" Samudra membuka suara.

"Gue lagi menunggu perintah lo," ucap Aster.

"Perintah apa?"

"Ya, lo mau nyuruh gue apa gitu. Katanya gue harus jadi pelayan lo."

Samudra manggut-manggut saja sambil mengelap keringat yang sudah membasahi lehernya.

"Bahu gue rasanya pegal banget." Samudra meringis seperti orang yang benar-benar terkena penyakit pegal linu.

"Tolong pijitin bahu gue dong," pinta Samudra.

"Harus banget dipijit?"

"Iya."

"Nanti kalau gue salah mijit gimana? Gue kan bukan tukang pijit profesional. Terus kalau tulang lo jadi bengkong, gue lagi yang kena."

"Nggak usah banyak alasan. Cepetan pijitin. Atau gue tambah lagi satu permintaan," ancam Samudra.

Mendengar hal itu Aster bergegas memijit bahu Samudra. Ia tidak mau kalau Samudra akan menambah permintaannya lagi.

Lima menit telah usai Aster gunakan untuk memijit bahu Samudra. Ia rasa tugasnya sudah selesai dan Samudra juga sudah mengizinkan dirinya untuk pulang.

Namun saat Aster hendak berjalan pergi, tiba-tiba Samudra menyekal lengannya, hingga membuat dirinya harus menghentikan langkahnya. Lalu mereka berdua saling beradu tatap.

"Kenapa lo mirip sama mantan gue?" tanya Samudra.

Aster langsung menepis tangan Samudra.

"Apa? Lo kayaknya salah ngomong deh," kata Aster membuat Samudra harus mengulangi ucapannya lagi.

"Lo kenapa mirip sama mantan gue?"

"Maksud lo apa ya? Gue nggak ngerti."

Samudra menghela napas berat lalu berjalan ke depan membelakangi Aster.

Perahu AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang