Perahu Aster 16

51 8 0
                                    

Cahaya lampu neon menerangi seluruh penjuru kamar. Aster meletakkan buku catatannya di atas meja lalu merapikan semua buku-bukunya. Kemudian ia mengecek beberapa buku tugasnya, siapa tahu ada tugas rumah yang belum ia kerjakan. Ternyata tugasnya sudah selesai semua.

Aster meregangkan otot-ototnya. Lalu menyandarkan tubuhnya di kursi sembari menatap kertas kecil yang ia tempel di tembok yang berada di depan meja belajarnya.

Perlahan sudut bibirnya tertarik lebar. Seulas senyum terukir menghiasi wajahnya. Semangatnya bertambah membara. Saat membaca kata motivasi yang ia tempel di depan meja belajarnya.

Sebagian orang bermimpi untuk mencapai hal-hal hebat, sebagian lagi tetap bangun dan membuatnya menjadi kenyataan.

"Aku pasti bisa meraihnya," ucap Aster menyemangati dirinya sendiri.

Lihat deh, Mama kamu
Bayangin, kamu kasih kabar baik terus dia senang sampai nangis.

Setelah Aster membaca kata motivasi tersebut, dada Aster menjadi sesak. Ekspresinya berubah menjadi sedih dengan tatapan yang sendu.

"Aster," panggil Nuri yang baru saja masuk ke kamar Aster. Kemudian Nuri berjalan mendekati Aster yang duduk di kursi belajarnya.

"Udah selesai belajarnya?" tanya Nuri.

Aster tersenyum ke arah Nuri.

"Udah Bu," jawab Aster. Lalu beralih menatap bukunya yang tertata rapi di meja belajarnya.

Nuri menyadari saat menatap wajah Aster terlihat agak sedih dan tidak seperti biasanya. Sebenarnya ada apa dengan Aster?

"Aster. Kamu kenapa? Kok kelihatannya muka kamu sedih begitu. Ada masalah?" tanya Nuri sembari memegang bahu Aster.

Aster menarik napasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia berusaha untuk tetap tersenyum dan menyembunyikan perasaannya saat ini yang tiba-tiba saja berubah.

"Enggak papa kok, Bu," sahut Aster.

"Kalau kamu ada masalah cerita sama Ibu. Ada apa?"

"Aster nggak papa, Bu. Aster juga nggak punya masalah kok."

"Kamu jangan menyembunyikan sesuatu kepada Ibu. Cerita sama Ibu. Ibu akan selalu mendengar cerita kamu."

Nuri meminta Aster agar mau bercerita kepadanya. Segala sesuatu tidak boleh disebunyikan termasuk masalah diri sendiri. Siapa lagi kalau bukan orangtua, sebagai tempat bercerita kedua selain Tuhan Yang Maha Esa.

"Aku kangen sama Mama, Bu," jujur Aster.

Akhirnya Aster menyampaikan penyebab rasa kesedihannya.

Nuri langsung duduk di kasur sambil menatap ke arah Aster. Ia merasa ikut sedih dengan keberadaan Aster sekarang.

"Aku boleh nggak minta tolong sama Ibu?"

Nuri mengangguk lalu berkata, "Boleh."

"Aku kangen sama Mama kandung Aster. Bisa nggak Ibu bantu Aster buat mencari alamat rumah kedua orangtua Aster?" pinta Aster.

"Ibu akan bantu kamu sebisanya, tapi tidak sekarang," ujar Nuri.

"Benar ya Ibu mau bantu Aster?" tanya Aster memastikan.

"Iya. Ibu akan membantu kamu sebisa Ibu. Karena Ibu nggak tau kamu dulu berasal dari mana," kata Nuri membuat Aster tersenyum senang. "Kamu masih ingat nggak, kota kelahiran kamu?" tanya Nuri.

Aster berusaha untuk mengingat kembali. Tapi tetap saja Aster tidak ingat, ia kelahiran mana dan berasal dari kota mana? Ia hanya ingat kota yang ia kunjungi untuk terakhir kalinya. Namun ia tidak tahu itu kota mana.

Perahu AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang