"Mau ke mana lo, Ter?" tanya Mentari sembari menatap layar ponselnya.
Seketika Aster menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap sahabatnya yang jaraknya tidak jauh dari tempat duduk Mentari.
"Pulang. Inikan udah waktunya pulang," jawab Aster.
Mentari beralih menatap ke arah Aster yang masih berdiri di depan papan tulis.
"Bukannya lo mau menemani Samudra?" tanya Mentari untuk memastikan bahwa Aster tidak lupa.
Aster mendesah pelan. Lalu berjalan menuju bangku kosong di depannya dan mendaratkan bokongnya di bangku tersebut. Aster menatap papan tulis yang berwarna putih di depannya dengan tatapan kosong.
Aster masih bingung. Apakah ia harus menemani Samudra atau tidak?
Akan tetapi jika Aster tetap menemani Samudra setelah pulang sekolah ini, maka ia tidak bisa memanfaatkan waktunya untuk belajar di perpustakaan.
Kemudian Mentari menghampiri Aster yang sedang duduk termenung.
"Menurut gue, lo harus menemani Samudra, deh."
Aster langsung menatap Mentari sembari bertanya, "Harus wajib ya?"
"Wajib atau sunah itu terserah lo sendiri. Lo mau menemaninya atau tidak?" Mentari menggeser kursi kosong yang berada di sebelahnya lalu mendudukinya.
"Tapi lo harus menerima resikonya," tambah Mentari.
"Resikonya apa?" tanya Aster.
"Apa ya?" Mentari menaruh jari telunjuk di pelipisnya seperti orang yang sedang berpikir. "Aku juga nggak tau."
Aster hanya geleng-geleng kepala.
"Kayaknya gue harus belajar dulu di perpustakaan sebentar. Agar waktu gue nggak kebuang sia-sia. Setelah itu, baru gue menemui Samudra untuk memastikan bahwa gue wajib menemani dirinya atau tidak? Gitu kali ya."
Aster mencoba mengambil keputusannya dan mencoba untuk mengisi waktunya agar tidak ada kekosongan jam belajar saat pulang sekolah yang sudah ia jadwal setiap harinya.
"Gitu aja nggak apa-apa, sih," sahut Mentari.
Oke sekarang Aster harus pergi ke perpustakaan terlebih dahulu. Ia ingin menambah ilmu pengetahuan lagi. Agar jadwal yang telah ia buat ketika waktunya pulang sekolah tidak kosong.
"Gue pikir-pikir nih, ya. Mulai dari awal lo kenapa nggak langsung nolak aja, kalau Samudra menyuruh lo buat ini dan itu?"
"Awalnya gue udah nolak. Tapi dia yang terus memaksa gue," jawab Aster.
Mentari hanya manggut-manggut saja. Sudahlah itu urusannya Aster dengan Samudra. Tapi dirinya juga ber-status sebagai seorang sahabat, jadi ia harus tetap membantu Aster ketika kesulitan.
*******
Aster berjalan sendirian menuju ke ruang perpustakaan, sementara Mentari sudah pulang karena sudah dijemput oleh ayahnya.
Saat Aster masuk ke dalam perpustakaan. Tidak ada angin maupun hujan dan lantainya juga mulus tidak ada bebatuan. Detik itu juga Aster sudah menyosor lantai.
Brukkk!
"Aduh!" Aster meringis kesakitan. Untung saja wajahnya tidak menyentuh lantai. Kalau saja wajahnya menyentuh lantai, berarti ia akan berciuman dengan lantai.
"Hahaha!" tawa Samudra saat itu juga pecah.
Entah darimana datangnya cowok itu. Dari tadi Aster tidak melihat siapa-siapa di depan perpustakaan. Tapi sekarang kenapa cowok itu tiba-tiba langsung muncul dengan suara tawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Aster
Teen FictionAster Aleisha Castarica, seorang gadis cantik yang dilahirkan di tengah keluarga yang memiliki segalanya. Setelah kejadian yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu, semua kehidupannya menjadi berubah. Aster menjadi anak dari keluarga sederhana dan ti...