Berlatih pencak silat itu sangat menyenangkan. Selain menambah ilmu silat, kita juga bisa menambah ikatan tali persaudaraan antar sesama dan tidak boleh saling bermusuhan.
Capek saat berlatih? Ya tentu saja sangat capek. Tapi kita tidak boleh menyerah, namanya juga belajar dan berproses tidak ada kata menyerah.
"Huhh!" Mentari membuang napasnya sambil duduk meluruskan kakinya di atas rerumputan.
Aster berjalan menghampiri Mentari sambil membawa dua botol air mineral.
"Nih, minum dulu." Mentari langsung menerima botol air itu dan langsung meminumnya hingga habis.
"Latihan gitu aja udah capek banget," keluh Mentari.
Aster langsung terkekeh pelan.
"Namanya juga latihan ya capek. Kalau mau nggak capek, ya tidur aja," ujar Aster sembari menutup botol air minumnya.
"Iya, sih. Enakan tidur di rumah. Orang-orang tengah malam begini pasti udah pada tidur nyenyak."
"Lo kalau mau tidur ya tidur aja sana," suruh Aster.
"Gue nggak mau tidur. Enak di sini aja, banyak temen. Hawanya juga adem." Mentari menghirup udara dingin di malam hari.
Sedangkan Aster hanya manggut-manggut saja. Kemudian menatap ke atas langit yang terdapat hamparan bintang-bintang yang berkerlap-kerlip ditemani oleh sang rembulan yang tersenyum memancarkan sinarnya.
Perlahan bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. Tetapi senyuman itu bukan senyum bahagia. Melainkan sebuah senyuman yang disertai rasa kegelisahan.
"Mentari," panggil Aster dengan pandangan masih menatap ke atas langit.
"Hmm."
"Gue kok merasa takut ya, Tar."
"Takut kenapa?"
"Gue takut dengan orang-orang yang mulai menjauhi gue. Mereka mulai tidak suka dengan gue. Kenapa Tar? Orang-orang di sekolah jadi berubah?"
Pandangan Aster tertunduk ke bawah. Hatinya dipenuhi oleh rasa kegelisahan.
"Berubah gimana Ter?" tanya Mentari.
"Mereka menatap gue nggak suka gitu." Aster beralih menatap Mentari. "Saat gue jalan di koridor kelas sama Langit, banyak bisikan-bisikan yang terdengar di telinga gue. Seolah-olah gue ini adalah seorang...."
Aster tidak ingin melanjutkan ucapannya, ia jadi bertambah gelisah. Mentari sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Aster.
"Lo nggak usah takut, Ter. Jangan dengerin omongan mereka. Omongan mereka belum tentu benar dan belum tentu sama dengan realita yang sesungguhnya. Jadi lo nggak usah percaya dan nggak usah terlalu dipikirin."
"Masih ada gue yang selalu ada di samping lo," tambah Mentari.
Aster tersenyum sambil menatap Mentari.
"Terima kasih Mentari. Lo adalah sahabat gue yang paling baik." Ia sangat bersyukur punya sahabat yang selalu ada di sampingnya.
"Ingat dengan mimpi lo. Jadi fokus aja ke situ." Mentari tersenyum sembari menepuk bahu Aster. "Tujuan lo ke sekolah adalah untuk belajar. Abaikan semua omongan yang nggak penting buat lo," peringat Mentari.
Rasa gelisah di dalam hatinya mulai berkurang. Setidaknya ia masih punya orang yang selalu ada untuknya disaat ia merasa kesulitan.
Biarlah orang lain berkata apa saja. Tidak usah didengar. Kata-kata mereka belum tentu sesuai dengan realita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Aster
Fiksi RemajaAster Aleisha Castarica, seorang gadis cantik yang dilahirkan di tengah keluarga yang memiliki segalanya. Setelah kejadian yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu, semua kehidupannya menjadi berubah. Aster menjadi anak dari keluarga sederhana dan ti...