"Jalan jalan ke puncak Ciawi. Jangan lupa pakai topi. Hei kamu yang manis sekali. Apa kabar hari ini?" Langit berpantun sambil berlari kecil menghampiri Aster yang baru saja keluar dari perpustakaan.
Aster tersenyum tipis sembari membalas pantun yang dilontarkan kepadanya.
"Jalan-jalan ke sungai Musi. Jangan lupa membawa bekal nasi. Aku berada di sini. Alhamdulillah baik sekali," balasnya.
Namun sebenarnya keadaannya tidak cukup baik. Mengingat hari ini ia mendapat nilai jelek gara-gara tidak mengerjakan PR. Tapi ia harus tetap terlihat baik-baik saja.
"Mantap." Langit mengacungkan kedua jempolnya.
Tatapan Langit tertuju pada beberapa buku tebal yang dibawa oleh Aster. Ia cukup takjub melihatnya.
"Lo jadi penjaga perpustakaan yang baru?" tanya Langit ngasal.
"Maksud lo itu gue?" tanya Aster sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi kalau bukan lo, Ter. Yang berdiri di sini kan cuma lo doang," ucap Langit.
Aster hanya menghela napas panjang. Ia tak mengerti dengan pertanyaan Langit. Masa iya dirinya jadi penjaga perpustakaan. Pemikiran yang cukup aneh.
"Jangan asal nebak orang. Gue di sini sebagai siswi di Trijaya Manggala. Bukan penjaga perpustakaan," ujar Aster sambil menekankan kata 'siswi'.
Langit terkekeh pelan.
"Siapa tau lo jadi penjaga perpustakaan kedua untuk membantu Bu Ningsih."
"Mengadi-ngadi lo."
Aster beranjak mendaratkan bokongnya di tempat duduk yang disediakan di depan perpustakaan, sembari menatap buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan.
"Mulai hari ini gue harus ambis terus."
Sementara Langit masih berdiri dengan tangan kanannya memegang ponsel, sedangkan tangan kirinya masuk ke dalam saku celananya. Sudah seperti cowok yang keren. Tetapi kerennya cuma abal-abal.
"Aster," panggil Langit dengan tatapan masih tertuju ke layar ponselnya.
Aster mendongakkan kepalanya menatap ke arah Langit.
"Iya Langit," sahut Aster.
"Gue minta doa restunya, ya."
"Lo mau nikah?"
Lantas Langit langsung memasukkan ponselnya dan kembali menatap ke arah Aster sambil mendesis pelan lalu berkata, "Gue nggak nikah. Lulus aja belum."
"Terus?"
"Besok gue mau lomba dalam ajang pencarian bakat. Jadi gue mau minta doa kepada teman-teman semua. Agar gue dilancarkan dan dipermudahkan saat lomba. Doain gue, ya."
Aster tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Iya gue doain semoga saat lomba diberi kelancaran dan semoga lo menang," kata Aster mendoakan Langit.
"Aamiinn."
Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Aster harus segera pulang dan satu persatu siswa-siswi di sekolah juga sudah pulang semua.
Setelah melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Aster langsung beranjak berdiri dari tempat duduknya dan bergegas untuk pulang. Sementara Langit mau pergi juga, tapi bukan pergi untuk pulang. Melainkan pergi ke ruang guru untuk mempersiapkan dirinya di acara lomba besok.
******
Gedung-gedung menjulang tinggi di tengah-tengah kota. Kendaran berlalu lalang tak ada hentinya. Hanya pada saat lampu berubah warna menjadi merah saja semua kendaraan itu baru bisa berhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Aster
Ficção AdolescenteAster Aleisha Castarica, seorang gadis cantik yang dilahirkan di tengah keluarga yang memiliki segalanya. Setelah kejadian yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu, semua kehidupannya menjadi berubah. Aster menjadi anak dari keluarga sederhana dan ti...