Perahu Aster 40

25 1 0
                                    

Ujian akhir semester telah berlangsung selama tiga hari ini. Semua siswa pada fokus belajar agar mendapat nilai yang bagus. Meskipun berat, mau tidak mau harus dilakukan demi kebaikan diri sendiri.

Aster duduk di bangku taman sekolah. Aster membuka bungkus roti yang ia bawa dari rumah untuk mengisi perutnya yang kosong. Sambil makan ia menyempatkan diri untuk mengulang materi yang telah ia pelajari tadi malam. Namun aktivitas belajarnya kali ini tergolong tidak efektif.

Tahu kenapa? Sebab buku catatannya hilang dan semua catatan penting ada di dalam buku itu. Jadi Aster merasa sedikit kesulitan.

"Selamat pagi Aster," sapa Langit dengan menampakkan senyum cerianya.

Cowok itu langsung duduk di sebelah Aster.

"Pagi juga," balas Aster.

"Entah kenapa saat lihat lo, gue keinget ujian." Langit menghembuskan napas panjang. "Susah sih, tapi tetep aja harus gue perjuangin buat masa depan."

Aster menoleh menatap Langit yang nampak lesu memikirkan ujian hari ini.

"Namanya juga ujian," kata Aster sambil membolak-balik kertas di dalam bukunya.

"Lo tau nggak Ter, bedanya ujian sama lo?" tanya Langit.

Aster langsung menggeleng pelan.

"Gue nggak tau."

"Masa lo nggak tau?" Aster tetap menggeleng tidak tahu.

"Ujian itu sulit dan harus belajar keras agar bisa dapet nilai bagus. Kalau kamu itu mudah, tanpa belajar aja udah bisa ngedapetin hati kamu."

Entah kenapa kedua pipi Aster langsung merah merona bagaikan tomat matang. Aster langsung mencubit lengan Langit, dan membuatnya meringis kesakitan.

"Pagi-pagi nggak usah ngegombal." Aster beranjak membuang bungkus rotinya ke tempat sampah. Lalu kembali duduk lagi.

Sementara Langit hanya senyum-senyum sendiri sambil menatap Aster.

Rambut kucir satu di belakang dengan wajah tanpa make up. Jadi cantiknya nampak sangat natural. Penampilannya cukup sederhana yang membuat Langit sangat kagum dengan gadis itu.

Padahal banyak sekali gadis cantik di luar sana yang mengejar-ngejar dirinya. Tapi tidak ada satupun yang Langit suka. Menurutnya gadis yang cantiknya berlebihan tak begitu menarik di matanya.

Aster menatap Langit yang sendari tadi senyum ke arahnya.

"Lo ngapain senyam-senyum kayak gitu?" Aster menjadi heran. Padahal dirinya bukan badut.

"Biar hari-hari gue berkah," ucap Langit bertambah melebarkan senyumannya.

"Katanya kalau senyum itu bisa jadi obat terbaik. Tapi kalau gue senyum tanpa alasan yang jelas, mungkin gue butuh obat kali ya." Samudra menggaruk lehernya yang tidak gatal.

Tawa Aster langsung meledak. Sebuah pengakuan yang cukup benar sekali dan tidak ada salahnya juga. Senyum-senyum sendiri tanpa sebab, perlu pergi ke rumah sakit jiwa.

Konyol sekali tingkah cowok yang satu ini.

"Kenapa lo ketawa?"

"Lo lucu banget," ucap Aster sambil menahan tawanya.

"Gue bukan badut."

"Tingkah lo mirip badut. Lucu banget."

"Dari sisi mana gue lucu?" tanya Langit.

"Dari sisi ucapan lo yang membuat gue tertawa setelah mendengarnya."

Aster kembali membaca bukunya sambil menahan tawanya. Langit merasa ucapannya tidak begitu lucu. Tapi ia juga ikut senang saat melihat gadis di sampingya ini bisa tertawa lepas.

Perahu AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang