Suara dentingan sendok dan garpu terdengar begitu nyaring. Sendari tadi Aster hanya mengaduk-ngaduk nasi yang berada di piringnya dan hanya ia makan lauknya saja. Sehingga cuma sedikit makanan yang masuk ke dalam perutnya.
Aster masih kepikiran dengan nilainya yang jelek. Bagaimana reputasi dirinya yang dikenal sebagai anak pintar tiba-tiba nilainya turun dibawah rata-rata. Meskipun itu hanya sekedar nilai tugas atau PR, tetap saja Aster masih takut akan mempengaruhi nilai rapornya nanti. Apalagi sebentar lagi akan segera dilaksanakan Ujian Akhir Semester.
"Aster," panggil Nuri.
Aster langsung membuyarkan lamunannya dan menatap Nuri yang masih menyantap makanannya.
"Iya Bu," sahut Aster.
"Kamu belum ambil lauknya?" tanya Nuri memastikan.
"Sudah Bu."
"Terus itu kenapa nasinya masih banyak dan lauknya tidak ada?" Nuri menunjuk ke arah piring milik Aster. Sementara Aster bingung harus menjawab apa.
"Tadi Aster udah ambil lauknya dan udah Aster makan. Tinggal nasinya aja yang belum Aster makan. Aster masih kenyang, Bu."
Sebetulnya Aster tak punya nafsu untuk makan. Terpaksa ia harus berbohong supaya Nuri tak mencurigainya.
Nuri tersenyum tipis sembari menatap putrinya.
"Nanti malam kalau kamu udah terasa lapar jangan lupa makan, ya. Kasihan perut kamu kosong. Nanti bisa kena sakit maag," pesan Nuri.
Aster mengangguk sembari berkata, "Iya Bu."
Kemudian setelah selesai makan, Nuri segera membereskan semua piring dan Aster yang membantu membawa ke dapur serta mencucinya.
******
Lampu neon telah menyala di seluruh sudut kamar dengan terang. Setelah menyalakan lampu, Aster berjalan menutup kaca jendela. Kemudian ia mengambil tasnya yang berada di atas kasur, lalu membawanya ke meja belajar. Tak lupa ia duduk di kursi kesayangannya.
Perlahan ia membuka resleting tasnya, lalu mengeluarkan buku-bukunya dan menaruh di atas meja. Pandangannya tertuju ke satu buku yang membuat dirinya masih terlihat sedih sampai saat ini.
Tangannya mengambil buku itu dan membukanya selembar demi selembar hingga berhenti di lembar terakhir. Tertera paraf guru serta nilai yang bertinta warna merah.
"Kenapa gue bisa dapet nilai merah seperti ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Aster menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memegang keningnya. Layaknya seperti orang pusing.
Ia merenungkan kesalahannya sendiri. Mungkin bagi orang lain, hal itu adalah suatu hal yang cukup biasa. Namun bagi Aster bukan hal biasa, akan tetapi suatu hal yang parah.
Bagaimana jika kamu mengalami itu? Apakah kamu akan terus memikirkannya sama persis seperti Aster?
"Kenapa bisa?" tanya seorang ibu paruh baya yang entah kapan datangnya.
Aster sedikit kaget ketika mendengar suara seseorang selain dia di kamarnya. Aster langsung menoleh dan pandangan matanya tertuju ke seseorang yang tengah berdiri di belakangnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Ibu," kata Aster lalu dengan cepat ia menutup bukunya.
"Sini buku kamu!" ucap Nuri dingin.
Tak seperti biasanya Nuri bersikap dingin seperti ini. Apa Nuri sudah mengetahui kalau nilai Aster jelek?
Dengan sedikit keberaniannya. Aster menyerahkan bukunya kepada Nuri. Lalu Nuri menerimanya dan membuka buku itu.
Terdengar helaan napas panjang. Nuri langsung berjalan ke arah kasur lalu duduk di atasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Aster
Teen FictionAster Aleisha Castarica, seorang gadis cantik yang dilahirkan di tengah keluarga yang memiliki segalanya. Setelah kejadian yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu, semua kehidupannya menjadi berubah. Aster menjadi anak dari keluarga sederhana dan ti...