part : 21

22.9K 1.3K 4
                                    

Satu kata buat hari ini🍃

-happy reading-

Anindya dipaksa bangun untuk segera menunaikan sholat subuh, ketika matahari bahkan belum menampakkan dirinya di langit.

"Anindya, plis bangun dong... Udah beberapa kali aku bangunin kamu." Ucap Annisa menarik-narik tangan Anindya.

"Bentar dong, aku lagi mimpi ketemu jaemin nih..."

Annisa menggelengkan kepalanya. "Bangun Anindya, bentar lagi adzan tandanya harus siap-siap ke masjid."

"Iyaiya." Ucap Anindya setengah sadar.

"Jangan kebayang-bayang jaemin lagi loh ya." Peringat Annisa.

Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Dan saat ini juga Anindya membuka matanya sadar. "Gak kok, malah sekarang kebayang-bayang ustadz Tahfiz yang lagi adzan dengan merdunya ini."

"Cepet-cepet wudhu sana, hust-hust." Suruh Annisa seperti mengusir ayam yang selalu masuk disembarang rumah orang.

"Ada aja orang yang seperti Anindya, lucu dan bikin senyum orang." Gumam Annisa tersenyum tipis.

Anindya dengan cepat mandi dan berwudhu, ya karena ia menyerobot orang-orang yang sudah mengantri lama dengan teganya.

"Yups! Selesai." Seru Anindya.

"Ish! Anindya mah nyerobot mulu, aku yang udah ngantri lama aja masih cepetan kamu." Ujar Erlin memanyunkan bibirnya.

"Udah-udah mending langsung ke masjid yuk, kalau ngga ingin di serobot Anindya tuh harus bangun lebih awal dari semuanya biar leluasa pilih kamar mandi yang mana." Ujar Annisa sambil berjalan menuju masjid bersama-sama.

"Iya, besok jangan lupa bangunin aku juga ya Annisa." Ucap Erlin.

"Aku juga." Seru Jihan.

Annisa mengangkat jempolnya ke arah Erlin dan Jihan. "InsyaAllah, kalo aku gak lupa."

***

Setelah sholat subuh, Anindya dan yang lainnya langsung ke kamar dan bersiap-siap seperti biasa untuk mengaji kitab dan pastinya maknani yang akan di jelaskan oleh Gus Tahfiz.

"Erlin, kamu punya pulpen berapa? Pulpen aku abis nih, gak sempet beli kemarin siang pas pemilihan lomba." Tanya Jihan berlagak menyedihkan.

"Nih pulpen gue banyak, ambil aja." Anindya menyerahkan kotak pensilnya.

"Wah! Thanks Anindya." Ucap Jihan dengan mata berbinar.

"Sekali-kali bilang pakai bahasa Korea ngapa, bahasa Inggris Mulu."

"MENCINTAI BAHASA TANAH AIR." Peringat Jihan.

"Pala Lo tanah air, negara Lo Indonesia njir."

"Santai-santai, aku lupa kalo negara aku Indonesia."

Anindya menggelengkan kepalanya heran, mana ada orang Indonesia lupa negeranya sendiri. ya kalau orang amnesia atau orang gila gitu baru percaya.

"Aku juga dong Anindya, hi-tech c aku jatuh, jadi rusak deh pulpen mahal aku." Ucap Erlin memohon.

"Tuh, ambil aja, masih banyak pulpen gue soalnya, Ayah kalo beliin banyak bat." Ujar Anindya.

"Ayah kamu paling the best deh, tapi gak kalah juga sama Mommy kamu masakannya enak banget seperti di restoran mewah." Ucap Annisa.

"Pastinya, dan gue lagi bingung nih soal lomba, gue kebagian menyanyi 'kan udah jelas kalo gue ngga bisa menyanyi. Mana lagi nyanyi tentang kemerdekaan lagi buat nyambut tujuh belasan." Ujar Anindya mengeluarkan unek-uneknya.

"Oke-oke kita semua akan bantu kamu kok, santai aja." Annisa menenangkan.

"Yah pokoknya tentang Indonesia."

"Lebih sulit aku Anindya, aku marawis." Ujar Jihan.

"Lebih sulit aku malah, aku kan lomba kaligrafi." Tak terima Erlin.

"Halah kalian semua pada ribut bagaimana sulitnya lomba kalian, padahalkan lebih sulitan aku, aku kan debat bahasa Arab." Ucap Annisa santai.

Anindya tertawa keras. "Kasiannya sahabat satu ku ini..." Ucap Anindya sembari menguyel-uyel pipi Annisa.

"Astaghfirullah!! Sekarang waktunya ngaji kitab di masjid." Ingatkan Jihan dengan suara cemprengnya.

"Oh ya, yaudah ayo cepet-cepet." Erlin langsung menarik tangan Anindya dan yang lainnya.

Tak perlu waktu lama, kini mereka ber-empat sampai di masjid. Sangat malu sekali rasanya jadi pusat perhatian karena datang telat. Bukanya datang lebih awal malah datang lebih telat.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Gus Tahfiz di depan sana.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Dengan langsung ustadz Tahfiz memulainya. Para santri pun mendengarkan dan menulis setiap yang diucapkan Gus nya, sekarang lagi memaknai kitab.

Setelah lama memaknai kitab sampai jam 6 pagi, kini ustadz Tahfiz mengakhiri kegiatannya.

"Dan sekarang kalian ingin saya memulai kajian dengan tema apa?" Tanya Tahfiz berwibawa didepan sana.

___________________

Kiw kiw

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang