part : 51

19.8K 1.1K 46
                                    

Hatimu bisa melihat lebih tajam dari pada pandangan matamu.

-Happy reading all-

Setelah sholat isya' berjamaah dengan Tahfiz, Anindya akan mengaji bersama suaminya itu.

Tahfiz dan Anindya menggelar sajadah dan didudukinya bersama, mereka saling berhadapan dengan Al-Qur'an ditengahnya. Anindya ingin lebih memperluas wawasan pengetahuan tentang Al-Qur'an, ia ingin pintar dan bisa paham tajwid.

Karena ia juga akan menjadi seorang ibu, yang akan menjadi guru pertama anak-anaknya nanti sebelum dibangku sekolah.

Seorang ibu sangat berpengaruh dalam kecerdasan anak, ibu yang cerdas juga berpotensi besar melahirkan anak yang cerdas.

"Shodaqollahuladzim..." Akhiri Anindya.

Tahfiz tersenyum hangat, "Pinter banget, tapi lebih pinter lagi kalo bacanya menggunakan tajwid."

"..."

"Humairah..." Tahfiz melambaikan tangannya didepan wajah Anindya.

Anindya menggelengkan kepalanya, ia tak fokus karena terhanyut perkataan suaminya yang membuatnya melayang setelah itu dijatuhkan.

"Gusssss."

"Kenapa, hm?"

"Emmmmm." Anindya mendekat pada suaminya dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Tahfiz.

"Humairah.. jadi batal wudhunya kan."

"Biarin."

"Yaudah, sekarang belajar tajwid aja ya." tukas Tahfiz.

Anindya mengendurkan pelukannya dan duduk menatap Tahfiz tersenyum.

"Udah pinter Tajwid belum?" Tanya Tahfiz menyentil dagu Anindya.

"Jelas..."

"Jelas apa?"

Anindya menyengir. "Jelas belom bisa ehehe."

"Sebelum lebih dalam lagi, apakah yang dimaksud tajwid itu?"

"Apalah itu yang pokoknya untuk memperindah bacaan Al-Qur'an dengan benar." Jawab Anindya sedikit ragu.

"Benar, tetapi lebih tepatnya tajwid merupakan bentuk masdar dari kata jawwada yang berarti memperbaiki atau memperindah (at-tahsin). Ataupun secara istilahnya adalah mengucapkan setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan hak dan mustahak dari sifat-sifatnya." Jelas Tahfiz menatap Anindya.

Begitu diterangkan, Anindya mengangguk. "Tapi apa aja haknya?"

"Lebih jelasnya hak huruf, adalah sifat-sifat yang lazim pada huruf seperti hams, jahr, syiddah, dan rakhawah."

"Dan yang dimaksud mustahak huruf, ialah sifat-sifat huruf yang tidak tsabit malaikat padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada. Di antaranya sifat tarqiq yang muncul dari sifat istifal atau sifat tafkhim yang muncul dari sifat isti'la, ikhfa, mad, qashr, dan lain sebagainya." Lanjut Tahfiz.

"Ngerti?" Tanya Tahfiz Setelah menjelaskan dengan kalimat panjangnya.

Anindya menggelengkan kepalanya polos, "Ngga."

"Anindya..." panggil Tahfiz pelan.

"Hm..." dehem Anindya sambil tersenyum.

"Paham belum?"

"belum." Anindya menahan tawanya sekuat tenaga.

"Masa sih..."

Anindya mengangguk kepalanya dan menunduk meluapkan tawanya.

"Yakannnn bohong, istri siapa sih ini yang berani bohong." Tahfiz menggelitik perut Anindya.

"Ahahahah ampun, Gus. Ampunnnn."

"Ngga."

"Ya Allah tolongin hambamu yang cantik ini ya Allah... Ahahahah."

"Sayang banget gak di kabulin sama Allah..."

"Gus Tahfiz jelek ahahahha."

"Apalagi kamu."

"Udah Gusss, Anindya gak kuat lagiiiii."

Akhirnya Tahfiz berhenti menggelitik, Anindya pun bernapas lega.


"Inget ya Humaira... mempelajari ilmu tajwid itu hukumnya fardhu kifayah, tapi membaca Al-Qur'an dengan tajwid itu fardhu ain."

"Iyaa, suami Anindya yang jelek."

"Bilang apa? coba ulang."

"piece."Anindya mengangkat tangannya membentuk huruf v.

Tahfiz mengelus puncak kepala Anindya gemas, "Sekarang pukul berapa, sayang?"


"Kenapa nanya jam?" Tanya Anindya mengernyitkan dahinya.

"Udah jawab aja."

"Setengah sepuluh." Jawab Anindya setelah melihat jam di pergelangan tangannya.

"Anindya..."


"Besok udah mau pulang loh, Gus. keluyuran yuk, beli oleh-oleh khas Bandung." Ucap Anindya berbinar.

"Masih hujan ini, besok aja sekalian mau pulang." Tutur Tahfiz menghela napas begitu ia menyibak gorden sekilas.

"Gapapa lah ya, kan Gus Tahfiz ganteng." Anindya tersenyum lucu membuat tangan Tahfiz spontan mencubit pipi Anindya.

"Apa hubungannya."

"Yok-yok, gapapa hujan yang penting semangat jalan-jalan." Ucap Anindya kekeuh.

JEEDDERRRR!


Spontan Anindya begitu terkejut dan berhambur ke pelukan suaminya.

"Jadi keluar?" Tanya Tahfiz menghela napas karena sudah malas untuk berdebat dengan istrinya yang tak ada ujung-ujungnya kalau tetep dilanjutkan.

"Ngga jadi, diluar hujannya lebat banget." Jawab Anindya masih shock.

"Ya sudah, mending dikamar aja."

Muka Anindya memerah, ia malu mendengar perkataan Tahfiz yang menurutnya sedikit ambigu.

"Kenapa?"

Anindya menetralkan detak jantungnya. "Ga-gapapa."

"Masa sih? hayo... Mikirin apa?" Tahfiz mulai mengeluarkan sifat jahilnya.

"Bisa-bisa kalau dikamar terus, pulang dari sini Anindya hamil."

____________________

Thank you buat kalian semua, makin hari pembaca Santri Kampret makin banyakkkk

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang