part : 47

20K 1.2K 38
                                    

Jaga harga diri sebagai muslimah, jangankan goyang di sosial media, kita jalan lenggak-lenggok aja ngga dapat mencium aroma surga.

-Happy reading all-

Terkejut, itulah yang terjadi pada Anindya sekarang. Entah kenapa ada suara seperti pecahan kaca disebelah mejanya.

Walaupun Anindya terbilang berani, namun beda lagi didalam jati dirinya yang sebenarnya, bahkan ia sangat takut sekali. Baru-baru ini ia diteror dengan orang, padahal Anindya tak merasa mempunyai musuh.

Sedikit demi sedikit Anindya menoleh ke samping mejanya, yang tadi ia pernah lihat ada seseorang yang berbaju serba hitam entah siapa.

Mendelikkan matanya, Anindya sangat terkejut dan langsung berjalan cepat menghindar dari sosok orang berbaju serba hitam itu.

Hanya sedikit orang yang mengunjungi cafe ini, hanya beberapa saja sekitar 3 sampai 4 orang yang berada di Kafe ini, termasuk Anindya.

Kafe ini bukan milik Tahfiz, karena yang dimiliki Tahfiz itu jauh dari hotel yang ditempati Anindya sekarang. Jadi ngga mungkin kalau ke sana sendiri tanpa suaminya itu.

Kenapa Anindya ngga sekalian diajak oleh Tahfiz? Karena Anindya sendiri yang menolak mentah-mentah ajakan suaminya, dan sekarang ia malah menyesal telah menolaknya.

Berjalan lebih cepat, itulah yang ada dipikiran Anindya. Sekarang Anindya sedikit lega karena berada didepan pintu hotel dan segera masuk ke dalamnya.

Hap!

Kini Anindya berhenti mematung. Mendengar dengan sangat jelas ada suara langkah kaki dibelakangnya.

Sedikit menggelengkan kepala, Anindya kembali berjalan tapi dengan langkah kaki pelannya.

Sosok dibelakangnya pun juga berjalan pelan seperti yang dilakukan Anindya sekarang.

Berkeringat dingin bercucuran di dahi Anindya. Jujur, senakal-nakalnya Anindya dulu ia tak pernah takut pada apapun, bahkan musuhnya yang dibuat takut oleh Anindya. Lain dengan sekarang, malahan Anindya yang dibuat takut.

Berpikir lebih keras lagi, Anindya sedang mencari ide di dalam otaknya. Tapi kenapa sekarang malah tidak muncul ide apapun?! Emang ngga bisa diajak kerja sama pada saat-saat kaya gini.

Sedangkan sosok berbaju serba hitam itu terus saja mengikuti Anindya, tak tau aja kalau yang diikuti palang panik kayak gini. Untung aja kamarnya tidak diatas, jadi ngga naik lift juga, kalau naik lift kan nanti bisa kejebak didalam lift berdua nantinya, kalau di apa-apakan gimana, tak terbayangkan oleh Anindya.

Kini Anindya tetep berjalan tenang, ia sudah memikirkan kalau ia akan berlari setelah berada di belokan sebentar lagi.

Hap!

Anindya berlari kencang sekali layaknya berlari kejuaraan nasional setelah ia pas berada di belokan.

Mengetik pin dengan cepat dan langsung menutupnya setelah masuk kedalamnya.

"Alhamdulillah." Lega Anindya menyentuh dadanya yang terasa berdisko ria, ia duduk membelakangi pintu kamarnya.

Sedangkan sosok tadi, ia mengumpat karena kehilangan jejak. "Sialan! Awas aja." Ucapnya bersmirk dengan senang karena sudah membuat takut mangsanya.

Anindya sangat bersyukur sekali adanya belokan tadi, jadi ada kesempatan untuk berlari menuju kamarnya.

***

"Assalamualaikum." Salam seseorang dari arah pintu kamar Anindya.

Anindya yang mendengarnya langsung mendelik takut, ia masih terbayang dengan kejadian yang tadi terjadi padanya.

Memakai kerudungnya cepat, dan berjaga-jaga dengan membawa sapu lantai yang terbuat dari kayu itu.

Membuka pintunya pelan, Anindya melayangkan sapunya segera. Namun sebelum terkena oleh orang yang tadi mengetuk pintu, kini orang itu terkejut dan menangkap sapu Anindya cepat.

"Astaghfirullah, kenapa sayang?" Tanya Tahfiz terkejut.

Begitupun Anindya, ia sama terkejutnya, "Gus Tahfiz, lama banget sih pulangnya.. Hiks! Hiks! Hiks! Anin-Anindya Takuttt."

Anindya langsung Berhambur ke pelukan suaminya.

"Tenang-tenang, masuk kamar dulu yuk." Ucap Tahfiz masuk dan menutup pintunya kembali, namun Anindya tetep tidak mau melepaskannya, jadilah Tahfiz berjalan pelan-pelan untuk memudahkan Anindya berjalan juga.

"Jelasin coba, kenapa nangis-nangis gini, sampai keringatnya bercucuran banget dari dahi kamu." Ucap Tahfiz mengusap keringat Anindya dengan tangannya sembari duduk di ranjang.

"Ta-tadi hiks! huaaaaaa." Anindya jadi tak tahan lagi menahan tangisnya.

Tahfiz menghela napasnya. "Tenang ya tenang.. Sekarang ada saya bersama kamu, tarik napas dan buang." Instruksi Tahfiz mengusap air mata Anindya juga mencium kedua matanya lembut.

Anindya pun melakukannya sesuai instruksi Tahfiz, kini ia lebih lega dan memeluk sang suami kembali.

"Jelasin pelan-pelan ya." Pinta Tahfiz membuka jilbab yang dikenakan Anindya seraya mengelus rambutnya dengan pelan.

Anindya sedikit mengendurkan pelukannya, ia mulai bercerita kejadian buruk yang di alaminya tadi dengan sejelas-jelasnya.

"Jadi tadi kamu diikutin sosok berbaju hitam?" Tanya Tahfiz terkejut di angguki Anindya.

"Kok bisa?" Tanya Tahfiz menatap Anindya serius.

"Tadi Anindya gabut banget, dan berakhir download Instagram di play store, tapi Anindya juga kepengen foto yang background nya mendukung, mana Anindya tadi laper banget. jadi Anindya keluar menuju Kafe deket sini." Terang Anindya tanpa bernapas, dan kini bernapas dengan leganya.

"Astaghfirullah, kalau disuruh ikut itu makanya nurut, jangan malah membantah suami." Nasehat Tahfiz merangkul Anindya takut kehilangan, untung saja istrinya ini bisa lolos dari orang itu.

"Udah sholat isya' belum?" Tanya Tahfiz tersenyum mencoba menenangkan sang istri.

Anindya menggelengkan kepalanya layaknya anak kecil, "Belum." Balasnya singkat.

"Ayo sholat jamaah, biar kamunya juga tenang."

___________________

boleh komen ya jika ada typo bertebaran:)

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang