Jangan terlalu keras ke diri sendiri, namanya manusia juga punya batas, ngga harus semuanya 'sempurna'.
-Happy reading all-
"Kak." Panggil Rasya ketika mengetahui kakak iparnya itu sudah pulang dari Bandung. setelah ia pulang dari kuliahnya, baru saja Rasya mengetahui betul tentang Abang dan kakak iparnya yang menjadi topik utama dipondok.
Kelihatan sekali dari tatapan mata teduh dari kakak iparnya itu, seperti kurang fresh sedikit lemas.
Anindya yang merasa dipanggil pun menoleh, ternyata semua anggota keluarga berada diruang tamu entah membicarakan apa. Tetapi sepertinya serius banget.
Anindya pun mengalihkan pandangannya, tersenyum kepada Rasya yang memanggilnya. Dan hendak menghampirinya.
"Assalamualaikum." Salam Anindya seketika menjadi sorotan. Semua langsung diam ketika ia datang.
"Duduk sini, Kak." Rasya menepuk kursi disebelahnya. Mendramatiskan keadaan.
"Sini aja." Pinta Tahfiz menggeret Anindya tanpa persetujuannya.
"Iya-iya, yang udah official. Aku aja yang mesti jadi nyamuk." Gerutu Rasya begitu kakak iparnya itu menyetujui duduk disebelah suaminya.
"Makanya nikah."
"Mana ada nikah-nikah, masih kuliah juga." Balas Rasya cepat dengan tangannya menyilang dibawah dada, seolah mengekspresikan kalau ia tak setuju.
"Ya ngga papa, toh kamu juga udah pantes, Dek. padahal dulu pas Mas Tahfiz udah nikah kamu juga pengen." Ucap Tahfiz merangkul pundak Anindya untuk memanas-manasi Adiknya.
Anindya yang dirangkul jadi malu, apalagi didepan Abi dan Umi. Ini pertama kalinya Tahfiz merangkul didepan keluarga. Entah kerasukan apa jadi sedikit manja dari sebelum-sebelumnya. Anindya memandang lurus meja didepannya, sampai akhirnya ia keenakan melamun tanpa sadar.
Sekarang pikirannya masih tertinggal di waktu lampau, tepatnya sekitar beberapa jam yang lalu.
Anindya dan Tahfiz berada diperjalanan hendak pulang. Tiba-tiba cacing-cacing diperutnya meronta-ronta. Jadi Tahfiz memutuskan untuk menepi ke parkiran depan supermarket yang dilewatinya.
saat sedang berada di supermarket, tak sengaja Anindya menabrak orang entah siapa. Intinya orang itu yang seorang pria.
pria itu sempat mengajak Anindya kenalan, tapi sebelum itu Tahfiz sudah muncul dan menggeret Anindya menuju kasir tak lupa membayar apa saja yang diangkut di keranjang.
"Iya kan kak?"
"..."
"Kak." Panggil Rasya sedikit tegas karena tak ada respon dari kakaknya.
"Eh, apa-apa?" Tanya Anindya gelagapan setelah kesadarannya kembali.
"Jawab iya dong kak."
"Iya." Jawab Anindya menuruti perkataan adik iparnya.
"Nah, tuh kan mas ... Kak Anindya aja dukung aku." Ucap riang Rasya begitu Anindya menjawab apa yang disuruhnya tanpa tau kenapa.
"Curang." Sergap Tahfiz.
"Ngga, wle." Rasya senang kali ini bisa menang dari Tahfiz.
Sedangkan Umi menggelengkan kepalanya sembari mengelus dadanya sabar, "Kalian buat rusuh banget kalau disatuin."
"Eh, tapi lebih enak lagi kalau ada Bang Hafiz juga. Pasti lebih seru dan meriah suasana rumah, apalagi aku selalu menang kalo dibela mas Hafiz." Ucap Rasya tiba-tiba.
"Ngga bisa lagi saudara, saya sudah berlatih debat, jadi nantikan saja nanti kalau Hafiz pulang." Tahfiz menggoyangkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri.
Rasya tak sempat membalas lontaran kata Tahfiz, ia jadi ngga sabaran pergi ke kamar mandi.
"Dek-dek, mau kemana kau? Sini, debat belum selesai." Tahfiz seolah menantang.
"Sama kak Najwa Shihab aja sana, sebagai ganttiin aku karena ada panggilan alam." Ucap Rasya sebelum lari ke kamar mandi. Sedangkan Tahfiz tersenyum senang dan gedek dengan tingkah Adiknya.
"Abi mau ngajar dulu ya, Assalamualaikum." Pamit Abi beranjak pergi.
"Waalaikumsalam." Jawab Tahfiz, Anindya, dan Umi kompak.
"Tahfiz juga mau ngajar dulu, Assalamualaikum." Salam Tahfiz sembari menjulurkan tangannya untuk istrinya.
Tak lupa juga menyalimi tangan Umi dengan sopan dan tersenyum tipis.
***
"Kalo makan hati-hati, tersedak kan..." Tahfiz spontan mengambil air untuk diberikan pada Anindya yang tiba-tiba saja tersedak.
Anindya menganggukkan kepalanya, ia meminum air yang diberikan oleh Tahfiz sampai tandas tak tersisa sedikit pun. padahal itu air yang ia ambilkan untuk suaminya, malah ia yang meminumnya sendiri.
"Udah, nak?" Umi sedikit khawatir karena hidung Anindya sedikit merah.
Anindya tersenyum dan terkekeh pelan. "Ngga papa kok, Umi" Balas Anindya terpaksa tersenyum walaupun dadanya sesak karena baru saja tersedak.
"Alhamdulillah..." Ucap kompak Abi dan Umi.
"Terus-terus, rencananya gimana Umi?" Tanya Tahfiz setelah menyelesaikan acara makannya.
"Ki-kita liburan aja yuk, jarang banget loh sekeluarga refreshing." Celetuk Rasya sedikit susah karena masih belum sampai meneguk minumnya.
"Kemana?" Tanya Anindya mulai antusias.
"Em--- ke Turki yuk, enak banget di sana... Ketagihan banget tahun lalu liburan sama temen aku di sana." Rasya mulai membayangkan bagaimana senangnya ia kalau kesana lagi yang kedua kalinya.
"Tapi ngga enak kalo ngga ada Hafiz, apalagi adik aku yang tengil itu belum tau kalau Abangnya udah nikah." Tukas Tahfiz.
Degg!
Jantung Anindya serasa mau lompat dari tempatnya, berdegup lebih cepat lumayan terkejut juga.
"Bagaimana kalau liburannya ke Madinah aja? Sekalian jenguk Hafiz dan beri kejutan kalau Abangnya udah punya istri." Ucap Abi ikut menimbrung.
"Setuju." Sahut Rasya cepat.
Umi menganggukkan kepalanya. "Na'am, Umi setuju banget. Untuk pondok, sementara pondok putra diurus oleh Ustadz Haikal sama Ustadz Farhan, dan untuk pondok putri diurus oleh Ustadzah Alif sama Ustadzah Zahro'."
"Gimana pendapat yang lain?"
"Terserah Umi." Tahfiz tersenyum dan merangkul Anindya, Sedangkan Anindya tersenyum getir.
___________________
helo! sapa Kaka
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohin With Gus | End
Teen Fiction⚠️Bucinable area!⚠️ Judul awal : Santri Kampret NOTE : REVISI BERTAHAP Bagaimana jadinya kalau seorang Anindya yang bandel dan suka bikin onar diperebutkan oleh dua Gus beradik kakak? Anindya Alisya Syahreza. Anindya merupakan salah satu siswi pali...