part : 38

21.8K 1.4K 22
                                    

Bersyukur untuk sesuatu yang hadir itu biasa, tetapi bersyukur atas sesuatu yang hilang itu luar biasa. Karena percaya bahwa dibalik setiap kehilangan, ada Allah yang sejatinya sedang menyelamatkan.

-Happy reading-


"AAAAAAAA."

Anindya sangat-sangat terkejut ada sebuah bangkai ikan yang ditaruh disebelah tidurnya tadi, tapi kok bisa? padahal kan tadi tidak ada. Dan yups! Pasti orang itu menaruh di sekeliling tubuh Anindya ketika ia tidur sebentar.

refleks Anindya turun dari ranjangnya segera menuju temannya pastinya, karena sedang dalam keadaan palang panik bin jijik dengan cekatan Anindya langsung turun tampa memikirkan memakai sendalnya.

"Akkhh!"

"ANINDYA!!" teriak serempak Erlin, Jihan, Lita dan Annisa panik.

Tiba-tiba tanpa terduga sama sekali, Anindya menginjak jarum yang tak bisa dibilang sedikit disekitar sendal Anindya.

"Akkhh!" Desah Anindya makin kesakitan.

"Ya Allah, gimana ini?! Darah Anindya semakin banyak!" Panik Annisa keluar mencari pertolongan, begitu juga Jihan yang ikut bersama Annisa.

"Sabar Anindya, Annisa dan Jihan lagi cari pertolongan, yang kuat ya, jangan buat aku tambah panik hiks! Hiks! Hiks!" Ujar Erlin menangis melihat Anindya kesakitan begini.

"Gue udah ngga tahan lagi...." Lirih Anindya tak kuat melihat darahnya yang keluar segitu banyaknya.

"PLISS, ANINDYA KAMU BERTAHAN!" ucap Lita menggerakkan tubuh Anindya.

"Akkh... Gue udah ngga tahan lagi." Keluh Anindya merintih kesakitan.

"ANNISA, JIHAN, CEPETAN!!!" Teriak Erlin bodo amat dengan santri lainnya yang mendengar kehebohan dari kamarnya.

"Anindya!" Teriak terkejud Erlin dan Lita yang semakin menangis parah.

Kini Anindya sudah tak kuat lagi, dan pingsan dengan keadaan yang tak bisa dibilang biasa aja, melainkan sudah parah, darah segar mulai banyak sekali berkeluaran dan Anindya yang berkeringat di bagian dahinya karena menahan perihnya sakit.

Kabar Anindya yang terkena jarum begitu banyaknya kini mulai menyebar di seluruh pondok, sekarang mulai berdatangan para santri putri disekitar kamar Anindya. Santri putra memang tidak dibolehkan masuk diarea santri putri.

Jihan memang heboh dan teriakam extra penuh tangisan, semua orang yang dilaluinya diberi kabar dan meminta pertolongan.

Tanpa melihat tampilannya yang awut-awutan, Annisa dan Jihan berlari menuju ndalem dan kantor pengurus kalang kabutnya.

Dengan Jihan menuju ndalem dan Annisa yang menuju pengurus yang ada di belakang rumah ndalem.

"Assalamualaikum! Kyai, Bunyai." Panggil Jihan sesampainya di ndalem dengan ngos-ngosan saking keselnya berlarian dalam jarak jauh, layaknya sedang lomba tingkat nasional kejuaraan atlet seluruh dunia.

"Ada apa?" Tanya Tahfiz keluar dari kamarnya sedikit lari.

"U-ustadz, A---"

"A apa? Ayo teruskan, Tarik napas dulu baru ngomong." Intruksi Tahfiz.

Jihan menurut dan menarik napasnya panjang-panjang dan mengeluarkan nya kembali.

"Kaki Anindya kena jarum banyak banget, sampe darahnya keluar semua Ustadz." Ucap Jihan setelahnya.

Tahfiz terkejut, dan dengan cekatan berlari menuju kamar area pondok putri tanpa memikirkan pikiran-pikiran santri-santri yang melihatnya seperti kesetanan.

Persetan dengan santri-santri, Tahfiz tak memikirkan itu dan bodo amat. Pokoknya yang ada dalam pikirannya hanyalah Anindya istrinya yang terkena jarum itu.

Sesampainya, Tahfiz langsung mengetok pintu dengan keras karena ngga langsung dibuka oleh orang yang ada didalamnya.

"Assalamualaikum." Ucap Tahfiz khawatir.

Erlin pun membukakan pintu dengan segera, sedikit berjalan cepat karena orang itu mengetuk sangat kerasnya.

"Waalaikumsalam, Ustadz?!" Terkejut Erlin dan semua santri putri yang ada dikamar ini, dan setelah sadar mereka semua pun menunduk hormat.

"Astaghfirullah! Bagaimana ini kok bisa terjadi?" Tanya Tahfiz sembari memindahkan kepala Anindya berbantalan dengan pahanya.

Betapa terkejutnya para santri putri yang ngga tau, kecuali teman-teman yang sekamar Anindya pastinya.

"Ustadz kok kesini?" Tanya Rachel terkejut dan iri dengan Anindya yang bisa dalam pangkuan Ustadz yang sangat di idam-idamkan tentunya.

"Kalian jangan dulu berpikiran negatif tentang saya, terlebih dahulu kita selamatkan ukhti ini terlebih dahulu." Ucap Tahfiz yang menebak pasti santri-santri heran dengannya.

Dan kini datang para pengurus putri bersama Annisa. Pengurus putri juga sama terkejutnya dengan santri lainnya, juga Ustadzah Alif yang mengernyitkan dahinya.

"Ustadz."

"Saya mohon jangan berpikiran negatif dulu terhadap saya, sekarang salah satu dari kalian panggilkan ambulance." Pinta Tahfiz yang begitu terlihat khawatirnya.

"Udah Ustadz, kita tadi udah menelpon ambulance dari telpon pengurus yang tersedia." Ujar salah satu santri mewakili.

Tahfiz menganggukkan kepalanya paham dan mengelus kepala Anindya yang udah bercucuran keringat.

Rasanya Tahfiz juga ikut merasakan kesakitan yang dialami istrinya, tak tega melihatnya seperti ini.

Terdengar suara ambulance datang, semua santri berminggiran memberikan jalan.

Dengan pelan, Tahfiz menggendong Anindya menuju Ambulance itu, begitu terkejutnya ustadzah Alif mengetahuinya. Tetapi ustadzah Alif juga tak berani kalau melarangnya.

"Afwan sebelumnya Gus, saya ngga bermaksud, seharusnya Gus ngga kesini, dan ngga sepantasnya Gus menggendong seorang gadis perempuan yang bukan mahramnya." Ucap ustadzah Alif mengikuti Tahfiz dari belakang dengan perasaan tak enak mencoba menyadarkannya.

"Udah saya bilang, disaat-saat panik kaya gini, jangan berpikiran negatif dulu pada saya."


________________________

Ada yang mau disampein :

Gus Tahfiz?

Anindya?

Author?

Jangan lupa vote and komen sebelum pergi dari siniii yaahh!!

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang