“Yuk, baca Qur'an
Jangan tunggu waktu luang untuk membaca Al-Qur'an, tapi luangkan waktumu untuk membaca Al-Qur'an.”-Happy reading-
Setelah selesai sholat Jumat, Tahfiz pulang sambil menyampirkan sajadah dipundaknya. Dengan santai berjalan sembari bersenandung sholawat juga melihat beberapa objek pemandangan yang menarik perhatiannya.
Banyak dari perempuan-perempuan sekitar rumah Anindya yang memuja Tahfiz ketika berjalan didepan rumah mereka, memakai sarung dan baju koko dengan sajadah yang pas tersampir dipundaknya. Memang rumah Anindya tidak dekat dari masjid, namun juga tidak jauh dari masjid, tengah-tengah antara keduanya.
Kini Tahfiz sampai di depan rumah, Tak lupa untuk salam terlebih dahulu sebelum memasuki rumah.
"Assalamualaikum," Ucap Tahfiz di depan pintu dengan sopan dan berwibawa.
"Waalaikumsalam," Jawab semua orang yang mendengar salam dari Tahfiz barusan.
"Eh nak Tahfiz, baru pulang dari masjid?" Tanya Nisa yang lagi bersantai sambil menonton televisi bersama kerabat yang lain diruang tengah.
Tahfiz tersenyum ramah. "Iya, Bun. Baru aja pulang."
Nisa terkekeh pelan. "Oh iya, tadi temen Anindya dateng ke sini. Kalau mau ke kamar ketok pintu dulu ya, siapa tau mereka lagi nggak make jilbab," Kata Nisa mengingat kelakuan anaknya jika sedang bersama teman satunya itu.
"Iya kalau Anindya yang dilihat, tapi kalau temennya yang kelihatan?" Timpal Mika, Tante Anindya.
"Iya Bun, Tante. Yaudah kalo gitu Tahfiz ke atas dulu ya, semua." Pamit Tahfiz berjalan menuju kamar Anindya yang berada di atas.
Disisi lain, Anindya sedang di kamar dengan ditemani Lita yang receh banget bicaranya. sedangkan Erlin, Jihan dan Annisa sudah kembali ke pondok bersama Kyai dan Umi dari selesai acara tadi. Memang Acara pernikahan ini tidak mewah yang biasa dihadiri banyak orang, melainkan hanya acara pernikahan ijab qobul sederhana yang dihadiri kerabat dan keluarga penting saja.
Tok! Tok! Tok!
Ketuk Tahfiz menunggu Anindya membukakan pintunya.
"Suami lo?" Lita berjingkat kaget dari sofa, masalahnya ia lagi tidak memakai jilbabnya. Mereka berdua sedang mengeringkan rambutnya sehabis menggunakan shampo terbaru.
Mata Anindya membola. "Cepetan pake jilbab lo!" Perintah Anindya sembari menyambar jilbab instan nya.
"Iya bentar!!" Teriak Anindya, berjalan untuk membukakan pintu.
"Eh Gus Tahfiz," Ucap Anindya seolah-olah terkejut dengan kedatangannya.
Tahfiz mengulum senyumnya, lalu mengulurkan tangan kanannya ke depan Anindya, sementara Anindya masih bingung dengan isyaratnya yang tiba-tiba.
"Apa?" Tanya Anindya bingung.
"Salim." Anindya hanya terkekeh dan segera mengambil tangan suaminya dan mengarahkan ke pipi.
"Ulang."
"Udah ah, kenapa harus diulang?"
Tahfiz mengambil tangan Anindya. "Salim yang bener itu gini, Humaira." Tahfiz mencium tangan Anindya dengan lembut untuk mencontohkan.
Sedangkan Lita yang di dalam membulatkan matanya sempurna, Bisa-bisanya dua orang makhluk romantis di depan orang yang masih jomblo seperti dirinya. enggak kelihatan apa ada ia juga di sini.
"Jangan romantis dulu, ada yang masih jomblo nih." Celetuk Lita sambil menyambar Pocky di atas nakas.
"Siapa?" Tanya Tahfiz menatap Anindya dan berganti mengarah Lita yang santainya duduk di ranjang pengantin baru ini.
"Oh ya, kenalin diri kamu Lita." Suruh Anindya dan diangguki Lita sambil menuruni ranjang.
"Perkenalkan, Gus. Saya Lita sahabat terkeceh Anindya dari sekarang sampai seterusnya." Ucap Lita memperkenalkan dirinya pede sambil mengangkat tangannya bersiap berjabat tangan dengan Tahfiz.
Tahfiz hanya menelungkupkan tangan didepan dada, tidak membalas uluran tangan Lita yang sampai sekarang belum ditarik karena masih melongo melihat Tahfiz menolak uluran tangannya. Laki-laki pertama kali yang menolak uluran tangan seorang Lita.
"Wust!" Anindya menyenggol tangan Lita yang masih melayang.
Lita pun segera menetralkan tampangnya yang sangat memalukan itu. Mana di depan Gus lagi.
"Bener-bener nih suami Anindya. Gue kan jadi malu kalo kek gini. Ya Allah... tolong buatlah seorang Lita menghilang dari sini." Batin Lita kesal.
"Y-yaudah gue mau ke bawah dulu ya pengantin baru, kayaknya dipanggil sama Tante Nisa tuh," Kata Lita keluar bersama cemilan ikut terbawa juga olehnya.
Semenit berikutnya, tiba-tiba Lita kembali lagi dihadapannya Anindya. "Jangan lupa buat ponakan yang imutch-imutch buat gue ya!" Lita langsung melarikan diri dengan cepat sebelum di tendang keluar sama Anindya yang terlanjur malu setengah hidup dengan ucapannya tadi.
Setelah kepergian Lita, kini pengantin baru saling mengheningkan cipta. Entah mengapa setelah Lita meminta ponakan membuat Anindya jadi canggung mau bicara.
Sedangkan Tahfiz memandangi lekat Anindya yang sudah halal baginya, tak menyangka akan menikah dengan Anindya yang selama ini ia cintai dalam diam.
Tahfiz sangat bersyukur memiliki istri yang cantik dan sedikit pecicilan menurutnya.
"Kenapa liat-liat?" Tanya Anindya risih ditatap dari tadi, membuatnya salah tingkah saja.
"Gabut aja." Jawab Tahfiz asal tetap menatap Anindya dengan senyuman yang melekat dibibirnya.
"Ish! Apaan sih liat-liat?" Salah tingkah Anindya sedikit menjadi dan pindah duduk ke arah sofa.
"Emang enggak boleh liatin istri sendiri?" Tanya Tahfiz menaik turunkan sebelah alisnya.
"GAKK BOLEHHH," Jawab Anindya dengan kilat menutupi mukanya dengan bantal sofa.
"Boleh dong, Humaira. Lagian tidak ada yang melarang, sah-sah saja jika saya lihatin kamu seperti ini, apalagi kalo pegangan tangan dan yang lainnya malah dapat pahala," Kata Tahfiz sedikit menggoda. Bukan sedikit lagi kalau menurut Anindya, BANYAK malahan.
BANYAK.
BANYAK woi.
Sekali lagi BANYAK catet kalo lupa hahaha.
Dan kini pipi Anindya semakin bersemu merah kalau keadaannya begini terus. Anindya pun berinisiatif membantu Bundanya mencuci piring di dapur.
"Mau ke mana?" Tanya Tahfiz ketika Anindya beranjak keluar.
"Mau cari duda," Jawab Anindya terkekeh geli atas ucapannya.
"Yaudah, saya ikut," Ucap Tahfiz langsung beranjak menuju Anindya.
"Mau ngapain?"
"Saya juga mau cari janda," Kata Tahfiz mencebikkan bibirnya.
"Astaghfirullah Gusssss."
"Kenapa?"
"Awas aja kalau sampe berani cari janda."
"Berani kok saya."
"Ih!" Anindya mencubit gemas perut suaminya.
Tahfiz meringis sembari memegangi perutnya. "Aduh-aduhh, sakit humaira..."
"Eh-eh, Anindya kenceng banget ya cubitnya? Maaf... Perasaan tadi pelan deh."
Tahfiz menyemburkan tawa. "Istri siapa sih, gemes bangettt."
__________________
Next part yuhuuu...
Terima buat kalian yang sudah berkunjung ke cerita ini 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohin With Gus | End
Teen Fiction⚠️Bucinable area!⚠️ Judul awal : Santri Kampret NOTE : REVISI BERTAHAP Bagaimana jadinya kalau seorang Anindya yang bandel dan suka bikin onar diperebutkan oleh dua Gus beradik kakak? Anindya Alisya Syahreza. Anindya merupakan salah satu siswi pali...