part : 50

21.2K 1.1K 38
                                    

Jika kalian berbuat baik, sebenarnya kebaikan itu untuk kalian sendiri [ QS. Al isra 17.7 ]

-Happy reading all-

Sudah begitu lama di cafe, kini Anindya dan Tahfiz memutuskan untuk melanjutkan pergi ke mall. Hitung-hitung liburan setelah pernikahannya, lagian mereka berdua besok harus kembali lagi ke pondok pesantren lagi.

"Di pakai seat belt nya." Pinta Tahfiz ketika Anindya tak hendak memakainya.

"Bentar."

Anindya pun meminum minumannya sekali lagi dan segera memakai seat belt dengan cepat agar suaminya ini tidak membatalkan untuk pergi ke mall.

Tak begitu lama, kini mobil yang dikendarai oleh Tahfiz sampai di tujuan. Mereka berdua pun turun dan masuk ke dalam mall dengan riang. tak bisa dibilang mereka berdua sih, melainkan hanya Anindya saja yang paling riang dan gembira.

Begitu masuk ke dalam, satu yang paling dituju Anindya, yaitu ke arah permainan yang disediakan begitu luas dan menarik untuk dimainkan.

"Naik itu yuk, Gus." Pinta Anindya menunjuk suatu wahana yang banyak sekali anak kecilnya.

"Jangan permainan ya, mending makan aja yuk." Ajak Tahfiz hendak menggandeng Anindya berbalik, namun bukan Anindya kalau tidak bisa membujuk.

"Ayolah, Gus. udah lama banget ini gak main mainan di mall."

"Curhat, Ning?"

"Ngga, lagi tidur." Jawab Anindya kesal.

Tahfiz terkekeh geli. "Ini tempat mainan anak kecil, sayang."

"Itu buktinya ada nenek-nenek juga main kok, pokoknya Gus Tahfiz juga harus ikut."

Tahfiz memejamkan matanya perlahan, pasti sebentar lagi ia akan berdebat. "Saya ngga bisa Anindya..."

"Demi Anindya..." bujuk Anindya dengan puppy eyesnya.

"Kamu aja yang main ya, saya ngga pantes banget. Iya kalau kamu, kamu masih keliatan muda 'lah saya?"

Anindya menyengir kuda. "Masa sih? Tapi betul juga kata Gus Tahfiz, udah tua ya." Anindya seketika tertawa.

***

Setelah dari mall, Anindya dan Tahfiz langsung pulang. Dikarenakan hujan tiba-tiba turun tanpa diinginkan, tapi ngga papa, Allahuma shoyyiban nafi'an itulah yang di ucapkan Tahfiz dan Anindya ketika hujan turun.

"Akhirnya sampai juga." Ucap Anindya lega duduk di sofa sambil merentangkan tangannya.

"Mandi dulu." Ingatkan Tahfiz yang baru masuk.

"Bentar lah, lagi males banget ketemu sama air."

"Gegayaan males ketemu sama air, besok-besok kalau lagi gerah terus badannya lengket banget mesti merengek."

"Ngga ya..." Telak Anindya masih bergelayut di sofa.

"hooh tenan."

Anindya tertawa puas. "Gus Tahfiz persis Gus Samsudin."

"Kamu dulu atau saya dulu?" Tawar Tahfiz menaik turunkan alisnya.

"Em---"

"Atau mandi bareng?" Tawar Tahfiz lebih menggoda keimanan dan ketaqwaan Anindya yang notabenenya gampang blusing.

Sedikit memanyunkan bibirnya, Anindya menyambar handuk dan berlari menjauh dari Tahfiz untuk menutupi pipinya yang udah asli original merah jadi lebih merah.

Persetan dengan Anindya yang blusing, Tahfiz sangat menyukai itu. apalagi dengan Anindya yang menggemaskan.

Tak berslang lama, Anindya membuka pintu kamar mandi dengan hanya memakai rok sebagai penutup tubuhnya sampai dada. Entah karena apa tumben-tumbenan bisa cepat.

Ceklek!

Tahfiz seketika menoleh. "Tumben cepet banget mandinya?"

Perasaan Anindya sekarang campur aduk, bisa-bisanya ia lupa tidak membawa benda yang rawan dengan laki-laki.

"Em--- Gus." Panggil Anindya mengintip di sela-sela pintu yang dibukanya sekecil mungkin.

"Iya." Jawab Tahfiz menaikkan sebelah alisnya.

"Apa ya."

"Apa gimana?"

Malu sekali astaghfirullah! Mau dipasang di mana mukanya kalau Anindya mengucapkan nama benda rawan itu.

"Kenapa?" Coba tanya Tahfiz lebih lembut dan bingung dengan Anindya yang tak kunjung keluar malah manggil-manggil gak jelas.

Anindya menutup mukanya sebelum itu, namun masih memegangi bagian knop pintu. "Boleh minta tolong ambilin dalaman Anindya di lemari huaaaa maluuuu plisss."

Tahfiz tertawa senang karena Anindya makin malu, sampai hampir kejedot lemari karena berjalan tertawa lenggak-lenggok. Bahkan sampai batuk-batuk karena ketawa.

"Gus, cepet ih! Sampai batuk-batuk tuh."

"Nih." Tahfiz memindahkan benda yang amat sangat rawan disentuhnya, bahkan ini pertama kalinya ia menyentuhnya.

"Makasih." Anindya buru-buru cepat mengunci pintu kamar mandi setelah menerima apa yang dibutuhkannya.

Tak perlu waktu lama lagi, Anindya sudah rapi menggunakan pakaian yang pas sekali ditubuhnya.

"Batuk-batuk sampai keluar dahak ngga tuh? makanya jangan ketawain istri yang lagi nahan malu malah diketawain." Omel Anindya yang menyisir rambutnya setelah di hair-dryer olehnya.

"Saya kalau batuk bukan keluar dahak, tapi keluar negeri."

_____________________

Membagongkan sekali bukannnn

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang