-Happy reading-
"Watashi."
"Nggak papa, manggil aja." Tahfiz menoleh sebentar, setelah itu langsung pergi ke kamar.
"Mas!"
Tahfiz menoleh sembari terkekeh. "Iya-iya." Tahfiz mendekat ke arah Anindya seolah tau apa yang dimaksud istrinya itu.
"Kenapa hm?"
"Mau mangga, boleh ya ..." Dengan memasang muka andalannya Anindya meminta.
"Ayok."
"Kemana?"
"Pergi, cari penjual mangga yang kamu minta."
Anindya menepuk keningnya. "Nggak gitu maksudnya, aku maunya mangga asli dari pohonnya."
Tahfiz melongo dibuatnya. "Cari dimana? Langka kalau disekitar sini, sayang."
"Masa sih ... Nggak percaya sama, mas. Musrik nanti." Ucap Anindya membalik kata-kata yang dibuat suaminya di rumah sakit kemarin.
Tahfiz menghembuskan napasnya. "Terserah kamu aja deh, mas ngikut aja mau kemana."
"Serius?"
"Mas udah serius dari lama, dari mas mengucapakan kalimat sakral saat pernikahan kita."
"Gombal."
"Ngga ngegombal kok ... Asli yang ada cap badaknya."
"Mulai deh, sinetron azab."
"Dari mananya sinetron azab? Nggak ada tuh."
"Ya itu, ngebuat istrinya kesel."
"Ada apa ini anak-anak? Kok kalian berdua ngerusuh sendiri ..." Bunda datang sembari membawakan kopi untuk suaminya yang berada diruang tamu.
"Udah nggak anak-anak, Bunda ... Udah mau punya anak malah." Anindya berucap tak terima.
Bunda menggelengkan kepalanya dan melewati Anindya bersama menantunya diruang tengah dengan televisi yang menyala melihat mereka berdua.
"Kemana?" Tanya Tahfiz dibuat bingung.
"Keliling rumah tetangga."
"Yaudah, mas mau ganti baju dulu." Ucap Tahfiz di angguki Anindya.
🍁🍁🍁
"Wah, tumben mas Tahfiz pakai kemeja dan celana panjang." Anindya terheran.
"Seperti anak muda kan, iya kan?" Tahfiz menaik turunkan alisnya bertanya.
"Nggak tuh, udah tua juga."
"Tapi suka kan?"
"Biasa aja."
Tahfiz cemberut dibuatnya, sedangkan Anindya tersenyum senang bisa membuat suaminya kesel.
Anindya menyambar tangan suaminya, dan menggandengnya berjalan keliling desa.
"Adanya pohon rambutan, sayang."
"Cari, harus berusaha dan kuat tenaganya."
Tahfiz pun menurut dan terus berjalan digandeng sang istri tercintanya.
"Mangga, ibuk-ibuk ..." Tahfiz tersenyum ramah pada tetangga yang sepertinya lagi berkumpul dengan tetangga lainnya. Gosip kali ya😆
"Eh, iya Gus ..."
"Siapa di sebelahnya, Gus ...." Celetuk tetangga cepat, takut Gus nya sudah berjalan duluan.
Anindya tersenyum ramah juga dengan tetangga. "Istri."
"Cantik pisan Ning, jadi insekur melihatnya." Ucap tetangga memandangi isteri Gus nya.
"Alhamdulillah, syukron." Balas Anindya.
"Bukan insekur buk, tapi insecure." Ucap Anak dari tetangga tadi.
"Pokok itulah, yang penting benar." Gerutu ibu itu merasa malu dihadapan istri Gus nya.
"Benar dari mananya coba." Gumam anak itu yang masih bisa didengar oleh semua orang.
"Kami berdua pergi dulu, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Pamit Anindya dan Tahfiz.
"Waalaikumsalam Gus, Ning ..." Jawab tetangga serentak.
Anindya dan Tahfiz kembali menyusuri komplek dengan sesekali bercanda gurau, membuat orang yang melihatnya iri dan baper sekaligus.
"Kok nggak ada ya, mas." Keluh Anindya berhenti menjalankan kakinya.
"Udah dibilang apa tadi?" Tahfiz berkacak pinggang dihadapan sang istri yang malah cengengesan tak jelas.
Anindya melihat sekeliling, ketika mau menghadap suaminya, Anindya tak sengaja melihat mangga jatuh dari pohonnya.
"Itu!" Anindya menunjuk salah satu pohon.
"Apa?"
"Mangga, iya itu mangga ..." Anindya berbinar melihatnya.
Tahfiz memandang arah tangan Anindya yang menunjuk sesuatu.
"Akhirnya ketemu sama pacar."
"Siapa?" Tahfiz mendelik tajam ketika mendengar kata 'pacar' dengan jelas.
Anindya nyengir tak jelas. "Nggak ada, mangga yang jadi pacar Anindya."
Tahfiz bernapas lega mendengarnya sembari mengelus dada mendengar ucapan absurd Anindya.
"Dan bakso adalah selingkuhan Anindya." Ucapnya dengan santai sambil berjalan menuju pohon mangga itu.
"Iya, terserah kamu aja."
"Jaemin juga pacar kedua jangan lupa."
"Kamu hidup aja jaemin nggak tahu, sayang."
"Biarin."
Tahfiz berjalan menuju pemilik pohon yang ditunjuk Anindya tadi untuk meminta izin. Setelah mendapatkan izin, Tahfiz berjalan menuju Anindya yang lagi duduk di samping pohon mangga itu.
"Mas."
"Apa?" Tahfiz udah tau apa maksud istrinya, tapi kali ini ia ingin jahil nggak papa lah ya.
"Udah tau lah, Anindya mau apa ..." Ucapnya manja.
"Mas nggak tahu."
"Suara hati istri telah meronta-ronta."
Tahfiz terkekeh pelan dengan tingkah Anindya yang tiap harinya semakin random. "Saya nggak bisa manjat."
"Terus apa gunanya ganti baju kalau nggak buat manjat."
"Ya tetep buat nutupin aurat."
"Mas."
"Hm."
"Ayolah manjat."
"Nggak bisa, banyak semut rangrang yang lagi baris-berbaris di pohon."
"Tinggal tepok lah."
"Nanti semutnya balas dendam sama mas gimana?"
"Alesan teroooos."
_______________________Semoga kalian suka♡
yuhuuuusee you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohin With Gus | End
Teen Fiction⚠️Bucinable area!⚠️ Judul awal : Santri Kampret NOTE : REVISI BERTAHAP Bagaimana jadinya kalau seorang Anindya yang bandel dan suka bikin onar diperebutkan oleh dua Gus beradik kakak? Anindya Alisya Syahreza. Anindya merupakan salah satu siswi pali...