part : 15

26.6K 1.4K 7
                                    

Kebodohan itu merusak, tetapi merasa dirinya paling pintar lebih merusak.

-happy reading-

Pagi-pagi buta Anindya sudah berada dalam kelasnya. Ia menelungkupkan wajahnya diatas meja sambil memejamkan matanya karena lelah semalaman setoran hafalan sama Gus Tahfiz sampai hafal.

Beberapa jam kemudian, kelas mulai ramai didapati siswi-siswi yang pada datang. Kelas santri putra dengan santri putri memang tidak dijadikan satu, karena sudah peraturan yang harus ditetapkan.

"Assalamualaikum." Salam Jihan yang baru saja datang terdengar jelas di telinga Anindya.

"Waalaikumsalam." Jawab teman-teman sekelas yang mendengarnya.

Dengan lihainya, Jihan berjalan menuju bangku paling belakang. tepatnya pada orang yang lagi menelungkupkan wajahnya diatas meja.

"Assalamualaikum." Salam Jihan mencoba membangunkan Anindya dari tidurnya.

"...."

"Assalamualaikum, ukhti." Ulang Jihan mengelus puncak kepala Anindya.

Anindya mendongakkan wajahnya mengarah pada sang pelaku yang sudah mengganggu acara tidurnya.

"Apaan sih, Lo."

"Aku tadi salam, kenapa ngga dijawab?"

"Udah gue jawab." Ucap Anindya melanjutkan acara tidurnya.

"Kapan? Kok aku ngga kedengaran." Heran Jihan sembari membenahi tatanan jilbabnya.

"Udah gue jawab dari hati."

Jihan duduk ditempat duduknya dekat meja Anindya. Ia menghela napasnya juga menggelengkan kepalanya.

"Kenapa datang pagi-pagi, Anindya?" Tanya Erlin ikut duduk disebelah Anindya.

Anindya menegakkan tubuhnya memberengut kesal. "Gue cape kalau ngaji dulu setelah sholat subuh, mending bolos aja ke kelas."

"Kamu dicariin Bu nyai tau, kita juga bingung mau jawab apa." Ujar Annisa langsung duduk disebelah Jihan.

"Gue cape banget, dari setelah isya' sampai jam 10 malam gue hafalan Al-Qur'an sama Gus Tahfiz."

"Kita-kita juga cape, dari setelah isya' sampe jam 10 kita syawir di ruangan ustadzah, kamu masih enak bisa izin karena mau menjalankan takziran dari Gus Tahfiz." Ucap Jihan sembari mengeluarkan buku pelajarannya.

"Malah adu nasib, gue kan lagi curhat." Anindya memijat pangkal hidungnya kesal.

"Tarik napas dulu.. keluarkan." Instruksi Erlin sembari melakukannya.

"Sekarang ngga usah dibahas lagi, bahas yang lain." Lanjutnya.

Annisa beranjak berdiri. "Aku mau ke toilet dulu, assalamualaikum." Pamit Annisa pergi.

"Waalaikumsalam."

"Besok bukanya ada pasar malem?" Tanya Jihan berbinar.

Erlin memikirkan sesuatu. "Iya juga, aku pengen banget kesana. Tapi apa boleh sama pengurus?"

"In sya Allah, besok malam kita izin dan semoga kita dibolehin." Respon Jihan berdoa.

"Aamiin." Anindya mengamini.

Tidak lama kemudian Annisa datang sembari membawa kue cukup besar.

"Nih, ayo makan sama-sama." Annisa menyodorkan kue yang cukup besar.

"Tumben, ada acara apa Lo sampe bawa kue gini." Anindya mengambil sepotong kue itu.

"Tadi sebelum masuk ke kelas Bu nyai manggil aku dan memberi aku kue ini, ngga tahu juga ada acara apa di ndalem." Jawab Annisa sebelum memakan kuenya.

"Berarti kita jamkos?" Mata Anindya berbinar sembari tersenyum berharap pada hari ini tidak ada ustadz dan ustadzah yang mengajar.

Annisa menggelengkan kepalanya. "Ngga tahu juga."

"Eh iya, Ada yang mau kue ngga? Silakan ambil kalau mau." Annisa menawarkan pada teman sekelasnya.

Kini meja Annisa ramai dipenuhi temannya mengambil kue bergantian.
Para santri senang karena kue yang ditawarkan Annisa dari Bu nyai. karena dari Bu nyai, para santri-santri mengharapkan  barokahnya dari kue itu.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam ustadzah dari arah pintu.

Para santri terkejut. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, ustadzah."

"Silakan duduk ditempat masing-masing."

TBC

Lagi males nulis, makanya segini dulu ya...

Assalamualaikum ✋

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang