part : 42

20.3K 1.2K 12
                                    

Perkara yang paling indah yaitu kalau kita bisa disiplin

-Happy reading all-

Setelah tadi semua orang pada menjenguk Anindya, Anindya memaksa untuk segera pulang dengan jurus andalannya yang mampu membuat semua orang luluh, terutama suaminya.

Saat ini, Anindya sudah diboyong dari rumah sakit yang justru membuatnya sengsara dari pada membuatnya sembuh dan bahagia.

Bisa keluar dari rumah sakit bagaikan menghirup aroma kebebasan dari seorang Anindya. Beruntung banget Anindya memiliki suami yang peka dan menuruti permintaannya.

"Gus Tahfiz." Panggil Anindya pada suaminya yang sedang menyetir mobil.

"Kenapa, hm?" Jawab Tahfiz menoleh sebentar dan kembali fokus ke depan menyetir mobilnya.

"Kenapa, sayang?" Tanya Umi yang berada di belakang Anindya bersama Bundanya.

"Katanya, kemarin Gus Tahfiz gendong aku di depan santri-santri ya, Umi?"

"Terus kenapa sayang?" Tanya Mommy terheran.

"Pokok Anindya ngga mau mempublikasikan pernikahan Anindya sama pak Ustadz." Ujar Anindya memanyunkan bibirnya.

"Tapi kenapa?" Tanya Tahfiz menoleh sebentar.

"Ya ngga mau aja, pokok aku tetep ngga mau mempublikasikan hubungan aku sama Ustadz." Putus Anindya sepihak.

Tahfiz menghela napasnya pelan. "Sampai kapan harus di rahasiain terus...."

"Sampai kulo siap." Jawab Anindya sedikit tak enak pada semua keluarganya yang segera ingin mempublis pernikahannya.

"Terserah kamu aja." Pasrah Tahfiz.

Tak berslang lama, mobil sudah berhenti di area pondok, tak lupa ada bergrumbulan para santri yang menyambut kepulangan Anindya dan menghormati keluarga kyai.

"Assalamualaikum." Salam kyai ketika turun dan semua santri putra menyalimi tangan kyai dan Daddy Anindya dengan hormat. Begitupun santri putri yang menyalimi Umi dan Mommy Anindya.

Yang terakhir, Tahfiz menggendong Anindya ala bridal style masuk ke ndalem.

Dengan hal itu, para Santri dan Ustadz Ustadzah dibuat cengo oleh Tahfiz yang dikenal cool dan anti terhadap perempuan kecuali Umi dan Rasya adiknya.

Setelah itu pun para santri dibubarkan dan melakukan kegiatan pondok seperti biasanya.

Banyak bisik-bisik dan gibahan dengan topik utamanya adalah Anindya.

Tak terbayangkan berita Anindya yang digendong oleh Ustadz Tahfiz begitu cepat menyebar.

Kini Anindya diangkat menuju ranjang kamar Rasya, takut ada yang curiga kalau diangkat ke ranjang kamar Tahfiz.

Kamarnya besar, bahkan lebih besar dari kamar Ustadz Tahfiz yang selalu ia tempati. Hanya saja bercat pink yamg membuat Anindya sedikit tidak nyaman.

"Selamat datang, Mbak Anindya." Ucap bersemangat Rasya.

Anindya tersenyum manis. "Makasih ya."

"Santai aja." Balas Rasya selayaknya akrab sekali dengan Kakak iparnya.

"Assalamualaikum." Salam seseorang dari pintu kamar Rasya.

"Ayah... Bunda... Sini dong." Ucap Anindya senang.

"Kakinya masih sakit?" Tanya Ayah sedikit mengkhawatirkan anaknya karena mau ditinggal pulang malam ini juga.

"Ngga sakit, cuman kalau dibuat jalan agak sakit." Jawab Anindya terlalu jujur.

"Ya iyalah, butuh proses untuk sembuh." Tambah Bunda.

"Heem."

"Sayang." Panggil Bunda pada Anindya sedikit melirik suaminya.

"Iya Bun, kenapa?"

"Bunda sama Ayah mau pamit pulang ya..." Pamit Nisa.

"Cepet banget sih Bun... Nginep sini ajalah." Mohon Anindya tak lupa dengan puppy eyes nya.

"Ngga bisa sayang..."

"Sekali-kali nginep lah Bun..." Pinta Anindya memanyunkan bibirnya.

"Tidak bisa, besok Ayah mau meeting penting sama clien dari Korea." Ayah mencoba menjelaskan.

"WHAT!! Anindya juga ikut kalo gitu mah, bisa aja Anindya ketemu sama Jaemin." Terkejut Anindya heboh saking senangnya karena tidak menyangka sama clien Ayah nya.

"Ouhhh tidak bisa miskahh, udah jelas masih sakit gini lagian clien Ayah bukan si jaemin-jaemin itu. Orangnya udah tua walaupun tampangnya masih lumayan lah ya seperti anak mudaaa." Ujar Bunda terlena dengan kegantengan para orang Korea Selatan.

"Iya Bun, apa lagi kaya Cha Eunwoo hadeuhh nikmat mana yang engkau dustakan, Ayo Bun oleng ke orang Korea." Anindya tersenyum bangga menyemangati.

"Mana bisa, bisa-bisanya Bunda dibantai sama Ayah." Nisa menoleh cengengesan pada suaminya.

"Ayah sama Bunda pamit dulu ya Sayang, nanti keburu kemalaman pulangnya." ucap Ayah entah ke sekian kalinya.

Anindya menghela napasnya lelah, "Yaudah, kapan-kapan dateng ke sini lagi yaaaa, ati-atiii."

"Iya Sayang, pasti. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Tahfiz, Rasya dan juga dirinya.

"Gimana, Mas?" Tanya Rasya menaik turunkan alisnya.

Sementara Tahfiz menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Yaudah deh, sementara Anindya tidur sama kamu dulu. Tapi lain kali ngga lagi."

Tahfiz pun keluar menuju kamarnya, Rasya mengikutinya dari belakang untuk mengunci pintu kamarnya. Rasya berbalik menghadap Kakak iparnya dan tertawa ngakak bersama.


_____________________

Jazakumullahu Khairan Katsiran sudah membaca
'Santri Kampret'

Mohon maaf bila masih ada kesalahan dalam penulisan karena penulis masih amatiran:)

sekian, terima vote

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang