-Happy reading-
"Dari Annisa, temen pondok kamu. Tapi sekarang dia udah kabur dari pondok." Ungkap Tahfiz.
Anindya mematung dari tempatnya, rasanya tidak percaya dengan ucapan suaminya barusan.
"Tapi ngga mungkin, mas. Annisa itu orangnya bisa jaga rahasia, nggak gampang ceplas-ceplos."
Tahfiz sudah menebak, istrinya tidak akan percaya pada ucapannya barusan.
"Orang yang paling dekat dengan kita adalah orang yang paling berpeluang menghianati kita."
"Tapi nggak mungkin, mas."
"Kata ustadzah Alif, Annisa yang telah menyebarkan."
"Nggak, tapi mungkin sebaliknya, ustadzah Alif yang menyebarkan."
"Nggak boleh su'udzon dulu sebelum mencari tahu buktinya."
"Iya, ya terus mana buktinya kalau Annisa yang menyebarkan?" Anindya kekeh ngga percaya.
"Ini." Tahfiz menunjukkan video singkat yang isinya Annisa yang memberikan informasi itu kepada Rachel, orang yang selama ini seperti mengibarkan bendera perang pada Anindya.
"Annisa kok tega banget sih, padahal Anindya nggak merasa punya salah sama dia."
"Sabar ya, namanya juga manusia. Kita baik sama orang belum tentu orang baik sama kita, kita bela-belain buat dia belum tentu dia bela-belain buat kita. Kalo dia lagi seneng belum tentu ingat kita, tapi kalau susah lagi sibuk nyari kita dimana." Ujar Tahfiz dengan kalimat panjangnya.
"Anindya belum siap, mas."
"Siap nggak siap, orang pondok pasti kedepannya juga akan tau walaupun bukan karena temen kamu. Nggak papa, terus kenapa kamu sampai sekarang masih nggak mau memublikasikan pernikahan kita?"
"Sebenarnya, Anindya nggak ingin kita sekeluarga malu."
"Kenapa harus malu?"
"Karena mendapat menantu seperti Anindya yang kekanakan, pecicilan dan suka membuat ulah di pondok."
"Tapi kan sekarang udah enggak, udah lebih dewasa dan tau mana yang baik dan yang buruk. Setiap orang pasti bisa berubah, hanya saja orang yang menghakimi."
Anindya menganggukkan kepalanya pasrah.
"Sekarang saya mau menyelidiki siapa dalang dari orang yang selama ini meneror kamu dan siapa orang yang telah menaruh ikan busuk beserta jarum di atas sandal kamu." Ucap Tahfiz.
"Kok baru sekarang diselidikinya?"
"Udah dari lama, namun orangnya cerdik tidak meninggalkan jejak apapun." Tahfiz memijat pangkal hidungnya.
***
Anindya menjalani masa kehamilannya dengan lancar, semasa kehamilan Anindya telah mencoba berbagai makanan.
Sekarang, acara empat bulan kandungan Anindya telah diadakan di pondok. Santri beserta anak-anak yatim telah dikumpulkan, Tahfiz juga mengundang dari berbagai panti asuhan untuk mendoakan keselamatan Anindya.
Setelah acaranya usai, Anindya berkumpul di ruang tengah dengan para sahabatnya yang telah ia tinggal lama di Madinah.
"Wah, bumil makin berisi ya." Lontar Lita merasa aneh.
"Masa sih?" Anindya melihat tubuhnya yang benar saja makin berisi.
"Nggak papa kok, biasa itu mah kan lagi hamil." Ucap Erlin tersenyum.
"Iya, lagian Anindya lagi hamil makanya makin berisi." Celetuk Jihan ikutan nimbrung.
"Ikutan aja." Erlin menyenggol Jihan disebelahnya.
"Anindya." Panggil Lita pelan.
Anindya mengalihkan pandangannya pada Lita. "Kenapa?"
"Nggak maksud apa-apa sih, cuma kepo aja, setelah terungkapnya Annisa yang ternyata dalang dari semua teror dan juga yang telah naruh jarum di sandal kamu, dia diapakan ya?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Lita, meronta-ronta untuk segera di ungkapkan.
Sejenak Anindya berpikir. "Aku nggak tahu tentang urusan itu semua, semuanya udah diurus sama Ayah dan mas Tahfiz." Jawab Anindya sejujurnya.
Lita menganggukkan kepalanya. begitu juga dengan Erlin dan Jihan yang mendengar jawaban Anindya.
"Eh ngomong-ngomong, mau ngasih nama apa buat anak kamu nanti?" Tanya Lita mengalihkan pembicaraan dengan antusias.
"Nggak tahu juga, belum mikirin." Balas Anindya yang nampaknya sedang memikirkan sesuatu.
"Gimana kalau Jamal." Jihan menyuarakan sarannya.
"Jelek, aku nggak suka."
"Bagus tau ... Itu kan namanya jaehyun Neo culture technologi." Jihan mencoba meyakinkan.
"Nggak, gak boleh. ganti nama yang lain." Putus Anindya menggelengkan kepalanya.
"Kalau Yuda?" Lita menyarankan nama biasnya.
"Tua banget namanya, lebih bagusan dikit napa."
"Itu tuh ya, namanya yuta tau ..." Lita tidak terima nama biasnya dibilang tua.
"Tapi tetep nggak suka aku tuh." Kekeh Anindya .
"Yaudah, biarin aja lah, lagian anaknya Anindya bukan anak kalian, kok kalian yang repot." Seloroh Erlin menatap teman-temannya.
"Yaudah, pikirin nama yang bagus ya sama Gus Tahfiz." Jihan menepuk pelan bahu Anindya.
"Heem, pasti itu mah tanpa kalian suruh." Balas Anindya.
"Semoga pernikahan kamu sama Gus Tahfiz sakinah mawadah warahmah." Ucap Erlin mengambil tangan Anindya dan menyaliminya.
"Dan semoga selamat dunia akhirat." Sahut Lita.
"Sampai akhir hayat." Timpal Jihan menambahi.
"Aamiin."
"Kita bertiga mau ke pondok dulu, ada kerja bakti hari ini." Pamit Erlin hendak berdiri bersama Jihan dan Lita.
"Udah tau, aku masih ingat belum amnesia kalau hari Jumat ada kerja bakti." Tukas Anindya.
"Iya-iya, kita pamit dulu ya, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Erlin dan ketiganya berbarengan.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Anindya tersenyum melihat temannya yang mulai menghilang dari pandangannya.
"Anindya ..." Panggil seseorang yang Anindya tebak pasti suaminya.
"Watashi."
______________________Setiap part pendek-pendek yah, kalian nyadar gak sih, hehe.
Sengaja sih, biar gak kepanjangan kek pipa rucika😝
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohin With Gus | End
Teen Fiction⚠️Bucinable area!⚠️ Judul awal : Santri Kampret NOTE : REVISI BERTAHAP Bagaimana jadinya kalau seorang Anindya yang bandel dan suka bikin onar diperebutkan oleh dua Gus beradik kakak? Anindya Alisya Syahreza. Anindya merupakan salah satu siswi pali...