part : 40

24.3K 1.3K 37
                                    

Jangan pernah memaksa seseorang untuk memeluk jiwamu, sebab cinta itu seperti agama, tidak ada paksaan didalamnya.

-Happy reading all-


"Kamu siapa?"

Tahfiz begitu terkejut dengan seseorang laki-laki yang duduk di sofa sebelah nakas ruang rawat Anindya.

"Lo?!" Orang itu juga terkejut dengan keberadaan Tahfiz didepannya.

"Kamu... yang hampir saya tabrak kan?" Tanya Tahfiz memastikan dengan menamati tampang Gilang.

Ya, laki-laki itu adalah Gilang yang merupakan sahabat Anindya.

"Nggak."

"Tapi saya rasa kamu deh, yakin saya." Ucap Tahfiz seperti memikirkan sesuatu.

"Ya terus kalau tau kenapa nanya? Nih-nih, kalau orang Indonesia terlalu ramah sama orang. Sampe yang udah tau aja ditanyain." Gilang geleng-geleng kepala, layaknya sedang live tik-tok.

"Kan memastikan aja, terus kamu kok bisa disini, mau apa?" Tanya Tahfiz, lagi.

"Gilanngggg, lo apa kabar? Masih idup lo ya ampunn!!" Lita tersenyum sembari berteriak dan menghampiri Gilang. Lita dengan gerakan cepat duduk di sebelahnya.

"Temen lucnut! Baru juga ketemu udah ditanya masih idup apa kagak, ya mesti idup lah."

"Yeee... Gue kira udah koid."

"Ini benar kan mas-nya yang saya tabrak kemarin?" Tanya Tahfiz memastikan sekali lagi.

"Kalian udah saling kenal?" Sahut Umi menanyakan yang ada dibenaknya.

Seketika Tahfiz dan Gilang menoleh ke arah suara Umi dengan berbarengan dan kompak sekali kelihatannya.

Mereka berdua kompak yang kedua kalinya, dengan menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu.

Gilang menghela napasnya. "Kenalin, gue Gilang sahabatnya Anindya plus sepupu tertanvan." Ucap Gilang mengulurkan tangannya dengan PD.

"Tahfiz, 'suaminya." Tahfiz menyambut senang dan sedikit terselip kecemburuan di lubuk hatinya.

Gilang terkekeh kecil. "Suaminya siapa atuh?"

"Suaminya Anindya Alisya Syahreza." Jawab Tahfiz menekankan kalimatnya cepat.

"Hm, gue udah tau." Ujar Gilang dengan tampang santainya.

"Gim—"

"Gussss." Panggil Anindya angkat bicara setelah sadar.

Ketika terdengar suara itu, Tahfiz dan Gilang langsung saja segera mendekat ke ranjang Anindya.

"Gimana kabarnya mbak bro?" Tanya Gilang langsung nggak perlu basa basi, dan menyentuh tangan Anindya.

"Sekarat." Jawab Anindya asal.

"Eh mas-mas, nggak boleh ya pegang-pegang tangan istri saya, bukan mahramnya." Tahfiz memindahkan tangan Anindya dari Gilang ke dirinya.

"Posesip aja nih suami lo." Gilang menggelengkan kepalanya.

"Udah biasa, nggak heran lagu sih." Balas Anindya terkekeh sedikit lemes karena pengaruh obat bius yang diberikan dokter padanya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Nisa dan Niko memasuki ruang rawat sang anak.

"How are you today, baby?" Tanya Nisa antusias sekaligus tidak ada sedikit pun tampang menyedihkannya. Anaknya lagi sakit emaknya malah happy gini.

"Bunda kayaknya happy banget." Tebak Anindya mengernyitkan keningnya.

Nisa tersenyum ria. "Ya iya dong, Bunda habis morotin Ayah, gimana nggak happy."

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang