“Diantara orang-orang yang berdosa yang paling parah adalah dia yang meluangkan waktunya untuk membahas kesalahan orang lain.”
-Happy reading-
Anindya begitu terkejut ketika seorang gadis perempuan se usianya memeluk ustadz Tahfiz yang notabenenya suaminya. Bahkan Anindya jengkel banget sama gadis itu yang seenaknya meluk suami orang tak tau malunya, apalagi suaminya sendiri malah ngga bergerak sama sekali ketika dipeluk, marah kek apa gitu, malah diam mematung.
"Bagaimana kabar kamu mas? Kangen banget...." Ucap gadis itu mengendurkan pelukannya.
"Wah-wah gak bener nih, gue aja yang jadi istrinya aja ngga pernah manggil mas." Batin Anindya menggerutu tak senang.
"Kabar mas baik banget." Jawab Tahfiz tersenyum menampakkan giginya.
"Ayo makan." Tahfiz merangkul pundak gadis itu yang membuat Anindya semakin kesel lagi, apalagi ngga diajak lagi.
Mereka semua pun berjalan menuju ruang makan yang berada disebelah dapur.
Tahfiz duduk di samping Anindya dan juga gadis yang dipeluknya tadi. Dengan Anindya yang di samping kirinya dan gadis itu disebelah kanannya. Kini Anindya merenggut tak suka karena Tahfiz dari tadi tidak memperhatikannya yang lagi dalam mode marah ini.
"Udahlah nak, istrimu cemburu tuh, ngga kasian apa?" Ucapan Umi membuat Tahfiz tersadar dan tersenyum tipis.
"Ngga kok Umi." Ucap Tahfiz sembari merangkul pundak Anindya yang memberengut kesal.
"Ayuk sayang, ambilkan suamimu makanan." Pinta Umi ketika juga mengambilkan makanan untuk suaminya.
"Ngga ah Umi, dia kan punya tangan jadi bisa ambil sendiri, dan kalau ngga mau ya biar gadis yang disebelahnya aja yang ambilkan." Protes Anindya sedikit kesal dengan Tahfiz.
"Yang disebelahnya kan kamu." Sergap Umi tersenyum tipis karena kecemburuan Anindya.
"Yang disebelah kanannya Umi...." Jelas Anindya sembari menyendokkan makanan untuk dirinya sendiri.
"Kan yang istrinya kamu."
"Iya-iya." Akhirnya Anindya menurut juga mengambilkan makanan untuk suaminya ini, tak sedikit tetapi banyak sekali nasi dan juga lauk yang diambilkan Anindya sampai geleng-geleng Tahfiz nya.
"Kebanyakan lah ini Sayang." Peringat Tahfiz yang membuat seketika pipi Anindya bersemu merah.
"Ada aku loh disini, malah manggil sayang-sayangan, jangan umbar keuwuan kalian didepan makhluk cantik bernama Rasya ini." Celetuk Gadis yang bernama Rasya itu.
"Oh ... Jadi namanya Rasya, terus siapa Rasya? Selingkuhan? Atau malah gue dipoligami? Ah! ngga-ngga." Batin Anindya menebak.
Semua kini makan bersama dengan khidmat, hanya ada dentingan sendok dan gurauan Rasya yang menghiasi suasana di meja makan.
Sedangkan Anindya, ia hanya diam saja tak seperti biasanya, biasanya yang selalu pecicilan dan julid pada orang.
Setelah makan malam selesai, Anindya langsung pamit pergi ke kamar dengan muka di tekuknya. Tak habis pikir dengan suaminya, bisa-bisanya berpelukan pada perempuan yang bukan mahramnya.
"Mantu kesayangan Umi lagi cemburu tuh, susulin sana." Suruh Bunda dan di angguki Tahfiz langsung beranjak menuju kamar menyusul Anindya.
Tok! Tok! Tok!
"Assalamualaikum." Ucap Tahfiz menunggu Anindya membukakan pintu.
Disisi lain Anindya menggerutu kesal dengan air mata yang udah menelusuri semua mukanya.
Dan ketika ada suara ketukan dari pintu, sudah Anindya tebak bahwa yang mengetuk pasti suaminya. Anindya pun segera menghapus air matanya sampai ngga terlihat sama sekali dan sedikit menambahi bedak yang membuat Anindya seperti biasa. Anindya tak mau lemah didepan suaminya.
"Waalaikumsalam." Jawab Anindya sembari membukakan pintu.
Setelah pintu terbuka pun Anindya langsung meninggalkan Tahfiz yang sedang berdiri diluar pintu kamarnya.
"Anindya maaf." Pinta Tahfiz dengan tulus menyusul Anindya. Dan tak lupa mengunci pintunya.
"Kenapa?"
"Saya minta maaf sama kamu, kamu telah salah paham sama sa—" Tahfiz belum sempat melanjutkan ucapannya langsung disela oleh Anindya.
"Gue ngga salah paham kok, sesuai fakta! Apa yang gue lihat dengan kedua mata gue sendiri." Sela Anindya dengan cepat sedikit meninggikan suaranya.
Dan baru pertama kali Anindya bernostalgia dengan suaminya sendiri, 'Tahfiz' menggunakan bahasa Lo gue yang sering bahkan selalu diucapkannya.
"Kamu salah paham Anindya..." Tahfiz mulai frustasi dengan perdebatan ini.
"Nggak."
"Sal—"
Allahu Akbar Allahu Akbar
Tahfiz belum sempat menyelesaikan ucapannya adzan isya telah tiba.
"Sholat dulu, kamu wudhu dulu biar agak tenangan." Tutur Tahfiz menghela napasnya panjang.
Anindya pun langsung beranjak menuju kamar mandi yang ada dikamar. Tahfiz melihat Anindya begitu marah sekali, tak luput dari kaki Anindya yang di hentak-hentakkan ke lantai menuju kamar mandi.
Tak lama, kini Anindya keluar dari kamar mandi dengan muka dan tangannya kakinya masih basah, pertanda belum di usap sama handuk saking marah dan akhirnya kelupaan.
Dan giliran Tahfiz berwudhu dulu sebelum melakukan sholat berjamaah sama Anindya.
Setelah Tahfiz wudhu, Tahfiz langsung menyiapkan sajadah, begitu juga Anindya.
"Allahu Akbar." Ucap Tahfiz memulai sholatnya.
Setelah Tahfiz dan Anindya sholat pun Tahfiz berdoa dan Anindya hanya meng amini saja apa yang Tahfiz ucapkan ketika berdoa. Ea!😆
Tahfiz membalikkan badannya seteleh selesai berdoa, dan mengulurkan tangannya langsung disambut oleh Anindya, Anindya mencium tangan suaminya tanpa canggung seteleh perdebatan tadi.
Tahfiz pun menyentuh puncak kepala Anindya, Anindya hanya menurut dan tidak protes sama sekali.
Untuk kedua kalinya Tahfiz membacakan doa untuk Anindya.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْ
Kemudian Tahfiz meniup ubun-ubun Anindya, dan setelah itu mencium keningnya dengan lembut. Walaupun ini perlakuan yang sangat manis, tetapi Anindya tetap akan marah pada suaminya ini.
°°°°°°
Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, yang bertanda adzan subuh akan segera berkumandang.
Anindya tetap kekeh tak mau memaafkan Tahfiz dari tadi malam, bahkan Anindya hanya menjawab seperlunya pertanyaan Tahfiz.
"Anindya bangun, adzan subuh udah berkumandang tuh." Tahfiz membangunkan Anindya ketika adzan berkumandang.
"Enghhh, iya-iya sepuluh menit lagi." Balas Anindya tetap tidur dengan nyenyak nya.
"Ngga bisa, Anindya ... Udah subuh tuh, harus bangun." Bangunkan Tahfiz sembari menatap Anindya dari dekat wajahnya dan juga meniupi mata Anindya yang masih tertutup dengan sempurna.
"Enghhh, iya-iya." Ketika Anindya membuka matanya, ia langsung terkejud tak keruan.
Ya gimana enggak terkejut, orang Tahfiz mendekatkan wajahnya dengan Anindya hanya jarak 1 Senti aja, tetapi hal ini nggak bisa dibilang hanya se senti 'mungkin lebih.
________________________
Jazakumullahu Khairan Katsiran untuk kalian sudah berkunjung di cerita ini 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohin With Gus | End
Teen Fiction⚠️Bucinable area!⚠️ Judul awal : Santri Kampret NOTE : REVISI BERTAHAP Bagaimana jadinya kalau seorang Anindya yang bandel dan suka bikin onar diperebutkan oleh dua Gus beradik kakak? Anindya Alisya Syahreza. Anindya merupakan salah satu siswi pali...