part : 04

28.1K 1.5K 8
                                    

Jangan terlalu bergantung pada siapapun di dunia ini. Karena bayanganmu saja akan meninggalkanmu disaat gelap.

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari ini adalah hari Senin, hari yang sangat-sangat dibenci oleh Anindya. Jam sudah menunjukkan pukul 06.10 yang berarti 20 menit lagi upacara segera dimulai. Tetapi Anindya masih belum bangun juga, padahal Bundanya sudah membangunkannya berkali-kali, tidak perlu heran yang namanya Anindya mana bisa bangun jam segitu.

"ANINDYA, BANGUN!! UDAH BERAPA KALI BUNDA BANGUNIN KAMUUU," Teriak Nisa berkacak pinggang di samping ranjangnya.

"Engh... Sepuluh kali mungkin Bun. Sekarang tambah satu jadi sebel—" Ucap Anindya terpotong sambil menggeliat dalam tidurnya.

"Bunda nggak nanya berapa kali!"

"Lah! Tadi Bunda nanya loh." Heran Anindya tak habis pikir.

"Bunda nggak nanya, cuma ngomong." Elak Bunda tak mau kalah.

"Yaudah deh Bundaku sayanggg, Anindya yang selalu salah! Dan mengalah..." Ucap Anindya.

"Mandi sana, udah mau telat loh kamu." Suruh Bunda dengan tangan yang menunjuk kamar mandi.

"Iya-iya Bun, Anindya juga tahu kali kamar mandinya." Anindya berjalan menuju kamar mandinya dengan santai kemudian menyambar handuk di lemarinya.

"Husttt! Cepet-cepet." Usir Nisa layaknya kucing.

Di kamar mandi, Anindya dengan gerakan cepat segera menyelesaikan ritual mandinya.

Dengan cepat pula Anindya memakai bajunya dan ber-make up natural nggak tebal-tebal amat, dan memakai lip tint dengan tipis.

Setelah selesai semua, Anindya segera turun ke bawah menuju ruang makan. Ia hanya berpamitan pada Ayah dan Bundanya saja, tidak ada niatan sama sekali untuk makan, bahkan jarang sekali Anindya makan ketika berangkat sekolah. Tapi kalo masalah uang mana mungkin ketinggalan.

Dengan sedikit buru-buru Anindya berpamitan pada Ayah dan Bundanya, lalu ia segera berangkat menuju sekolah menggunakan mobil kesayangannya.

°°°°°°

Sesampainya disekolah, Anindya nggak bisa masuk karena gerbang sekolah sudah ditutup duluan sebelum Anindya masuk ke dalam. Kini saatnya untuk cara kedua, membujuk Satpam dengan seribu cara yang ada di otak Anindya.

Tidak lupa memarkirkan mobilnya di warung tongkrongan yang biasa Anindya titipi mobilnya ketika telat menuju sekolah.

"Halo, pak satpam..." Sapa Anindya melambaikan tangannya tersenyum ramah, dibarengi remaja laki-laki seumurannya kompak.

"Kenapa lo ngikutin gue lagiiii?!" Pekik Anindya berkacak pinggang.

"Gue nggak ngikutin lo yah, pede banget. Gue nyapa Pak Satpam." Balas remaja itu menirukan gaya Anindya, berkacak pinggang.

"Jangan ribut disini! Ini bukan hutan." Lerai Pak Satpam.

"Terus apa, Pak?" Tanya remaja itu yang jelas-jelas tak berguna sekali pertanyaannya.

"Ya sekolah lah! Masa taman safari," Jawab Pak Satpam sewot.

"Terus kalian berdua kenapa manggil-manggil saya?" Tanya Pak Satpam ketus.

"Ih... Jangan ketus-ketus amat lah Pak, iya nggak Fiz?" Bujuk Anindya mencoba bekerja sama dengan musuh bebuyutannya.

"Iya, nggak baik bicara ketus sama orang Pak," Balas Hafiz memperingatkan.

Muhammad Hafiz Athaya adalah musuh bebuyutan Anindya. Prinsip Anindya tidak akan mengusik jika tidak di usik, namun setiap harinya Hafiz benar-benar mengusik Anindya. Bertengkar dan adu mulut dengan Hafiz sudah menjadi kesehariannya. Entah apa yang diinginkan oleh Hafiz, selalu jahil dan membuat Anindya darah tinggi.

"Saya tau! Intinya aja, kalian mau masuk kan?"

Anindya tertawa ringan. "Ah! Bapak tau aja."

"Nggak boleh!"

"Ayolah Pak... Boleh yah," Bujuk Anindya memohon.

"Tetep nggak boleh! Malah nanti saya yang di marahin kepala sekolah."

"Saya kasih uang deh Pak." Bujuk Hafiz mengeluarkan uang berwarna merah dua lembar.

"Ehm... Tetep nggak boleh." Ucap Satpam itu menimang-nimang.

"Satu lembar lagi deh." Bujuk Anindya membuat Satpam itu terkekeh.

"Oke... Mana uangnya." Satpam itu menyodongkan tangannya sembari membukakan pintu gerbangnya.

"Nih, kalo sama uang aja baru mau," Ucap Anindya memanyunkan bibirnya, kemudian menyerahkan uang Hafiz juga dengannya bergegas masuk ke dalam sambil berlari sebelum guru melihatnya.

"Sering-sering terlambat ya!!" Teriak Satpam itu.

Mereka berdua masuk dengan jalan yang berbeda arah. Anindya belok ke kanan, sementara Hafiz belok ke kiri. Guru-guru dan semua murid tengah melakukan upacara, membuat Anindya berlari kecil tak bersuara menuju kelasnya.

Anindya bingung dan tak habis pikir dengan gurunya, kok bisa-bisanya upacara diadakan hari Senin 'kan hari kemerdekaan Indonesia hari Jumat, tak perlu ambil pusing! Mending tidur.

Sedangkan Hafiz menuju kelasnya dengan santai. Kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celananya.

Tak berselang lama upacara sudah selesai, semua murid pun pada berhamburan masuk kelas, tak terkecuali Lita dan Gilang pastinya.

"SIAPA TUH ORANG YANG TIDUR DI KELAS!" Lita membulatkan matanya terkejut sambil berteriak membahana membuat human lainya menutup telinga.

Anindya yang merasa diteriaki pun terbangun dari tidurnya, ia menggerang marah pada sang empu yang membangunnya.

"Eh, Maaf-maaf terkejud ukhti..." Ucap Lita hendak kabur.

"Litai!! Sini lo," Pekik Anindya berlari mengejar Lita yang sudah lebih dulu kabur sebelum ia mengejarnya.

"AAAAAAA TOLONG!!" Teriak Lita berlari sekencang-kencangnya, layaknya lagi lomba maraton.

"AWAS LO YA TA!!" Teriak Anindya mempercepat larinya.

"SIAPAPUN TOLONGIN GUE..."

_____________________

Cukup sekian dan terima jaemin:)
Semoga kalian suka ya♡

Assalamualaikum ✋

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang