part : 39

22K 1.3K 28
                                    

Yang penting berdoa aja terus dan bersabar, dikabulkan atau tidak itu urusan nanti, yakin saja Allah itu ngga pernah ingkar janji dan ngga akan ingkar janji.

-Happy reading-


"Yang sabar ya, Nak." Tenangkan Umi pada Anaknya yang duduk dibawah atas kemauannya sendiri sembari menunggu dokter yang memeriksa Anindya keluar. dengan baju yang dikenakannya berlumuran darah dan rambut awut-awutan memakai kopiahnya.

Tahfiz menganggukkan kepalanya. "Iya Umi." Jawab Tahfiz menundukkan kepalanya dan menelungkupkan tangannya didalamnya.

Para santri tidak dibolehkan ikut, karena di pondok hanya ada 5 mobil saja, dan hanya sebagian pengurus penting yang menangani. Setelah semua urusan selesai pun pengurus langsung pulang dan mengurusi kegiatan rutinitas seperti biasanya.

Tak lupa meninggalkan satu mobil untuk Ustadz Tahfiz kalau mau pulang.

Tak begitu lama, dokter yang berada dalam keluar menghela napasnya.

"Bagaimana istri saya, dok?" Tanya Tahfiz sergap ketika dokter baru saja keluar.

"Kami masih menanganinya, lukanya cukup serius dan banyak darah yang keluar dikakinya. Bahkan masih ada jarum yang ada didalam kulit pasien, sehingga kami harus menanganinya lebih lanjut." Ucap dokter itu.

"Lakukan sebaik mungkin dok." Pinta Tahfiz yang kelihatan sekali khawatirnya.

"Kami akan melakukan sebaik mungkin yang kami bisa." Jawabnya.

"Kira-kira kapan kita boleh masuk dok?" Tanya Umi ikutan berdiri di samping Tahfiz.

"Kami ngga tau kapan waktu yang tepat, yang penting kami melakukan yang terbaik dan kalau selesai kami akan mengabarkan kalian secepatnya." Balas Dokter pada Umi.

"Makasih dok."

"Sama-sama, kalau gitu saya masuk kembali." Ucapnya langsung masuk ke dalam.

Tahfiz pun kembali duduk dilantai untuk menenangkan dirinya yang sangat khawatir dan panik terhadap istrinya.

"Aku gagal jadi suami umi...." Bilang Tahfiz pada Uminya.

"Hust! Umi ngga pernah ajarin kamu mengeluh seperti ini. Seharusnya kamu berdoa kepada Allah meminta kesembuhan untuk nak Anindya." Nasehat Umi berwibawa.

Tahfiz menganggukkan kepalanya tersenyum. "Iya Umi."

"Mendingan kamu pulang dulu aja deh nak, mandi ganti baju lalu kesini lagi." Pinta Umi.

"Tapi Umi... Anindya gimana?"

"Nak Anindya kan sama Umi, jadi kamu pulang dulu aja, sekalian bawa baju-bajunya."

Tahfiz pun menuruti apa kata Uminya, ia harus ganti baju dulu dan membawakan beberapa baju untuk Anindya.

Dijalan, Tahfiz tidak fokus menyetir,
Ia selalu memikirkan keadaan Anindya tanpa memikirkan keadaannya sendiri yang juga butuh keistirahatan.

Sedikit lebih melajukan mobilnya, Tahfiz hampir saja menabrak orang yang ngga diketahui pastinya, untung aja orang yang hampir tertabraknya cepat menghindar.

"Maaf mas, maaf." Ucap Tahfiz keluar dari mobilnya.

Orang itu menghela napasnya. "Lain kali hati-hati, untung gue bisa langsung menghindar."

"Sekali lagi saya minta maaf ya mas, kalo gitu saya pergi dulu, assalamualaikum."

Tahfiz pun melanjutkan perjalanan nya yang sempat tertunda tadi, dengan lebih fokus kali ini Tahfiz mengendarai mobilnya.

Sesampainya di pondok, tidak sedikit dari santri-santri yang menatap salah paham padanya. Ya mau gimana lagi, orang Anindya tetep kekeh mau menyembunyikan pernikahannya.

Tak perlu toleh-menoleh, Tahfiz berjalan santai menuju ndalem dengan kaki gontainya.

"Assalamualaikum." Salam Tahfiz ketika masuk rumah.

"Waalaikumsalam, gimana kabar nak Anindya? Abi mau kesana soalnya." Jawab Abi setelah sholat magrib tadi.

"Bareng kulo mawon bi, sekalian Tahfiz juga mau kesana." Ucap Tahfiz cekatan menuju kamarnya.

Setelah dikamar, Tahfiz segera mandi dan berwudhu untuk menunaikan sholat magrib.

Setelah sholat magrib, Tahfiz bersiap-siap dan mengemasi sebagian baju-baju Anindya dengan cepat. Dan turun kebawah menemui Abi bersiap berangkat bersama.

"Monggo bi." Ajak Tahfiz sambil membawa tas yang lumayan besar, namun juga tak terlalu kecil.

"Ayo."

Tahfiz pun mengeluarkan mobil dari bagasi dan menyetirnya menuju depan ndalem.

"Ayo bi." Ucap Tahfiz yang di angguki Abi-nya.

"Tunggu, pak Ustadz." Teriak Lita sedikit keras.

Tahfiz mengernyitkan dahinya. "Kenapa ukhti?" Tanya Tahfiz pada ukhti itu yang diketahuinya sahabat Anindya dari kecil.

"Boleh ikut ya, sama Jihan, Erlin dan Annisa." Ucap Lita memohon-mohon.

Tahfiz menghela napasnya. "Yaudah, buruan masuk."

Setelah itu pun Tahfiz mengendarai mobilnya menuju rumah sakit tempat Anindya dirawat.

Tak lama kemudian, Tahfiz bersama yang lainnya sampai di rumah sakit dan segera masuk ke dalamnya.

Tahfiz berjalan didepan bersama Abi disampingnya, dengan Lita dan yang lainnya berada dibelakangnya.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum." Ucap Tahfiz pelan dan masuk ke dalam ruangan.

"Waalaikumsalam." Jawab orang yang berada didalamnya.

"Anindya udah sadar Umi?" Tanya Tahfiz yang diketahuinya berada disebelah ranjang Anindya.

"Tadi udah siuman, tapi sekarang dia disuruh istirahat dulu sama dokter." Jawab Umi melirik Anindya yang tidur nyenyaknya.

Tahfiz hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan menoleh ke kanan kiri ruangan kamar rawat Anindya.

"Kamu siapa?"

_________________________

Siapa yaaa kira-kira??

Jangan lupa vote and komen sebelum meninggalkan part ini yahhh!!

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang