Centaurus 14

2.5K 187 1
                                    

"Apa hanya gue satu-satunya manusia yg paling menyedihkan"  ~Jea.

..
.
.
.
Baru


Pagi jum'at memang selalu diawali dengan kegiatan bersih-bersih dan senam.

Disaat semua orang berada dibawah untuk melakukan kegiatan. Vitha malah berada di rooftop sekolah, sedang merenungi nasibnya.

"Kenapa gue ditakdirin punya ayah kek dia" Gumamnya ditengah kesunyian.

"Dan kenapa gue harus menghindar"

"Bukannya ayah cuman mau hasil yg sempurna, dan kenapa gue takut" Sambungnya bertanya pada dirinya sendiri.

"Dan jika benar apa yg dikatakan suruhan ayah apa dia gabakalan berenti buat cari orang yg pas dengan percobaan nya". Menggaruk rambut, menandakan dia sangat bingung.

" Ck anjir ininih sekolah tinggi-tinggi, banyak tau ilmu, setelahnya sesat"

"Ngapain coba cape-cape sekolah, buang-buang uang buat biaya , ujung-ujungnya mo lawan takdir yg kuasa." Sambungnya menghembuskan nafas kasar.

"Sapa? Ya bapak gue lah njrot"  Tanyanya setelahnya dia menjawabnya sendiri.

Menghabiskan waktu berjam-jam di rooftop akhirnya Vitha turun untuk kekantin.

Melihat suasana sekolah yg ramai karena sudah masuk waktu istirahat setelah kegiatan bersih-bersih dan senam.

Memasuki kantin yg sangat ramai, Vitha tidak tau jika dirinya dan semua siswa yg ada didalam kantin dalam bahaya.

Masih tidak peka dengan keadaan sekitar, Vitha duduk disalah satu meja yg berada di pojok, dan memakan makanan yg sudah dia ambil sendiri.

Terdengar suara riuh didalam kantin, dan banyak nya pekikan dari siswi-siswi yg ada, membuat Vitha mau tidak mau harus mengetahui apa yg terjadi.

"DIMANA VITHA" teriak seorang pria dengan seragam tukang angkut sampah, menodongkan pisau ke salah satu siswi, wajah yg tertutup topi membuat pria itu tidak dikenali.

"DISINI" Teriak Vitha dingin.

Membuat kerumunan terbelah dan memperlihatkan Vitha tengah berdiri dengan tangan kanan memegang garpu.

"Cepat kesini, dan selamatkan temanmu, atau dia akan mati" Suruh pria itu.

Vitha tertawa melihatnya "huh? Dia bukan teman gue" Katanya.

Membuat siswi yg disandra melotot marah, begitupun yg lain menatap tidak percaya kepada seorang Vitha.

Melihat pelototan mata dari siswi itu membuat Vitha tersenyum mengejek.
"Apa lo gaterima? Kita aja gapernah ketemu apalagi bicara, gimana mau dibilang teman".

" Lagian lo pantes kok dibawa nih om-om, body lo udah mantep, muka cantik ditambah kelebihan make up, baju juga seksi. Udah pantes di ajak ke hotel, om bawa aja" Sambung Vitha.

Mendengar jawaban dari Vitha membuat orang yang memakai seragam tukang angkut sampah itupun marah dan melepaskan siswi itu.

Dengan cepat meraih tangan Vitha dan menyeretnya agar mengikutinya.

Vitha yang diperlakukan seperti utu hanya diam, karena dia tau bahwa orang yang menyamar sebagai tukang angkut sampah ini adalah suruhan ayahnya. Mana ada tukang angkut sampah badannya gede plus kekar.

"Udah Om berenti Vitha mau kok ikut"

Orang itu pun berhenti menyeret Vitha dan mengeluarkan suntik bius dari kantong celananya.

"Saya harus bius kamu" terang orang itu seolah-olah meminta izin kepada Vitha.

Vitha cukup terkejut kenapa harus di bius, tapi gapapa Vitha yakin ini pasti kemauan ayahnya. Ia pun mengangguk-anggukkan kepalanya tanda dia setuju.

...

Jea tersadar dari tidurnya dan melihat jam yang ada diatas nakas menandakan pukul 09.30 yang artinya dia sudah terlambat untuk pergi kesekolah.

Krieeettt....

Pintu dibuka dan terlihatlah Sena dengan nampan ditangannya yang berisi susu dan roti lengkap dengan senyuman pagi hari.

"Pagi Jea" sapa Sena terlebih dahulu dan berjalan kearah nakas untuk meletakkan nampan yang dia bawa.

"Pagi"

"Gimana udah enakan?" Tanya Sena.

"Hmmm" jawabnya berdehem sambil menganggukkan kepala.

Sena duduk dihadapan Jea yang kini juga sedang duduk bersila menatap Sang kakak.

"Sini gamau peluk gue?" Tanya Sena dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.

Air wajah Jea berubah yang tadinya datar kini berubah menjadi manahan tangis.

Jea masih menatap Sena yang sudah membuka tangan bersiap menerima pelukan hangat dari Jea dengan mata berair.

Air mata itu pun lolos tanpa bisa dicegah.
"Maafin Jea bang" gumamnya langsung memeluk tubuh sang kakak dengan erat.

Sena terkejut melihat adiknya menangis dan langsung memeluknya, tapi dia juga merasakan kehangatan yang cukup lama telah hilang kini kembali dirasakan.

"Jea udah abang maafin kok" jawab Sena menunduk menatap Jea yang menenggelamkan wajahnya didada Sena.

Mengangkat kepala menatap mata teduh Sena membuat Jea merasakan kembali apa itu kasih sayang, tapi fokusnya teralihkan ke arah leher Sena yang tertutup plaster.

Dia melepaskan pelukan dan menegakkan badannya menyentuh leher Sena dengan sesegukan.

"Maafin Jea hikss..." Ucapnya kembali memeluk Sena dengan erat.

.....

CENTAURUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang