Bab 1. Rencana

3.3K 125 25
                                    

01. Rencana.
★★★
________________

Kembali aku mendengar rencana kedua orang tuaku yang akan mengadu nasib di ibu kota Jakarta, karena ada saudaraku yang bekerja di sana. Dia pamanku bernama Sarifudin dan bibiku Rosmalia dan sudah punya dua orang anak yang sudah besar bernama Angga Saputra dan Riana saputri. Pernah aku mengetahui perihal keduanya melalui video call dari whatsapp. Paman dan bibiku ramah juga baik serta kedua anaknya juga sangat baik.

Rencananya Minggu ini, kami sekeluarga akan berangkat naik travel, karena lebih aman ketimbang naik bus, karena kami akan di antar sampai tujuan. Yang mengantar kami pun masih saudara, namanya pakde Soimen, dia orangnya baik, begitu pun istrinya bulek Sa'adah.

Semua barang barangku sudah ku kemasi, ada dua tas besar. Aku sudah bersiap untuk pergi ke Jakarta. Begitupun kedua orang tuaku sudah bersiap siap dengan barang bawaan maupun uang selama nanti di Jakarta.

"Nak, kenapa sedih?" tanya ibuku, karena aku sudah selesai mengemasi barang barangku dan masih duduk di pinggir ranjang tempat tidur aku selama ini. Rasanya berat meninggalkan kamarku yang penuh dengan kenangan yang tak akan pernah aku lupakan, juga sahabat sahabatku, saudaraku, tetanggaku dan masih banyak lagi yang lainnya, yang membuatku sangat berat untuk melepaskan semuanya.

"Gak bu. Aku hanya berat untuk meninggalkan rumah ini. Terlalu banyak kenangan yang ku lalui disini. Aku harus pergi meninggalkannya" balasku dengan perasaan sedih, ku hela nafas berat.

"Nak, kita pasti kembali setelah berhasil di Jakarta nanti" ucap ibuku membesarkan hatiku.
"Ibu juga berat nak meninggalkan rumah ini" imbuhnya dengan wajah sedih membuatku tak enak karena ibuku merasakan hal yang sama, bahkan lebih sedih dari aku. Aku kira aku saja yang sedih, ternyata ibuku juga. Namun, ini juga untuk merubah keadaan ekonomi kami yang serba pas-pasan, agar lebih baik.

"Maafkan aku Bu, karena telah membuat ibu bersedih" ibuku hanya memelukku, membuatku lebih tenang. Ibuku hanya mengedipkan matanya tanda memaafkan ku, lalu air matanya luruh disudut matanya, serta diusapnya dengan menghembuskan nafas pelan.

"Besok kita berangkat pagi pagi" ucapnya lagi setelah tenang, menghempaskan nafas dalam. "Kamu jangan sedih lagi nak, nanti di Jakarta kamu pasti banyak teman kayak disini"

"Iya Bu" jawabku singkat, walaupun rasanya sangat berat hati untuk meninggalkan rumahku, terlebih kampung halamanku yang penuh dengan kenangan, baik itu manis , pahit, sedih ataupun indah.

Entah kapan aku akan kembali lagi ke kampung halamanku yang masih asri, bebas dari polusi udara? Bahkan aku mendengar berita kalau di Jakarta itu udaranya sudah tidak bersih lagi karena banyaknya kendaraan, tapi disini masih bersih, tanpa ada polusi.
_________________

Ketika dini hari, kami sekeluarga telah sampai di Jakarta. Benar-benar tempat yang tak pernah sepi, bahkan keramaiannya sangat terlihat jelas, bahkan sangat bising, banyak orang lalu lalang, bahkan masih ada yang begadang. Ibukota ternyata tempatnya tidak pernah tidur. Apa orang orangnya tidak butuh istirahat?. Jawabannya, entahlah?.

Untunglah, tempat paman dan bibi ku sangat luas. Kedua anak bibiku sedang tidur.

Aku sedang duduk diruang tamu dengan rasa lelah yang tak terkira, mana ngantuk berat, karena masih dini hari. Rasanya, aku ingin merebah kan tubuh lelahku untuk sekedar beristirahat.

Kami disambut dengan ramah oleh keluarga pamanku...

Rumahnya cukup lega. Walaupun tidak mewah, keadaannya berkecukupan, menurutku, setelah meneliti keadaan rumahnya yang apik.

"Mas Rahman, mbak Khatijah, gimana perjalanannya, pasti melelahkan?" tanya bibiku, sepertinya agak lelah. Mungkin seharian sibuk bekerja, jadi kurang tidur.

Penjerat Mimpi 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang