Bab 90. Meninggalkan Kampung Halaman

211 16 0
                                    

Bab 90. Meninggalkan Kampung Halaman
★★★★★

Perseteruan kecil terjadi di antara teman-temanku saat aku sudah bersiap akan meninggalkan kampung halaman tidak lama lagi bahkan tinggal beberapa jam lagi mungkin juga kurang.

Nenek sudah menangis sedari aku bersiap siap sebelum matahari muncul diufuk timur, saat kicau burung burung menyambut dengan suara merdu. Semilir angin segar ikut mewarnai.

Namun, tidak dengan hatiku yang saat ini sedang gundah gulana. Karena ini moment terakhir aku dikampung halamanku.

Dulu, ketika aku di Jakarta berpikir aku tidak akan pernah kembali disini namun takdir berkata lain aku bisa liburan disini bersama orang orang yang ku sayangi.

Kini, bahkan aku tidak menyangkan jika harus kembali lagi ke Jakarta mengulas masa lalu yang penuh dengan kepedihan.

Itu semua  perjalanan garis nasibku.

"Be, Bening,,," ucap Latif gadis yang menurut para temanku jatuh cinta padaku berurai air matanya bahkan tiada henti sesekali di usapnya supaya tidak membasahi pipinya yang ayu alami.

Aku tidak bisa berkata apa apa terlebih dengan Latif yang mendekat kearahku. Selanjutnya, tanpa ku duga Latif memelukku sambil sesenggukan.

"Bening,,, aku sayang sama kamu. Ak- aku cinta sama kamu,,," sambungnya dengan terbata. Bahkan pelukannya makin erat hingga dadaku basah Aur matanya.

Tak terasa tanganku mengusap kepala serta punggungnya guna untuk menenangkan perasaannya.

'Latif, andai aku punya rasa layaknya laki-laki normal, maka aku senang hati menerima cintamu. Maafkan aku Latif karena aku tidak bisa membalas rasa cintamu karena aku tidak mampu untuk mencintai seorang wanita terlebih dirimu yang begitu tulus pasaku' ucap batinku, rasanya sesak, tapi aku tidak mampu untuk mengelak dengan keadaan.

Terlebih, aku telah mengusai ilmu penjerat mimpi, maka selamanya aku tidak akan memiliki keturunan jika pun aku menikah dengan seorang wanita karena itu sudah jadi resiko bagi pemilik ilmu tersebut.

Andai dulu aku tahu kalau hal itu yang jadi taruhannya mungkin aku akan menolak permintaan kakek, namun aku tidak bisa menolak takdirku karena aku pewaris syah terakhir  keturunan ke tujuh pewaris dari kitab ilmu penjerat mimpi.

Rasanya percuma jika aku nantinya menikahi seorang wanita pada akhirnya aku tidak memiliki keturunan.

Sedih....

Aku menangis bukan karena terharu oleh ucapan Latif tapi karena menangisi keadaanku yang begitu menyedihkan.

Terlebih aku juga memiliki gelang pusaka yang begitu mengerikan. Untung kakekku telah menyegel gelang milikku hingga jika dilihat dengan mata telanjang di akan kelihatan jika kasat mata maka akan jelas.

Aku pun hanya sesekali bisa melihatnya disaat terdesak.

Kekuatan gelang yang ku pakai akan muncul di saat aku sedang atau dalam bahaya maupun sedang kepepet dan itu mengancam keselamatan jiwaku.

Terkadang aroma bunga kenangan juga sering ku cium saat aku sedang bersedih saat ini namun semua itu ku abaikan.

Aku tak ingin gelang yang ku pakai ini membawa petaka bagi orang lain terutama aku sang pemiliknya karena tidak menutup kemungkinan aku kena imbasnya dari gelang yang ku pakai.

"Latif, maaf bukan aku tidak nerima kamu. Tapi, untuk saat ini aku belum bisa. Mungkin suatu saat nanti kamu akan mengerti kenapa aku bersikap seperti itu" sambil ku lepas pelukannya karena semua teman temanku sedang memperhatikanku.

Penjerat Mimpi 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang