Bab 52. Pernyataan

507 47 10
                                    

Bab 52. Pernyataan
★★★★

Semua yang ada diruang makan nampak terdiam menunggu pernyataanku, terlebih aku menyebut nama Bening.

Ketika bi Ijah datang mendekat, sepertinya bi Ijah sangat terkejut terlebih saat aku menyebut nama Bening nampak begitu Ijah terlihat panik.

"Pa Bening tau keberadaan Dwi itu dimana?"

"Benarkah itu nak?" tanya ibuku memastikan.

"Iya Ma"

"Lalu dimana mereka sekarang?" desak papaku terlihat tidak sabaran sangat geram.

"Cepetan, dari tadi cuma muter muter!" Kak Xxaqie terlihat sewot.

Aku harus bersabar menghadapi kakakku yang satu ini ...

""Ma, pa denger dulu. Aku lupa menanyakan hal itu pada Bening, maaf,,,"

"Kenapa kamu tidak tanya?"

"Aku lupa ma"

"Besok kamu tanya pada Bening" ungkap papaku tidak sabaran.

Bi Ijah terlihat tenang, setelah semuanya jelas tadi tampak khawatir juga ketakutan wajahnya mungkin akan terjadi sesuatu pada anaknya. Padahal ini bukan apa apa hanya saja Bening tau keberadaan Dwi Setiawan.
_____________

Esoknya harinya, aku terbangun agak kesiangan...

Setelah mandi aku turun kebawah, serta menuju ke dapur untuk sarapan pagi bersama.

Tumben pagi ini suasana agak sepi, di meja makan sudah tersedia sarapan, tapi aku kurang semangat.

Dari semalam hingga saat perasaanku selalu tidak enak. Entah mengapa aku selalu kepikiran tentang Bening, pun dengan papaku akan menanyakan tentang keberadaan Dwi Setiawan berada saat ini.

Namun, tadi saat sarapan aku tidak melihat bi Ijah, hanya bi Ros saja yang terlihat didapur. Sebenar ada tanda tanya dihatiku ingin menanyakannya pada bi Ros kemana bi Ijah, niatku ku urungkan tapi karena papa, mama dan kak Xxaqie bertanya duluan maka hingga usai makan, pikiran itu timbul lagi.

Bi Ros memberesi bekas makan kami. Ini kesempatanku buat bertanya kemana bi Ijah.

"Bi Ros kemana bi Ijah kok gak kelihatan?"

"Kurang tau den Riko, tadi mau pamit pergi gitu. Kelihatan sedih, juga mau menangis, saat pamit" jelas bi Ros kurang paham kemana perginya ni Ijah.

"Terima kasih bi,,," aku buru buru kedepan untuk menemui paman Rohman karena aku merasa khawatir juga perasaanku tambah gak enak.

Setelah di pos jaga ku temui paman Rohman sedang ngopi santai menatapku heran karena aku termangu ditempatku memandangnya juga.

"Ada apa den Riko kelihatan panik gitu?" tanya paman Rohman heran.

"Paman tau kemana paman Sarif?" tanyaku balik namun seketika paman Rohman hanya menggeleng tidak tau. Tentu saja aku makin panik dibuatnya, pikiranku kini tertuju pada Bening. Seketika aku teringat dengan ucapannya.

"Bening,,," lirihku sedih. Tak terasa air mataku bercucuran dengan sendirinya. Kesedihan ku rasakan begitu mendalam.

"Kenapa den Riko menangis" tanya paman Rohman kebingungan.

"Oh, gak kok paman tadi kelilipan debu" jawabku beralasan karena untuk menutupi perasaanku yang sedang sedih.

Tentu saja paman Rohman tidak percaya dan juga memilih untuk diam mengamatiku.

"Paman tau kemana paman Sarif?" ulasku penasaran. Walaupun air mataku tak bisa ku bendung lagi. Keinginanku untuk liburan keluar negri langsung kandas.

"Tadi cuma pamit sebentar gitu den. Saya gak tau mau kemana? Tapi kelihatannya buru buru" jelasnyan, kekhawatiran ku bukan tanpa alasan. Kini benar dugaanku kalau Bening pulang kampung. Aku tidak tau apa yang musti ku lakukan?.

Penjerat Mimpi 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang