Bab 85. Pesan Terakhir

243 20 0
                                    

Bab 85. Pesan Terakhir....
★★★★

Ferdy berkunjung kerumahku bersama Dimas dan Gimen. Entah yang lainya pada kemana kok gak ikut.

Padahal aku berharap semua sahabatku datang ke rumahku untuk sekedar memberi hiburan karena aku lagi berduka juga sedih.

Aku belum cerita ke mereka tentang apa yang ku alami terutama kakekku.

Jika mereka tahu pasti mereka akan kaget.

Kini aku dan teman temanku sedang menikmati acara tv, mungkin bagi mereka yang tidak memiliki tv mungkin bisa menarik, tapi bagiku biasa saja karena aku sering nonton tapi memilih untuk nonton di hp terutama YouTube.

Sebisanya aku sembunyikan rasa kesedihanku untuk saat ini.

Nenek ku sudah masuk keparuduannya dari sore seusai magrib, aku bisa maklum tentang keadaannya yang kini sendirian tanpa ada kakek disisinya.

"Bening kenapa kamu terlihat sedih, ada apa?" tanya Ferdy melihat kearahku karena semalam aku kurang tidur dan lusa aku harus kembali ke Jakarta dirumah Riko.

"Iya, Bening kelihatan banget" tambah Dimas, Gimen hanya mengangguk sambil memainkan hpnya.

Hanya Ferdy yang fokus kearahku menatapku penuh selidik.

Begitupun Dimas juga ikut menatapku penasaran.

Semula aku tahan, tapi tak urung air mataku langsung menggenang hingga membuatku tak bisa menahannya terlebih dadaku rasanya sesak hingga aku pun sesenggukan membuat ketiganya heran, apa yang terjadi dan ku alami.

"Bening, kok nangis kenapa?" tanya Gimen penasaran sambil alisnya tertaut kini fokus kearahku.

Yang lain sudah tentu kini menatapku untuk fokus serta mendengarkan.

Tv masih menyala dengan volume lirih karena takut mengganggu nenek yang sedang istirahat.

Isakan tangisku belum reda karena aku merasa kasihan pada nenekku yang nantinya akan aku tinggal tidak ada yang menemani. Aku punya rencana buat mereka terutama yang datang saat ini.

Bukannya lebay, tapi lusa adalah waktuku untuk kembali ke Jakarta jika aku tidak segera kembali aku tidak tahu nasib keluargaku yang bekerja dirumah Riko. Pasti neraka akan...

Aku tak sanggup membayangkan hal tersebut, air mataku makin mengucur deras sampai Ferdy memelukku erat bahkan menyusut air mataku. Yang lainnya hanya terharu menatapku sekaligus heran penuh tanda tanya, aku belum juga cerita tapi udah nangis duluan membuat mereka bingung.

"Kenapa kamu nangis sedari tadi Bening?" tanya Dimas heran dengan sikapku.

"Iya, aku juga heran banget. Tidak biasanya kamu nangis seperti ini" ulas Gimen juga ikut keheranan.

Ferdy melepaskan pelukannya, menatapku dengan meneliti serta menghembuskan nafas lirih.

"Aku juga gak ngerti kamu nangis kenapa? Tidak ada hujan tidak ada angin kamu nangis nangis kejer kayak hilang keperawanan"  ucapnya, tujuannya untuk menghibur sekilas mataku membulat mendengarnya.

Dua temanku seperti menahan tawa dengan ucapan Ferdy mungkin merasa geli sendiri mendengarnya.

Hanya cengiran dari keduanya terlihat, itu pun terlihat terpaksa.

"Hayolah Bening"

"Ngomong aja"

"Jujur"

Serentak ketiganya berkata...

"Dengar" pungkasku, mengambil nafas dalam dalam.

Ketiganya juga menahan nafas hingga suasana hening seketika. Ketiganya hanya mengangguk menunggu.

Penjerat Mimpi 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang