Selamat membaca💙
⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
"Gama! Kamu pikir menampar anak orang itu perbuatan mulia! Di mana karakter seorang pemimpin kamu!?" Pak Rido berteriak setengah frustrasi. Sudah ada jutaan kali masalah yang Gama ciptakan di sekolah ini. Sekali lagi dia membuat masalah, surat pernyataan mengundurkan diri akan meluncur sampai ke rumahnya tanpa dapat dicegah."Kamu juga Reva!" Tatapannya dengan cepat beralih pada Reva. "Punya pacar bukannya dijagain malah dibiarin ngasarin anak orang. Mantannya!" Pak Rido semakin frustrasi, membulatkan matanya tak percaya.
Ya Tuhan, permasalahan cinta macam apa ini? Jika begini terus, sia-sia gelar megisternya.
"Kalau bukan Fix yang melapor, Bapak juga gak bakal tahu kalau ada kekerasan dalam cinta segi empat kalian." Pak Rido menunjuk satu persatu empat biang keroknya.
Memang benar Fix yang melaporkan. Sebelum dia sendiri yang turun tangan untuk memukul Gama, lebih baik dia menyerahkan masalah ini kepada yang lebih mengerti berada di pihak netral. Fix harap demikian, walau dia sedikit diliputi rasa tak percaya.
"Gak bisa apa dibicarakan secara kekeluargaan? Untung Fix gak balas nampar Gama. Kalau enggak ... sudah babak belur kalian berdua!"
Pak Rido terbatuk sebab tenggorokan kering. Dia meraih segelas air, menegak sedikit isinya. Pak Rido mendengkus kasar, mengurut keningnya yang sedari tadi sudah berdenyut tak karuan. Susah mengurusi anak SMA yang dibutakan oleh cinta.
"Sudah, Pak?" Gama bersuara. Dia mengangkat pandangannya, menatap nyalang Pak Rido dan Fix secara bergantian. Pak Rido yang terus bicara omong kosong, serta Fix yang baru saja mengibarkan bendera perang padanya.
"Gue nampar itu anak karena dia duluan yang nampar Reva. Letak kesalahan gue di mana? Bukannya kita boleh membela diri selagi kita gak salah? Gue sama Reva cuman makan di kantin, bukan ngasih tontonan porno untuk umum!"
Pak Rido menelan kembali salivanya. Kenapa jadi galakkan Gama dari pada dirinya?
"Tetap aja itu namanya kekerasan, Gama ...," geram Pak Rido semakin menjadi-jadi. "Kalau masalah membela diri seharusnya Reva yang membalas. Tapi dia gak melakukannya, 'kan? Kekerasan bertemu kekerasan itu bukan hal yang pantas diterapkan."
"Terus Niana nampar Reva bukan kekerasan? Bapak belajar berperilaku adil dulu, dong, baru menghakimi kami. Jangan keliatan bego begini! Jangan-jangan gelar megisternya ilegal, gak guna." Gama beranjak sambil menarik tangan Reva keluar dari ruang BK.
"Gama keterlaluan kamu! Siap-siap ditendang dari sekolah kamu!"
"Silakan, gua gak peduli."
Jika terus berada di dalam sana dengan orang-orang bodoh, kepala Gama yang mendidih bisa meledak karena kehabisan air. Rasanya ingin Gama habiskan saja mereka semua, tapi tidak di depan Reva.
Di balik punggung Gama, Reva menahan tawanya sepanjang Gama menariknya pergi menjauh dari ruang BK. Melihat wajah syok campur malu dan marah Pak Rido benar-benar cukup menghibur untuknya. Lucu saja. Dari kemarin kelakuan beliau memang ada-ada saja. Rasa-rasanya bukan Reva yang akan jera, tapi Pak Rido sendiri yang akan merasa jera padanya.
"Kenapa lo ketawa?" tanya Gama bingung dengan emosi yang masih ada di ujung kepala. Aneh, tidak ada yang lucu, tapi Reva malah tertawa begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks to Fix | Revisi
Подростковая литература| Fiki UN1TY | Dalam proses revisi 5 Desember "Aku adalah ceritamu yang telah lama usai." Reva meletakkan penanya di dalam saku, menutup buku diary miliknya dengan perasaan yang dia sendiri tak bisa jelaskan bagaimana. Lembar terakhir yang dia gunak...