55 || Sudah Suka Belum?

32 8 0
                                    

Guys?

MV DAH RILIS!

Mumpung besok lagi libur jualan, jadi bisa curi-curi waktu buat ngehype dan update hihi.

Selamat membaca❤️

Jangan lupa streaming!

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Cekrek.

Ujung bibirnya terangkat. Manik matanya bergerak teratur mengamati setiap sudut gambar yang barusan dia tangkap. Tidak ada cacat, bukan karena mata dan hatinya yang terhubung, tapi karena ini sungguh memesona.

Fix membuka langkah, menghampiri Reva lantas memperlihatkan hasil jepretannya. Seperti yang Fix perkirakan, Reva tersenyum, berterima kasih padanya. Dia sudah tak kecewa ketika Reva tak melayangkan pujian. Hal itu bukanlah hal yang penting sekarang, gadis itu ada di sisinya saja Fix sudah senang.

“Mau gantian?”

Fix menoleh, sebelah alisnya terangkat. Seolah tahu Fix sedang meragukannya, Reva segera mengambil alih kamera. Dia meminta Fix berdiri di sana, berpose sealami mungkin.

“Gue pernah ikut kelas fotografi waktu SMP. Dua Minggu.”

Informasi yang dilontarkan sebelum Reva mulai memotret.

Cekrek.

Cekrek.

Cekrek.

Tanpa memeriksa hasil jepretannya, Reva langsung mengembalikan kamera itu pada pemiliknya. Dia hanya tersenyum menanggapi wajah bingung itu. Memilih duduk di kursi taman sambil menunggu Fix memeriksa hasilnya.

“Dua minggu, tapi sejago ini?”

Fix mengernyit, memperhatikan layar kameranya lebih teliti.

“Gue pikir dua minggu cukup untuk belajar.”

Fix mendongak, mendengkus geli. “Iya, gue lupa kalau lagi ngomong sama lo.”

“Bukannya lo otodidak? Kenapa kaget?”

Fix duduk sambil sesekali kembali melihat-lihat hasil jepretan tadi. Terkesiap sesaat setelah mencerna perkataan Reva. “Lah, iya juga, ya?”

Reva terkekeh geli. Dia melepas ikat rambutnya. Entah kenapa, meski tidak kencang, ikat rambut cukup berpengaruh pada kepalanya. Rasa pusing langsung menyerang, karena itu Reva tak suka mengikat rambutnya. Meski dengan rambut terurai membuat gerah, setidaknya tidak membuatnya pusing.

“Apa yang lo gak bisa?”

Reva menoleh, berpikir sejenak. “Masak.”

“Serius?”

Kepala Reva bergerak naik turun sebagai jawaban. Dia menghela napas, melihat ekspresi Fix yang tak percaya padanya. Ketika Reva bilang bisa, Fix ragu, ketika Reva bilang tidak bisa pun dia tidak percaya.

“Dulu, waktu umur delapan tahun. Gue pernah coba masak, coba potong wortel waktu itu. Tapi jari gue keiris cukup dalam. Yang bikin Papa panik, gue gak nangis, malah diam dan ngeliatin darah gue sendiri setelah laporan. Mungkin Papa takut gue keterusan ngelukain diri sendiri.”

“Ngeri banget. Kan, itu sakit.”

Reva mengangkat bahu, melihat kembali jari telunjuknya. “Gue gak tahu. Gak ingat itu sakit atau enggak.”

“Lagian gak bisa masak bukan masalah. Lo bisa belajar karena terdesak.” Tawa Fix terdengar, dia menatap Reva yang tersenyum padanya lantas kembali ke dunia nyata dan menikmati salah tingkahnya. Diam-diam begini, nih, yang damage-nya bukan main.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang