31 || Toko Bunga

132 35 2
                                    

Selamat membaca, jan lupa streaming Darari cover Yun!

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Sekarang gue tahu, cinta memang perusak segala. Ketika perasaan itu tak punya kejelasan dari segala arah.

Rabu, 12 Agustus.

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Jreng!

Fix menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Menatap lelah piano di hadapannya. Entahlah, perasaannya benar-benar sangat kacau hari ini. Bukan hari ini saja, tapi sejak kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi.

Para jemarinya mengurut pelipis. Bukan main, kelakuannya sudah seperti orang yang baru saja diputuskan oleh pacarnya. Tidak ada kabar dari Reva. Terakhir gadis itu hanya mengangkat teleponnya dan tidak banyak bicara. Dia pun tidak masuk sekolah.

Tadinya Fix berkeinginan mendatangi rumah gadis itu, tapi jika kejadiannya seperti kemarin, percuma.

“Ada Reva tuh di depan.”

Bruak!

Reva dan Vina serempak menoleh setelah suara benda jatuh terdengar nyaring. Vina pamit, mau memastikan benda jatuh apa yang bunyinya bisa seperti tadi.

Reva tersenyum kecil. Tidak dia sangka dia berani mampir kemari di tengah situasi yang sangat memojokkan keberadaannya. Nenek yang selalu menyalakan semua hal yang Reva lakukan. Nenek yang memintanya datang dan pergi semaunya. Nenek yang sampai saat ini masih tak bisa menerima kehadirannya.

Ya, begitulah dunia yang Reva singgahi sekarang.

Beberapa hari ini Reva sibuk menghadapi Bion. Menghadapi semua tentang perasaan cowok itu yang begitu melelahkan. Berujung Reva yang kalah.

“Halo, Klar,” sapa Fix canggung sambil mengusap kepalanya. Denyut nyeri masih terasa jelas di sana. Mendengar nama Reva disebut oleh Feldy, membuat tubuhnya diserang brutal hingga hilang keseimbangan.

Fix mendudukkan dirinya di sofa seberang, tepat di hadapan Reva. Menerima senyuman manis dari gadis itu.

“Hai.”

“Lo kenapa gak bilang kalau mau main? Saya sangat terkejut.” Fix cerocos seenaknya dengan sedikit dramatis.

“Sudah, ke Tante Vina.”

“Bilang ke gue maksudnya.” Fix merengut, tahu Reva sedang mempermainkannya.

“Oh, jadi tadi lo yang jatuh?”

Fix terkesiap, dia mengalihkan pembicaraan dengan tepat sasaran. Membuat Fix meringis malu. Kebongkar sudah aibnya. “Ya, gak usah diperjelas gitu. Anggap aja si Pawpaw yang jatoh dari genteng.”

“Pawpaw?”

Fix terdiam sebentar. Kenapa nama Pawpaw jadi terdengar sangat menggemaskan ketika Reva yang mengucapkannya? “Iya, kucing gue.”

Reva mengangguk kecil, mengerti. Kembali diam memperhatikan Fix yang tak berhenti salah tingkah. Reva ingin minta maaf, tapi tidak di sini.

“Kata Titra di dekat sini ada toko bunga. Mau temani gue ke sana?”

“Oh, sebentar.” Fix segera beranjak. “Ma! Fix mau temani Reva ke toko bunga!”

Reva terkekeh geli. Sama seperti Jio ketika meminta izin pada mamanya. Tapi, sayang ... sekarang Jio benar-benar harus mandiri agar bisa kembali bangun dari tidurnya.

“Yuk. By the way lo naik apa ke sini?”

“Taksi.”

“Taksi?!” ulang Fix tak percaya. Dengan sosok papa seperti Etan, tidak mungkin Reva dibiarkan naik taksi sendirian. “Ya udah ayok.” Persetan dari itu, Fix senang bisa membonceng Reva.

“Hati-hati di jalan ya, Sayang.”

Sejak kapan mamanya muncul?!

“Iya. Reva pamit, Tan.”

Vina tersenyum, berterima kasih lagi untuk bingkisan yang Reva bawakan. Dia menepati janji untuk mampir ke sini walau tak lama. Mendengar Fix bermain piano dengan kacau membuat Vina sedikit malu menghadapi anak yang tak kalah jago bermain piano. Lebih baik mereka segera keluar sajalah.

“Sini,” pinta Fix sambil memegang helm.

Reva mendekat, membiarkan Fix memakaikannya helm dengan benar. Sesaat setelah pengait helm terpasang sempurna, Fix kembali ke dunia nyata. Dia berbalik, buru-buru menaiki motornya dan bersiap pergi. Sial, lama-lama pipinya yang seperti adonan bisa matang.

Lima menit berakhir, sampailah mereka ke tempat yang Reva maksud. Fix menurunkan standar motor, terlebih dahulu melepaskan helm Reva baru helmnya sendiri. Sebenarnya toko ini terlihat seperti rumah, karena memang produksi rumahan.

“Di sini juga buka les piano. Setahu gue.” Fix menyampaikan sedikit informasi yang dia ketahui.

“Oh ya?”

“Iya.”

Reva mengedarkan pandangannya, menatap Pak Agung sambil menempelkan jari telunjuk di bibir. Meminta Pak Agung untuk tidak menyapanya. Dia tidak tahu kalau yang Titra maksud adalah tokonya sendiri. Inilah drama kalau melupakan merek.

“Selamat datang!”

Si penjaga terdiam, mengerjap melihat kedatangan Reva untuk yang kedua kalinya hari ini. Ditambah lagi Reva memberinya kode yang sedikit sulit dimengerti. Sepertinya dia mendapat perintah untuk diam dan pura-pura tidak mengenalinya. Wah, kejadian langka.

“Cari bunga apa ya, Mas? Untuk pacarnya?” Dia hanya perlu bertingkah profesional.

Fix menoleh, buru-buru menyangga si penjaga yang terkekeh geli karena ekspresi panik Fix. Yang paling menyebalkan ketika Reva hanya tersenyum kecil lantas mulai mengelilingi toko sendiri.

“Saya ada rekomendasi, nih. Bunga lily putih. Bunga ini kesukaan bos saya, Mas. Sebenarnya bos saya suka semua warna karena semuanya punya makna baik sesuai jumlahnya. Putih melambangkan ketulusan, kemurnian, kesetiaan, kesucian, kemuliaan dan banyak hal baik lain. Kecuali bendera putih, itu mah bendera duka.”

Fix melirik Reva yang diam mendengarkan.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang