Selamat membaca 🙆🏻♀️
⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
“REVA!”
Etan tersentak, mendongak dari piring, lantas meletakkan sendoknya buru-buru. Sorot khawatir mulai tercipta, dia meminta Reva untuk tetap melanjutkan sarapan. Etan akan keluar dan mengatasinya sendiri.
Pria itu beranjak dengan cemas, berusaha menenangkan ibunya yang tiba-tiba datang tanpa kabar.
“MANA WANITA JALANG ITU?! MAMAMU MANA REVA?!”
“Ibu duduk dulu, ada apa?” Etan mencium punggung tangan sang ibu, memintanya untuk duduk. Berharap ibunya bisa merasa lebih tenang, tak lagi menegangkan saraf.
“Klara mana? Maksudnya apa gak ada di rumah? Kenapa anaknya gak sekalian dibawa pergi?!”
Nada bicaranya begitu tak nyaman di dengar. Entah perkara umur, atau memang hanya karena dia benci.
Etan menggenggam tangan ibunya, kembali mencegah wanita itu beranjak menghampiri Reva. Tatapannya memohon, tak ingin ada yang disakiti. “Ibu tenang dulu. Kita bicara pelan-pelan, ya? Reva juga harus berangkat sekolah.”
“Untuk apa sekolah?! Nyusul mamanya saja sana!”
“Ibu bilang ke Etan pendidikan nomor satu—“
“Gak berlaku untuk Reva!”
Etan tertegun, menunduk untuk menghela napas. Etan tidak mengerti bagaimana lagi caranya agar ibunya mengurai benci itu jadi kasih yang seharusnya. Etan kehabisan alasan untuk menjawab semua elakan. Etan lelah mempertaruhkan posisinya.
Nenek menyentak lepas genggaman Etan. Tubuhnya yang mulai ringkih dia bawa berjalan terburu mencari target. “Reva!”
“Reva lagi sarapan, Bu ....” Etan masih berusaha menahan. Setidaknya biarkan Reva menyelesaikan sarapannya agar gadis itu baik-baik saja di sekolah.
“Iya, Nek?” Reva muncul. Dia mengerti tatapan macam apa yang Etan lontarkan padanya, tapi Reva juga mengerti jika bersembunyi hanya menambah tajam pedang nenek.
Tas ransel berwarna biru sudah siap di pundak. Seperti dugaan Etan, Reva tak menghabiskan sarapannya. Langkahnya kembali terbuka maju dua langkah mendekati neneknya.
Etan menegak ludah. Batinnya berteriak agar Reva segera pergi, seakan telepati itu akan berhasil.
“Mana mama kamu?” tanya Nenek dengan tatapan tajam, nyaris meletuskan keberanian Reva. Namun, banyak hal yang membuat manusia jauh lebih kuat. Terbiasa.
“Reva gak tahu Mama ke mana.”
Nenek mendengkus kesal. “Kenapa gak ikut mama kamu pergi? Bisa-bisanya kamu gak tahu ke mana mamamu pergi.”
“Karena Reva gak diajak, Nek.” Reva menimpali dengan sabar.
“Diajak atau gak diajak ya kamu ikuti! Dia mama kamu!”
Reva juga memiliki keinginan seperti itu. Reva mengerti kalimat itu bertujuan baik. Reva juga mengerti bahwa itu adalah prinsip hidup nenek. Hingga putranya pun dilarang membantah meski itu adalah sebuah kesalahan sekalipun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks to Fix | Revisi
Teen Fiction| Fiki UN1TY | Dalam proses revisi 5 Desember "Aku adalah ceritamu yang telah lama usai." Reva meletakkan penanya di dalam saku, menutup buku diary miliknya dengan perasaan yang dia sendiri tak bisa jelaskan bagaimana. Lembar terakhir yang dia gunak...