4 || Pemakaman

214 46 15
                                    

Selamat membaca💙

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪


Reva terkekeh geli mendengar Pak Rido mengomel tanpa alasan yang jelas sejak tadi. Seakan tenaganya baru selesai diisi, dia terlihat begitu bersemangat menyalahkan sesuatu yang tidak terjadi. Suaranya yang menyapa telinga Reva pun hanya membentuk kalimat yang itu-itu saja. Jika sekali lagi Pak Rido mengulangnya, Reva pasti sudah hafal di luar kepala.

“Kenapa kamu ketawa? Kamu itu cewek! Harus hati-hati kalau ketemu cowok. Jangan mau diajak berduaan!” Matanya membulat sempurna, mungkin ingin menakuti Reva untuk memberikan efek jera. Seandainya Pak Rido tahu itu sama sekali tidak berpengaruh, apa dia akan tetap melakukannya? Dilihat dari wataknya, sepertinya iya.

“Bapak tahu dari mana kalau saya diajak? Bertanya pada Fix saja belum Bapak lakukan.”

“Ya jelas-jelas kalian berduaan. Cowok itu agresif, Nak.”

Harga diri Fix terluka. Memangnya dia sebrengsek itu? Lagi pula sejak tadi Pak Rido malah menjelekkan sesamanya sendiri. Apa dia lupa jika dia sendiri laki-laki?

“Memangnya hanya cowok yang agresif. Kalau sebenarnya saya yang ajak, gimana tanggapan Bapak?”

“Kamu bahaya! Gak boleh! Kamu jangan memberi makan harimau!”

Reva tak habis pikir. Sebenarnya apa yang membuatnya bertemu orang seunik Pak Rido?

“Bahkan Bapak langsung percaya gitu aja. Padahal dalam tahap memecahkan masalah ada tata cara yang baik dan benar. Bapak tahu itu, ‘kan?”

“Ta-taulah! Jangan meremehkan saya!” Pak Rido berdehem, dia mulai merasakan aura yang berbeda keluar dari tubuh Reva. Kerongkongannya mulai terasa kering.

“Sebelumnya, saya izin bertanya. Di sekolah kita ada fasilitas CCTV?”

“Ada. Kenapa?”

“Di ruang seni ada CCTV?”

“A-ada.” Pak Rido mulai curiga.

“Kenapa fasilitasnya tidak digunakan ya, Pak? Kasihan CCTV-nya makan gaji buta. Kasihan juga Bapak marah-marah habis empat bab. Padahal jawabannya sudah kami jelaskan, dan pastinya terekam di CCTV. Tidak mungkin Bapak mengelak dan mengatakan rekaman itu manipulasi, ‘kan? Atau simpelnya CCTV-nya mati? Kami masih anak SMA dan guru adalah orang yang paling benar di sini. Kenapa lagaknya tidak demikian?”

Fix dan Pak Rido sama-sama tercengang dan bungkam. Lebih parahnya Pak Rido menelan ludahnya sendiri setelah menyadari keteledoran bodohnya. Yang dikatakan Reva benar, bahkan sebagian besar menohok hatinya. Dia terlihat bodoh hanya karena melakukan investigasi tanpa melirik bukti yang paling nyata.

“Bu Ani, lihat rekaman CCTV!”

Senyuman Reva masih melekat di wajahnya. Menunggu dengan tenang dan memang semuanya berjalan dengan lancar. Mereka berdua akhirnya dibebaskan, malah Pak Rido yang ditegur oleh Kepala Sekolah dan mau tak mau meminta maaf pada Reva. Kejadian langka ketika guru yang meminta maaf setelah keangkuhannya.

“Re!”

Langkah Reva berhenti, dia berbalik untuk merespons. Masalah mereka sudah selesai, ada apa lagi?

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang