16 || Pedih Padam

178 43 0
                                    

Selamat membaca💙

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Jio menuntaskan janjinya pada Etan dengan baik. Berhasil membawa Reva pulang dengan selamat selalu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Jio. Senyuman dia pamerkan, hingga dia tahu jika Reva hanya sendirian. Jio sempat lupa jika Klara sudah tak pulang beberapa hari. Jio sempat lupa jika Etan berbeda dengan Rian yang punya lebih banyak waktu di rumah.

Senyuman bangga tadi berubah jadi miris. Mereka berdua sama-sama diuji dengan kata sepi.

“Gue numpang isi energi dulu, ya?” Jio meletakkan barang-barangnya di meja tengah. Mengedarkan pandangannya setelah mendapat anggukan sebagai jawaban.

Jio sedang mencari sesuatu. Sesuatu yang seharusnya bisa menepis sedikit dari rasa sepi. “Kucing dari gue mana, Re? Lagi sembunyi?”

“Dibuang Nenek.”

Jio tertegun, tak heran, tapi tetap saja terkejut ketika mendengarnya. “Kok, lo gak bilang?” Jio berdecak.

Semakin tak habis pikir dengan kelakuan neneknya. Sudah tua bukannya mencari ketenangan malah membesarkan masalah tak habis-habisnya.

“Nenek bilang buang-buang uang.”

“Kenapa gak lo sembunyikan aja di kamar?”

“Kamar Reva selalu dirazia. Kak Jio lupa? Hape Reva aja berapa kali mau dibuang sama Nenek. Baju-baju Reva tiba-tiba dibawa pergi, katanya mau disumbangkan. Setiap Reva beli barang baru selalu ditanya harganya.”

Jio meringis, dia pasti sudah gila kalau jadi Reva. “Apa sih yang bisa buat Nenek sadar? Gue yang liat capek.”

“Kematian gue.” Reva menjawab dengan enteng. Gadis itu sudah selesai membuka kancing seragamnya. Dia akan segera naik untuk membersihkan diri.

Jio tertegun. Menatap Reva kosong untuk beberapa saat. Refleks kemudian mulutnya mengalihkan pembicaraan. Kenapa hari ini Jio membuat banyak kesalahan yang memancing kesalahpahaman? Sepertinya dia harus lebih waspada dalam menyaring kata-kata.

“Gak papa, kok. Reva juga gak bakal ngelakuin apa yang ada di pikiran Kak Jio sekarang.” Reva meraih tasnya, ingin cepat-cepat membersihkan diri agar lebih nyaman bicara dengan Jio.

“Jangan ngomong gitu lagi. Serem, Re.”

“Kayak yang Kak Jio bilang, kematian ada di tangan Tuhan. Membahas kematian bukan berarti kita bakal mati, ‘kan, Kak? Walaupun itu bisa aja terjadi.”

Jio menarik napas panjang. Hati-hati bicara dengan Reva, dia akan menyimpan dengan rapi kata-kata. Kemudian melemparkannya kembali ketika si penutur melupakan perkataannya sendiri. “Iya benar, Re. Tapi kita bisa bahas yang lain, ‘kan?”

“Memangnya mau bahas apa lagi? Gak ada hal menarik dari Reva yang bisa dibahas.”

“Non, Nenek datang lagi.” Suara Bi Mimi menginterupsi. Dia tampak berbisik, wajah paniknya tak bisa bersembunyi.

Bahkan Reva belum sempat berganti seragam. Reva melepas seragamnya, menyisakan kaus putih membalut tubuhnya.

“Kak Jio sembunyi di kamar Papa, deh. Di sana aman, gak bakal Nenek geledah,” ujar Reva sembari menarik tangan Jio masuk ke dalam kamar papanya. Tak lupa membawa barang-barang Jio juga tas miliknya sendiri. Butuh sedikit paksaan sampai Jio menurutinya.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang