22 || Lo Cantik

158 29 0
                                    

Selamat membaca 💙

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

From Fix
Klarr. I have some news for you.
Pertama, gue bakal ikut lomba nasional mewakili sekolah.
Kedua, gue harap lo bisa datang nonton karena gue punya dua kursi kosong untuk penonton. Udah pasti Mama gue, dan satu lagi gue pikir lo karena bokap lagi di luar kota. Dan Mama gue sendiri yang mau lo ikut.
Ketiga, Niana udah gak seriweh dulu nempelin gue. Rasanya tuh kayak lebih bebas aja. Tinggal tunggu lo balik sekolah.
Haha itu aja, sih.
Gue harap lo datang..

Pesan yang Fix kirimkan sekitar pukul sebelas malam tadi sudah Reva baca sejak lima menit pesan itu tersampaikan padanya, mengusik malamnya. Hanya ada balasan singkat tentang Reva yang akan menanyakan pendapat Etan. Balasan sesungguhnya akan dia kirimkan esok. Dan hari itu tiba.

“Pa ...,” Reva berjalan perlahan menghampiri Etan. Terlihat pria itu sedang sibuk memberi makan ikan peliharaannya.

Hari ini Etan kembali membuat jadwal dari rumah. Tidak lain dan tidak bukan adalah agar bisa memantau keadaan Reva dua puluh empat jam. Etan akan menjadi orang yang paling bersalah jika kembali terjadi hal buruk pada putrinya.

“Ya, Sayang?” Etan menoleh, memberikan kecupan selamat pagi.

Em .... Fix ngajak Reva datang ke lomba yang dia ikuti. Bertiga. Sama mamanya Fix. Undangannya ada di ponsel Reva.”

Gadis itu menyerahkan ponselnya. Membiarkan papanya mencermati apa yang tertulis di undangan. Etan menghela napas pelan, dia tidak tahu kali ini Reva benar-benar ingin pergi dengan memaksanya atau tidak. Namun, lirikan mata Etan tak pernah bisa berhenti mengkhawatirkannya.

Jika tangan Reva baik-baik saja, mungkin gadisnya akan hadir sebagai salah satu peserta di sana.

Satu lagi fakta bahwa Etan telah menoreh luka pada hal yang paling putrinya sukai.

“Lho, bentar.” Etan mengernyit, memperbesar salah satu baris yang menyertakan nama seseorang di sana. Tidak asing.

“Klareta Desiree ..., namanya mirip kamu.”

Reva terkekeh geli, tersenyum pada ayahnya untuk mendapatkan izin. Sejauh ini luka bakar di tangannya telah diatasi dengan baik. Tidak ada infeksi dan Reva pun memedulikan kekhawatiran Etan tentang tangannya. Bersikap hati-hati adalah kuncinya.

“Acaranya di sekolah lama kamu, gak papa?” tanya Etan, menatap putrinya sedikit ragu.

“Memangnya kenapa?” Reva balik bertanya sebab tak mengerti. “Bukannya secara gak langsung Reva bisa reuni sama teman-teman Reva di sana?”

Etan diam sebentar. Dia lupa siapa yang sedang dia khawatirkan. “Iya, boleh.” Etan tampak kecewa pada dirinya sendiri. “Tapi Papa gak bisa nemenin.”

“Ada Fix, Pa.” Reva tersenyum. “Dia gak akan biarin nyawanya melayang kalau dia sendiri yang berani ngajak Reva.”

Etan mangut-mangut mengerti walau masih diliputi ragu. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya memberikan izin yang sedikit lebih ringan. Setelah diingat kembali, Fix memang selalu menepati janji. Entah itu hanya sekadar keberuntungan, atau dia memang benar-benar menjaga Reva.

Etan mengatur ulang jadwal di kepala, bersikeras akan hadir di acara itu juga. Jika bisa, menjadi sponsor agar mendapat akses khusus adalah hal yang paling memungkinkan. Etan juga bisa mengeluarkan produk piano baru sebagai bentuk kerja sama.

Reva tersenyum senang, mengingat semua nasihat yang Etan berikan. “Kalau gitu Reva ke kamar. Mau nyicil tugas Reva yang ketinggalan.”

“Iya, Sayang. Jangan lupa istirahat.”

“Iya, Pa. Makasih ya, Pa.”

“Sama-sama, Sayang.”

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Klareta: Gue harus datang jam berapa?

Fix yang tadinya sedang asyik mengunyah bakso terkejut menatap ponselnya. Matanya menyipit, menatap dengan serius pesan yang masuk. Sesaat setelahnya, pupil matanya membesar. Jika dia ceroboh sedikit saja, dia sudah tersedak kuah bakso yang pedas dan panas.

Mulutnya bergerak cepat mengunyah bakso, menelannya dibantu es jeruk. Lantas benar-benar meraih ponselnya untuk memberi balasan.

Fix: Alhamdulillah gak keselek.
Ituu artinya lo diizinin sama bokap lo?
Yes bener banget, gak salah lagi dong, Fix. Gak mungkin Klareta typo satu kalimat:')
Nanti ekslusif gue yang jemput. Kita berangkat bareng sama mama. Sekalian gue langsung ngomong sama bokap lo.

Klareta: Oke ... makasih, Fix.

Fix: Sama-sama. See you, Klar.

Titra mengaduk es tehnya. Memperhatikan dengan saksama gerak-gerik Fix yang begitu sumringah. Dari mood-nya yang biasa saja tiba-tiba melonjak tajam.

“Reva, ya?” tanya Titra sebelum menyedot es tehnya. Dalam sekali tebak pun, Titra bisa tahu itu bersangkutan dengan Reva.

Em .... Kenapa?”

Titra mengangkat bahu tak acuh. “Gak papa. Sekarang gue tahu apa permintaan kedua gue.”

“Apa?”

“Nonton lomba lo. Lo bilang ada dua kursi untuk keluarga, ‘kan? Gue mau satu.”

Fix langsung terdiam. Senyumnya sedikit memudar, sedikit tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “Gak ada permintaan yang lain?”

“Emangnya kenapa?” tanya Titra dengan kening mengerut dalam. Manik matanya menatap lurus cowok di depan , menantikan jawaban.

“Gue sudah tentukan siapa yang gue ajak.”

“Nyokap lo sama siapa? Barusan tadi lo cerita Bokap lagi berangkat.” Titra semakin tidak peduli siapa pun itu, meski Reva sekali pun.

“Ada. Lo gak perlu tahu, ‘kan?”

“Kalau itu Reva, batalin. Atau gue yang batalin janji gue sekalian.”

Deg.

Fix merutuki mulutnya sendiri. Seketika menyesal sudah bicara blak-blakan pertanyaan Titra tadi. Perihal membawa motor yang tidak biasa dia bawa, berujung Fix menceritakan ayahnya yang sedang dinas luar. Seharusnya mulutnya lebih banyak tertutup, agar lebih mudah mengeles tanpa bohong.

Cowok itu menghela napas. “Oke.”

Titra tersenyum. Sebenarnya Titra tak pernah berpikir janji itu akan sangat berpengaruh. Hanya seperti itu, tapi Fix bersikeras tidak mau bocor. Apa sulitnya menyatakan perasaan dan mengakui perbuatan baiknya? Jika begini, Titra jadi tak punya alasan untuk mundur lagi.

“Permintaan ketiga gue setelah lomba lo beres.”

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang