44 || Sedang Singgah

119 26 4
                                    

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Pagi itu suasana sekolah terasa berbeda setelah matanya menangkap kedatangan Reva. Ramai pagi yang biasa berubah jadi bisikan yang menyebalkan. Fix sengaja datang lebih pagi dan menunggu di parkiran demi menemui gadis itu.

Fix tahu keadaannya akan runyam begini. Jelas rumor yang beredar mengenai isi CCTV itu masih menjadi perbincangan hangat di sini. Reva pun tak melakukan apa pun untuk meredakannya.

Kaki Fix berhenti ketika melihat Niana menghampiri Reva. Keduanya dalam sekejap jadi pusat perhatian.

“Itu bukti yang lo mau. Lo mau mengelak gimana lagi?” Sebelah alis Niana terangkat, sudut bibirnya pun diangkat sinis. Berlagak angkuh, merasa akan memenangkan kasus ini.

Reva menghela napas, tersenyum kecil di sudut bibir. Niana masuk ke dalam jebakan yang dia buat. Akhirnya, tepat di depan semua orang. Meski Reva tak pandai berlagak dan melawan, setidaknya dia mencoba dan percaya pada pikirannya untuk bisa diajak bekerja sama.

“Gue gak punya sepatu yang sama seperti di dalam video itu.”

Pembelaan pertama.

Niana berdecih. “Lo itu orang kaya. Beli sepatu sekali pakai bukan hal mustahil. Itu gak bisa lo jadikan alibi.”

Reva mengangguk, setuju. “Tapi ....” Reva melirik ke bawah. “Bukannya gue, malah lo yang pakai sepatu yang sama.”

Niana tertegun, menatap sepatunya sendiri dengan mata melebar. Apa benar? Lantas tatapannya berkelana menatap orang-orang di sekeliling. Mereka membenarkan apa yang Reva katakan. Sepatunya sama persis.

Kedua tangan Niana mengepal. “Jadi maksudnya lo mau mengkambinghitamkan gue cuma karena sepatu di video itu sama dengan sepatu gue?!”

“Harusnya gue yang tanya. Lo mau menuduh gue cuma karena orang di dalam video itu terlihat mirip sama gue?”

Niana menelan ludah, terpancing ke pojokkan. Dia tertawa, tak ingin suasana berbalik menyerangnya. “Model sepatu itu cetakan. Sedangkan ketemu orang yang mirip sama lo itu gak mudah.”

“Ah, lo bener.” Reva tersenyum. Satu langkah terbuka maju, semakin mendekati Niana. Tangannya terangkat, tertegun ketika Niana malah memejamkan matanya takut.

Apa yang sebenarnya terjadi pada gadis malang ini?

“Gue gak bakal mukul lo seperti siapa pun itu yang sudah nyakitin sepupu gue.”

Niana merasakan bulu kuduknya merinding di sekujur tubuh. Bisikan Reva membuat semua pertahanannya runtuh. Terlebih lagi ketika gadis itu menarik lepas ekor kudanya, menata rambutnya sedemikian rupanya.

Orang-orang yang melihat Niana dari belakang tertegun, mulai menaruh curiga.

“Potongan rambut lo bagus.”

Niana membeku. Sedikit pun tubuhnya terasa tak lagi sanggup bergerak.

“Dan satu lagi, Na. Yang paling penting sebelum lo menuduh orang itu adalah gue. Detail yang seharusnya gak pernah lo lewatkan.” Reva membuka kasa yang membalut tangan kiri. Memperlihatkan pada semua orang mengenai luka bakarnya yang dia sembunyikan selama ini. “Tangannya gak terluka sama sekali, sedangkan gue punya ini.”

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang