20 || Tolong Jangan

140 34 2
                                    

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Fix menurunkan standar motornya di halaman rumah Reva, sesaat setelah menghela napas lega telah sampai di tujuan. Mengomel dua malam pada gadis itu tidak mempengaruhi apa-apa. Keyboard elektrik itu tetap saja tak enak hati untuk Fix terima. Mamanya juga berlebihan dalam menyampaikan informasi.

Fix menghela napas cukup panjang menyiapkan diri. Mumpung Niana tidak sedang mencarinya, dia jadi punya waktu untuk menemui Reva sebelum menyelesaikan masalah dengan Niana. Dia ingin sekali meminta Reva untuk berhenti melakukan suatu hal secara berlebihan dan di luar ekspektasi orang lain.

“Hai, Fix.” Reva menuruni tangga, menyapa dengan ramah.

“Oh, hai. Tangan lo gimana?”

Reva melirik sekilas tangannya, kembali tersenyum pada tamunya. “Seperti yang lo lihat. Mau ngobrol di mana?”

“Setahu gue ada danau di dekat sini. Lo mau ke sana?”

Reva tersenyum sambil mengangguk kecil. Sebelum itu dia kembali berjalan masuk untuk meminta izin pada Etan. Sepuluh menit berselang, Reva baru kembali dengan helm di kepala. Fix tidak bisa menyembunyikan tawa gemasnya. Persis seperti anak kecil. Apalagi helm itu kebesaran di kepalanya.

“Papa bilang jangan lama-lama.”

“Iya, paling gak bakal lama.”

Fix memakai kembali helmnya. Dia memutar lantas memastikan Reva duduk dengan benar di boncengannya. Sesekali selama di perjalanan Fix melirik lewat spion, memastikan tangan Reva baik-baik saja.

Tak sampai lima menit mereka sudah sampai di tempat tujuan. Fix menurunkan standar motor ketika Reva berhasil turun dengan aman, lantas dia ikut turun dan melepas helmnya.

“Yuk!” ajak Fix. Dia masih belum menyadari ada sesuatu yang membutuhkan pertolongannya.

“Boleh minta tolong lepaskan helm?”

Fix tertegun, berbalik dengan sedikit meringis. “Sorry. Gue lupa.”

Reva tersenyum manis. Tadinya Etan yang memakaikannya helm. Tangannya masih tidak boleh digunakan untuk apa-apa, itu pesan Etan. Katanya agar menghindari gesekan supaya tidak terjadi infeksi dan lain sebagainya.

“Makasih.”

“Hem.” Fix berdehem gugup, mengalihkan tatapannya. Perkataan Jio tiba-tiba menghantuinya. Tangannya segera meletakkan helm Reva di kaca spion sebelah. Lantas kaki jenjangnya mulai terbuka, terlebih dahulu berjalan mendekati danau.

Benar yang Jio katakan. Rasanya tenang. Air, pepohonan rimbun, dan udara yang bersih. Tidak terlalu banyak orang, tidak ada sampah yang berserakan. Seperti bagian lain dari kota yang selama ini Fix tinggali.

“Adem, ya?”

Fix tertegun, menyusul Reva yang sudah duduk tak jauh darinya. Tanpa sadar Fix larut dalam suasana. Jarang ada tempat seasri ini yang mudah ditemukan. Ini pertama kalinya dia jatuh cinta pandang pertama.

“Lo sering ke sini?” tanya Fix sedikit penasaran. Ada banyak pertanyaan yang Jio jawab dengan tanyakan sendiri pada Reva. Jadikan itu topik pembicaraan katanya.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang