48 || Dari Niana

142 29 7
                                        

Selamat membaca 💙

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

“REVA!”

“Hem?”

Plak!

Hah ... Nenek dan Niana sama saja. Semudah itu melayangkan tamparan untuk seseorang tanpa alasan yang jelas. Matanya memang menjelaskan jika dia sedang marah, nyalang dan tajam. Namun, tidak perlu tiba-tiba menampar sampai sekuat tenaga begini. Itu tidak akan membuat Reva berhenti menjadi dirinya sendiri.

“Berhenti ngirim teror ke rumah gue!”

Reva menatap Niana tak mengerti. Teror apa? Reva bahkan tidak melakukan apa-apa selain meladeni kerusakan yang mereka buat dalam diam. Reva tak bermain sistem publik yang memalukan. Itu adalah cara murahan yang menyeret kaki sendiri.

“Lo, ‘kan, yang kirim semua teror itu?!” cerca Niana. Memaksa gadis itu mengakuinya.

“Lo diteror?”

Reva bertanya balik sebab tidak mengerti.

“Gak usah pura-pura gak tahu, deh. Gue tahu lo licik! Pembunuh!”

Reva tersenyum kecil, dia juga menghela napas. Lama-lama dia jadi pusing juga mendengar suara Niana yang entah berapa oktaf.

“Biasakan perlihatkan bukti sebelum menuduh. Bukti saja bisa salah sangka, apalagi gak ada bukti. Lo mau ulangi yang kemarin?”

Tangan Niana mengepal kuat, tatapan nyalangnya semakin jelas tertuju pada Reva. Bisa-bisanya gadis itu malah tersenyum di saat seperti ini.

“Heh, lo ngomong gitu karena lo main bersih, ‘kan?! Dengan otak lo yang didambakan semua orang itu, rencana lo pasti sempurna!”

Reva menghela napas. Dia bahkan tidak melakukan apa-apa. “Kita bicara lagi kalau lo punya buktinya, Na. Gue pulang dulu. Hati-hati di jalan.”

Bruk.

Reva tertegun, menatap tanah yang nyaris saja dia sentuh jika tak ditopang oleh dua tangan ini. Dalam hati Reva berterima kasih Fix datang tepat waktu. Perlahan kembali menegakkan tubuhnya, melihat ekspresi kesal di wajah itu.

“Lo ngapain, sih, dorong-dorong?!” Kening Fix mengerut kesal, memicing menahan amarah. “Keterlaluan tahu, gak?!”

Niana mengembalikan tatapan lelaki itu. Dia juga kesal. Dia dimarahi habis-habisan karena masalah CCTV itu semalam. Dia ingin menyerah, tapi dia belum mendapat pembelaan apa-apa. Dia belum menghabisi Reva.

“Fix, dia itu pembunuh! Kenapa, sih, lo malah belain orang yang jelas-jelas salah?!”

“Gue percaya Reva gak salah.” Ada penekanan di setiap katanya. “Makanya gue belain dia!”

“Fix, Mama sama kembaran gue jadi korban. Dia ngebunuh dua orang itu di depan mata gue sendiri!”

Air mata Niana luruh, emosinya yang meledak adalah kesedihan. Saking marahnya dia merasa kehabisan suara. Saking marahnya seolah saraf wajahnya tidak mau bekerja. Saking marahnya tersisa air mata yang bisa diperlihatkan.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang