12 || Air Es

151 41 0
                                    

Selamat membaca💙

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪

Angin berembus cukup kencang. Dedaunan di sepanjang jalan beterbangan jatuh dari pohonnya. Langit mulai menggelap, tanda hujan akan turun dengan derasnya. Kala itu tak hanya alam yang memberi pertanda buruk, melainkan penduduknya pun begitu. Reva tak mengerti apa yang salah darinya. Yang jelas, tatapan itu diberikan bukan untuk menunjukkan kebaikan.

Berpapasan dengan Niana adalah yang terburuk sepanjang hari ini. Tatapan matanya seakan mampu memenggal leher. Di tengah kantin, tepat di meja yang biasa Gama tempati terlihat sang pemilik melambai kecil. Menyambut Reva dengan manis.

Niana datang dari arah sana, sepertinya Reva tahu apa yang terjadi jika disuruh menebak.

“Hai, Gam,” sapa Reva. Seperti biasa, dia mengambil duduk tepat di hadapan Gama.

“Hai. Mau makan apa?” tanya Gama.

“Lagi pengen soto.” Tak butuh waktu banyak untuk memikirkan jawaban. Setelah mencoba soto yang dijual di kantin, rasanya yang cocok di lidah Reva membuat makanan itu jadi favoritnya.

“Gue pesenin dulu.” Gama beranjak diikuti sorot mata Reva. Ada sedikit yang membuat Reva merasa sosok itu berbeda.

“Ini, selamat makan, Sayang.”

Tatapan Reva mengarah tepat pada Gama untuk beberapa saat. Panggilan sayang dari Gama terdengar begitu menggelikan. Hubungan palsu ini, akan berkembang sampai sejauh apa? Reva jadi mengerti karena Titra begitu mengkhawatirkannya.

“Gimana? Enak?”

Reva tersenyum sambil mengangguk. Tak bisa dia pungkiri jika dia mulai curiga pada Gama. Sampai sekarang, Reva masih belum mengerti apa keuntungan yang Gama maksud tempo hari. Rencana apa yang ingin dia lakukan untuk membuat keuntungan itu sampai pada Reva.

Seakan menjadi seseorang yang paling mengerti tentang Gama di depan Titra, padahal Reva sendiri tak jauh berbeda dari apa yang Titra khawatirkan.

“Gue ke toilet dulu. Sebentar.”

“Silakan.”

Gama beranjak, hilang dari penglihatan Reva. Perasaannya jadi tidak enak. Embusan angin yang semakin kencang seolah membisikkan kabar buruk segera datang. Sebentar lagi.

“Reva!”

Byur

Tepat ketika Reva menoleh air itu sampai membasahi wajahnya. Jeritan kaget beberapa orang yang menjadi saksi terdengar ditahan. Mata-mata yang membulat, napas yang ditahan, hening menyelimuti sesaat, menjelaskan betapa tak terduganya hal ini terjadi.

Seharusnya rasanya dingin, tapi seolah ini hanyalah air hujan yang menusuk perih saking derasnya. Es batu yang menyelip di sekitar kera seragamnya, juga air yang perlahan mengalir ke tubuhnya. Rasanya hanya seperti air biasa, seakan itu semua menjelaskan perasaan Reva.

“LO UDAH REBUT GAMA DARI GUE, SEKARANG LO JUGA REBUT FIX DARI GUE? BELUM PUAS? BELUM CUKUP? BERHENTI REBUT SEMUA HAL DARI GUE, RE! BERHENTI!”

Tenggorokan Niana tercekat, kehabisan tenaga kala air matanya luruh begitu saja. Dia benci mengingatnya. Dia benci mengingat jika Reva memiliki segala hal, sedangkan dia tidak.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang