Selamat membaca💙
⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
"Selamat ya, Ra! Ini aku bawa hadiah."Hari itu tak ada satu pun yang melenyapkan senyuman kecuali Niana. Dia melihat semua barang yang Reva bawakan untuk merayakan peringkat satu paralel Niara. Semua memujinya, begitu pula Niara memuji Reva yang saat itu sedang berlibur dari Amerika.
Tak ada satu pun yang peduli dengan pencapaian Niana. Meski jauh di bawah Niara, Niana juga menginginkan setidaknya apresiasi karena dia sudah mencoba. Turun sembilan baris dari peringkat Niara, Niana pikir dia pun akan dibanggakan karena masuk sepuluh besar.
Saat itu semua cinta hanya tertuju pada Niara. Ara. Ara. Ara. Ara. Tidak ada habisnya nama Ara disebutkan. Ketika marah pun mereka berdua hanya akan dibandingkan.
"Na? Sini, makan kue." Reva yang terlebih dahulu menyadari kehadiran Niana.
"Gak mau!"
Reva menatap sedih, tersentak ketika Niana membanting pintu kamarnya sendiri. Kenapa? Padahal Reva juga ingin memberikan Niana hadiah karena dia berhasil mencapai sepuluh besar.
"Udah ... biarin aja. Kalau laper juga makan."
Reva menatap Bella, khawatir pada Niana. "Tapi, Tan. Kalau makan rame-rame, 'kan, lebih enak."
"Udah-udah. Biar Ara yang bujuk."
"Gak usah, Ara ... gak guna."
Niara tersenyum pada ibunya. "Belum dicoba ...."
Niara berjalan mendekati pintu kamar adiknya. Mendekatkan telinganya, mendengarkan samar Niana menangis di dalam.
Tok tok tok
"Ana ... lo, 'kan, baru pulang main. Pasti lapar, ayo-"
"GAK USAH SOK TAHU!"
"Na ... gue kembaran lo, gue tahu."
"LO TAHU APA YANG PALING GUE SESALI? GUE TERLAHIR SEBAGAI KEMBARAN LO! PERGI!"
Niara terdiam, menunduk dalam. Perkataan itu sungguh menyakitinya, menyakitinya melebihi apa pun yang pernah Niana lakukan.
"Gue gak pernah menyesal, Na ... gue bangga." Niara hanya berani melirihkannya. Mengusap kedua matanya yang mulai basah.
"Sudah! Kan, sudah Ibu bilang percuma." Bella meraih pundak putrinya, membawanya paksa Niara pergi dari kamar Niana. Itu hanya akan melukai Niara.
"Oh, iya. Kita masih punya sisa kue yang Ayah beli tadi pagi. Kita makan itu dulu aja gimana, Ra?"
Niara mengangguk. "Iya, habiskan yang lama dulu. Sama jus, Bu, Ara pengen."
Hanya Reva yang masih mengkhawatirkan Niana. Melihat bagaimana Bella memperlakukan Niana, Reva jadi mengerti bagaimana keadaannya. Bella lebih menyayangi Niara bahkan untuk alasan yang tidak masuk akal bagi Reva.
"Reva makan."
Reva menggeleng, menolak dengan halus. "Reva datang mau antar hadiah sama main sebentar. Reva udah makan di rumah."
Niara memandang sedih. "Padahal enak, lho."
Reva hanya memberikan senyuman. Ponselnya berdering, setelah itu dia meminta izin untuk mengangkatnya. Telepon dari Etan yang menanyakan kabarnya. Pasalnya Reva bersikeras pergi sendiri dengan sopir di saat Etan dan Klara sibuk bekerja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks to Fix | Revisi
Teen Fiction| Fiki UN1TY | Dalam proses revisi 5 Desember "Aku adalah ceritamu yang telah lama usai." Reva meletakkan penanya di dalam saku, menutup buku diary miliknya dengan perasaan yang dia sendiri tak bisa jelaskan bagaimana. Lembar terakhir yang dia gunak...