⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
Entah Fix harus merasa bersalah atau tidak. Entah dia harus menyesal tentang perasaannya atau malah berbangga. Setelah sekian lama Fix mengurung diri dan membiarkan ketakutannya merebak hingga tak pernah datang kemari, dia memberanikan diri.Melihat seluruh barang pemberiannya disimpan dengan rapi. Memenuhi dan menghiasi kamar yang pertama kali Fix datangi saat gadis itu sakit. Perpaduan biru dan putih yang selalu berhasil membuat tenang, membuat perasaan Fix sedikit terobati. Melihat langitnya terlihat ceria walau sudah lama padam. Gadisnya hilang dan kembali bersembunyi di tempatnya berasal.
Di nakas ada foto gadis itu, foto yang waktu itu Fix ambil dengan kameranya. Fix menatapnya dengan mata berkaca-kaca, ternyata rindunya lebih besar dari apa yang dia kira.
“Lama gak ketemu, Klar .... Udah tiga tahun.”
Fix tertawa parau.
“Perasaan gue masih ada buat lo.”
Fix merosot, duduk di lantai. Bersandar di kasur Reva, menggenggam bingkai foto yang dia lihat tadi.
“Bodohnya gue masih cari-cari lo di orang lain. Tanpa sadar nyakitin perasaan orang itu dengan masa lalu gue. Padahal dia tulus dan baik, Klar. Gue udah gak ditolak lagi.”
Fix mengatur napas, tidak ingin menangis di sini.
“Lo cantik banget di foto ini. Gue emang jago.” Diakhiri dengan tawa yang sama sekali tak terdengar merdu.
Tenggorokan Fix tercekat, dia tak sanggup lagi bicara. Padahal dia datang kemari hanya untuk mengambil kembali barang-barangnya seperti yang Klara inginkan.
“Fix!”
Fix mendongak, melihat Reva kecil datang menghampirinya. Gadis berusia hampir tiga tahun itu benar-benar mirip dengan kakaknya. Jika Fix tidak menggunakan akalnya, dia tidak akan menemukan perbedaannya.
“Ndak boleh nangis.” Kepalanya menggeleng-geleng lucu. Tangan mungilnya menyentuh pipi Fix, membantunya menghapus air mata di sana.
Fix terkikik geli. Menarik Vera ke dalam pelukannya. “Fix cinta banget sama kakak kamu, Ve.”
“Cinta?”
Fix tertawa, melepas pelukannya. “Iya.”
“Kayak Papa sama Mama?”
Fix mengangguk. “Iya.”
“Kak Reva punya pacar?” tanya Vera dengan polosnya.
Lagi-lagi Fix tertawa. Anak sekecil ini tahu dari mana istilah pacaran? “Maunya gitu, tapi Fix ditembak waktu kakak kamu udah gak bisa ditemui. Gimana dong?”
“Kakak Reva cantik.” Vera mengambil pigura di tangan Fix, menatapnya. Gadis kecil itu pun tidak pernah bertemu dengan kakaknya, dia hanya mendengarkan cerita kedua orang tuanya tentang Reva.
Betapa mereka begitu menyayangi Reva bahkan sampai detik di mana temu jadi mustahil. Sampai nama Reva benar-benar sudah tak terdengar lagi di mana-mana. Tidak lagi dibicarakan oleh orang-orang yang mengenalnya.
“Iya. Cantik banget.”
⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
“Terima kasih, aku adalah ceritamu yang telah lama usai. Terdengar percaya diri, tapi kamu kesulitan lupa, ‘kan? Hei ... aku benar-benar sudah pergi. Tidak lagi muncul di menit ke berapa pun di dalam hidupmu. Bahkan ketika kamu membaca ini berulang kali, mengharap keajaiban. Berharap bahwa tulisan ini tidak pernah kamu baca, tidak pernah aku tuliskan.
“Jangan biarkan aku merusak salah satu tuts hidupmu. Jagalah untuk dirimu, juga untukku. Hiduplah seindah permainan pianomu, setenang dirimu kala menaruh fokus pada piano.”
Dua paragraf penutup dari buku yang Reva kembalikan padanya. Fix tidak sanggup mengatakan iya untuk permintaan terakhirnya, karena sampai hari ini pun, Fix sudah kehilangan salah satu tuts pianonya.
“Thanks to Fix. Lo hebat karena sudah bertahan sejauh ini.”
⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
Terima kasih sudah meluangkan banyak waktu untuk membaca dan menunggu cerita ini tamat untuk kedua kalinya.
I love you so much guys!
Sampai ketemu di cerita ini lagi atau di ceritaku yg lainnya!
Jangan lupa tinggalkan jejak di sana supaya gak berdebu👀
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks to Fix | Revisi
Teen Fiction| Fiki UN1TY | Dalam proses revisi 5 Desember "Aku adalah ceritamu yang telah lama usai." Reva meletakkan penanya di dalam saku, menutup buku diary miliknya dengan perasaan yang dia sendiri tak bisa jelaskan bagaimana. Lembar terakhir yang dia gunak...