7 || Berkata Jujurlah

159 43 0
                                    

Selamat membaca💙

⚪ t h a n k s  t o  f i x ⚪


Denting sendok garpu mendominasi ruang makan rumah nenek. Peraturan utama yang mesti diperhatikan di sini adalah tata krama anggota bangsawan. Tidak ada pembicaraan selama jamuan dihidangkan. Kecuali sang pemilik takhta tertinggi yang boleh angkat bicara dan memulainya.

Setelah sunyi lidah yang berlangsung hampir setengah jam. Suara sendok diletakkan menjadi awal mula sang tuan rumah bicara.

“Saya dengar Reva banyak buat masalah di sekolahnya. Belum genap dua Minggu sudah mencari masalah. Yang memalukan alasannya adalah laki-laki. Memangnya kau pindah sekolah hanya untuk menjadi wanita penggoda?”

Reva ikut meletakkan sendoknya. Sebab dialah yang menjadi topik bicara, tentu dia harus mendengarkan dengan seksama. Entah itu akan sedikit menyakitkan atau meluluhlantakkan mentalnya.

“Coba lihat cucu saya yang lain. Sekolah gratis dengan beasiswa, semuanya berprestasi, tidak ada yang memalukan seperti kamu, dan yang paling penting tidak membuang-buang uang untuk hal yang tidak penting. Les piano lah, les privat lah, sekolah swasta internasional lah. Katanya sekolah bagus tapi hasil didikannya seperti kamu? Apa bagusnya?

“Untung Etan mau mendengarkan saya untuk memindahkan kamu ke sekolah biasa. Uangnya tidak boleh sampai terbuang sia-sia. Kalau dia menentang, dia adalah anak durhaka yang tidak tahu diri.”

Kepala Etan menunduk dalam, dia tidak punya alasan untuk menatap ibunya dan mengelak. Dia juga tak punya alasan untuk menatap putrinya memberi pembelaan. Etan hanya bisa menggenggam tangan Klara untuk menenangkan. Istrinya yang sudah lebih dari muak mendengar Nenek menjelekkan keluarga kecilnya, khususnya Reva.

Jika tidak ada Etan, Klara akan berteriak dan membalas semua perkataan Nenek dengan amarah yang membuncah. Dia adalah seorang ibu, apa dia tidak tahu rasanya jika anaknya dicaci maki seperti itu?

“Sudah selesai semua makannya?”

“Sudah.” Yang lain bersuara sambil meletakkan sendok dan garpunya. Lantas mulai bubar untuk kembali berkumpul di ruang keluarga setelah mengucapkan terima kasih atas hidangan makan malam.

“Reva bersihkan semuanya. Saya kembali sudah harus bersih. Klara dan Etan dilarang membantu. Reva harus membayar uang yang dia habiskan untuk hal yang tidak penting selama hidupnya.”

Tidak penting, huh? Reva tidak akan bertahan sampai di titik ini jika uang yang Etan keluarkan untuknya sia-sia. Pendidikan mahal, konsultasi kesehatan secara rutin, serta les untuk hal yang Reva sukai. Semua itu menjaga mental Reva bukan hanya karena dia hidup dengan mudah, melainkan diajarkan banyak hal yang jauh lebih berharga.

Nenek beranjak pergi disusul oleh Etan dan Klara, meninggalkan Reva sendirian di dapur tanpa ada satu pun pekerja rumah yang dibiarkan membantu. Gadis itu menghela napas, rasanya sakit? Tidak, sudah tidak ada rasanya.

Lebih baik seperti ini dari pada yang sudah-sudah.

Jika Reva adalah Cinderella, ibu peri pasti sudah muncul di hadapannya, memberinya satu permintaan yang akan mengubah hidup Reva lebih baik ke depannya. Sayangnya dia hanya seorang Reva, seorang gadis manusia biasa.

Dua jam Reva habiskan hanya untuk membersihkan dapur. Hingga lolos dari penjurian nenek barulah diperbolehkan kembali bergabung dengan yang lain. Atau yang lebih Reva inginkan adalah duduk sendirian di teras. Menghabiskan waktu ditemani dinginnya malam dibanding dinginnya sikap orang-orang padanya.

Thanks to Fix | Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang